Manusia modern punya kebiasaan lama: memandang ke luar.Ke langit yang tinggi, ke gedung yang menjulang, ke angka angka yang memikat. Mereka mencari jawaban di luar dirinya, padahal yang paling dekat telah lama ditinggalkan—tubuhnya sendiri.
"Kemudian ulangilah pandanganmu sekali lagi, niscahya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan hina dan letih."
- QS. Al-Mulk: 4
Ayat ini bukan sekadar sindiran terhadap mereka yang gagal menemukan cacat di langit.Ini adalah panggilan pulang. Pulang dari pengembaraan yang terlalu jauh. Pulang dari upaya menggenggam dunia, dan menyadari bahwa dunia yang sesungguhnya telah dititipkan dalam bentuk tubuh yang kita bawa sejak lahir.
Tubuh: Ayat yang Tak Pernah Berdusta
Sebelum manusia belajar mengeja kata, tubuh sudah berbicara. Ia merespons luka bahkan sebelum kita sadar kita sedang dilukai. Ia menangis diam diam melalui sesak napas, punggung yang berat, dada yang mengencang, telapak tangan yang bergetar. Tapi manusia terlalu sering menambalnya dengan distraksi: gawai, pekerjaan, ambisi, dan pengakuan.
Kita tidak diajarkan untuk mendengarkan tubuh. Kita diajarkan mengendalikannya. Tapi tubuh bukan mesin. Ia adalah mushaf hidup, kitab ayat ayat tak bersuara. Di dalamnya ada kesabaran tanah, kelembutan air, daya tahan akar, dan kerentanan embun. Ketika kau pejamkan mata dan benar benar hadir, tubuh akan berkata:
"Kau tidak butuh apa apa untuk merasa cukup, kecuali kehadiranmu sendiri di dalam dirimu."
-Letih yang menyadarkan
"Niscahya pandanganmu akan kembali kepadamu dalam keadaan hina dan letih."