Di titik ini, manusia tak lagi tahu apa yang sebenarnya ia cari.Ia terus bergerak, tapi tak tahu ke mana. Ia terus berbicara, tapi tak tahu kepada siapa.Sebab ketika tubuh dilupakan, batin kehilangan cermin.Dan batin yang kehilangan cermin adalah batin yang tersesat.
Keterputusan dari tubuh menciptakan ilusi: bahwa kita bisa mengabaikan rasa, menghindari luka, menipu kelelahan, dan menyembunyikan tangis.Tapi tubuh mencatat semuanya. Ia adalah arsip bisu yang menyimpan memori jiwa.
|| Luka yang tidak disembuhkan akan membusuk jadi amarah. Perasaan yang ditekan akan berubah jadi gejolak tanpa arah. Keletihan yang tidak diakui akan menjadi sabotase dari dalam ||
-Batin yang berontak diam diam
Saat manusia tidak lagi bisa merasa tubuhnya, maka batinnya menjadi liar. Ia mengembara dari satu eksternal ke eksternal lain, mencari rumah yang tak pernah dibangun di dalam. Batin semacam ini bisa tampak "produktif", "sukses", "ceria", tapi dalam dirinya selalu ada:
Kekosongan yang tak bisa diisi pencapaian,
kecemasan yang tak bisa dijinakan oleh pengakuan,
ketakutan mendalam akan runtuh jika ia berhenti sejenak saja.
||Tubuh yang tak didengarkan akan memaksa untuk didengar --- lewat penyakit, kelelahan kronis, bahkan gangguan emosi.||
Tapi sebelum ia sakit, tubuh sebenarnya sudah memberi sinyal ... hanya saja kita tidak tinggal cukup lama untuk mendengarkannya.
Keterputusan Ini Bukan Kesalahan Pribadi—ia luka kolektif .
Sistem hari ini memisahkan kita dari tubuh:
Pendidikan: mengutamakan otak, mengabaikan rasa.