YAPPA MARADDA

Sika Indry
Chapter #7

Bab 6 - Kawin Lari

Sial! Saba terus mengumpat dalam hati sambil menghindari kejaran orang-orang suruhan Redu. Rupanya mereka masih tidak menyerah. Terlebih, bagaimana bisa mereka mengenalinya yang bahkan sudah menyamar seperti ini. Rencana Lukas sama sekali tidak berguna. Untung saja, mereka berkejaran ketika acara pacu kuda. Keberadaan banyak orang memudahkannya bersembunyi menghindari kejaran orang-orang itu.

“Hei! Berhenti, Rambu!” Situasi kejar-kejaran itu cukup membuat orang-orang kebingungan dan menyingkir. Terlebih, orang-orang suruhan Redu mengacungkan parangnya untuk menakut-nakuti Saba. Sialnya, ia salah jalan dan justru keluar dari keramaian. Ia sungguh berharap Lukas datang menolongnya. Namun, apa yang bisa diperbuat laki-laki kota sepertinya. Bertarung dengan empat laki-laki tangguh yang mengejarnya itu sangat mustahil. Lukas akan berada dalam bahaya.

Tersudut. Saba berhenti dengan napas tersengal-sengal saat tidak ada lagi jalan. Mengapa ia harus lari di gang rumah warga dan terjebak. Sepertinya memang bukan hari keberuntungannya.

“Mau lari ke mana lagi kau manis?” Suara laki-laki yang mengejarnya terdengar sangat dekat. Saba berbalik mengawasi mereka sambil berjalan mundur dan benar-benar tersudut di jajaran papan.

“Menyerah saja! Tidak ada gunanya kau coba lari dari kita orang,” seru salah seorang yang lain.

Keempat laki-laki itu tertawa keras seakan mengejeknya. Dalam situasi tersudut, Saba masih berharap ada pertolongan datang untuknya. Terserah dari siapa pun. Ia bahkan menjadi tidak rasional. Berpikiran untuk membuat janji, akan mencintai siapa pun yang datang menolong. Namun, ia merutuki ketidakwarasannya. Saba sadar betul bahwa dunia yang ia hadapi saat ini bukan negeri dongeng seperti buku-buku yang sempat ia baca di perpustakaan kota. Ini dunia nyata. Selain Rato, tidak ada manusia biasa mampu gunakan sihir.

Salah seorang dari mereka datang mendekat. Saba menyelisipkan tangannya di pinggang dengan hati-hati. Saat salah seorang dari laki-laki itu mendekat dan bersiap untuk menangkapnya, tanpa berpikir panjang, ia menggoreskan belatinya pada tangan laki-laki itu dan membuatnya meringis kesakitan sambil berteriak-teriak mengumpat.

“Dasar kau perempuan minta diberi pelajaran!” Yang lain meradang dan hampir mendekat. Namun, belum sampai di dekat Saba, seseorang datang di belakang mereka.

“Kalau kalian melawan perempuan, maka kalian bukan laki-laki!” teriakan itu membuat semua perhatian tertuju pada satu arah. Pada Lukas yang tiba-tiba berdiri. Rambutnya berantakan, peluhnya berjatuhan, dan bajunya tak lagi rapi seperti sebelumnya. Bahkan napasnya tidak teratur. Ada sorot amarah yang menantang dari kedua tatapannya.

“Siapa kau berani hadang kami?” Parang di tangan lelaki yang bicara itu mengacung ke udara. Tentu saja, hati Lukas goyah. Namun, melihat Saba membuat keberaniannya tumbuh perlahan.

“Kalau kalian berani sentuh dia, kalian berhadapan dengan saya!” ancam Lukas membuat Saba kagum. Ia tidak mengira bahwa Lukas akan menantang empat laki-laki itu.

“Banyak omong kau! Kita pukul dia!” salah seorang lelaki memberi aba-aba. Namun, belum sempat mereka melayangkan satu pukulan pun, serombongan masa datang.

“Mereka mau rampok teman saya! Tolong kami!”

Sepasang mata Saba membeliak tak percaya. Tiba-tiba saja Lukas berlagak teraniaya. Apakah ia sedang berlatih drama?

“Kami dari kota. Mereka ingin rampas harta kami!” Lukas mengiba seperti seseorang yang sangat ketakutan.

Kerumunan masa yang datang entah dari mana itu mengacung-acungkan senjata apa saja yang mereka bawa. Membuat orang-orang suruhan Redu perlahan melarikan diri setelah mengumpat dan mengucapkan kalimat ancaman pada Lukas. Setelah orang-orang itu benar-benar tidak tampak, Lukas berbalik arah pada kerumunan di belakangnya.

“Oke! Kerja kalian bagus!” teriak Lukas diikuti tepuk riuh orang-orang di belakangnya. Salah seorang dari mereka keluar dari kerumunan.

“Jadi bagaimana, Kaka. Kami orang bisa main film?”

“Ya, tentu saja. Nanti kalau syutingnya dimulai, saya hubungi kalian semua!”

Kaka tidak bohong?”

“Tentu saja tidak.” Lukas merogoh beberapa lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya pada ketua massa. “Ini, belilah makanan untuk kalian.”

“Buat kami? Terima kasih, Kaka!” Mereka tampak senang mendapat uang, lantas membubarkan diri satu per satu.

“Kau manfaatkan mereka?” seru Saba membuat Lukas langsung berbalik dengan wajah kaku.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya mengabaikan pertanyaan Saba. “Ayo kita pergi sebelum mereka kembali!” Lukas mencoba menarik pergelangan tangan Saba, tetapi Saba bergeming. Saat Lukas menoleh, perempuan itu justru menatap marah padanya. “Ada apa menatapku begitu?”

Saba menarik kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman Lukas. “Jelaskan dulu pada saya, apa kau lakukan pada mereka? Kau manfaatkan mereka,”

Lihat selengkapnya