Buk!
Redu tersungkur tepat di sampingnya. Saba yang terkejut langsung membuka kelopak mata. Saba menunggu dengan khawatir, kalau saja tiba-tiba Redu bangun dan menyerangnya. Kekhawatirannya tidak terjadi, justru pintu kamar terbuka dan Ana masuk dengan mengendap.
“Rambu Ana,” panggil Saba pelan.
Ana berdiri, melihatnya sejenak. Tidak ada senyuman yang biasanya menghiasa wajah perempuan cantik Sumba itu. Di tangannya, tergenggam pisau. Perlahan, ia berjalan mendekati Redu. Berjongkok pelan seakan takut bunyi berisik yang ia timbulkan bisa membangunkan saudara laki-lakinya itu. Sementara Saba hanya mengawasi setiap gerakan yang dilakukan Ana.
Perempuan itu mendekati Saba setelah yakin bahwa Redu tertidur pulas dan hidungnya masih mengembuskan udara. Ana memutus tali yang mengikat kaki dan tangan Saba dengan pisau yang dibawanya.
“Rambu Ana,” tersirat kekhawatiran di wajah Saba. Apakah tidak apa-apa Ana menentang Redu seperti ini.
“Larilah, Rambu!” ucap Ana serak. Keyakinan dan keraguannya menyerangnya sama kuat. Melepaskan Saba atau membahagiakan Redu. Namun, kebahagian yang didapatkan dengan cara yang salah, akankah masih akan berujung dengan kebahagiaan.
“Kau tidak apa?” tanya Saba mengkhawatirkan Ana kembali.
Ana memberinya bingkisan. “Lepaskan baju Rambu dan pakaialah pakaian ini!” ucapnya pelan, takut terdengar Redu yang terlelap.
Saba menerima bingkisan pemberian Ana. Ia langsung bisa menebak, siapa yang mengirimkan pakaian di tangannya. “Dari Lukas?” tanya Saba memastikan.
Ana mengangguk lemah. “Kita tidak punya banyak waktu sudah. Segera ganti dan larilah!”
Saba menatap gamang pada pakaian di tangannya.
“Larilah menuju jalan besar!” ujar Ana membuat Saba mendongak dengan ekspresi tidak menentu. Menerka apa maksud perkataan Ana. Teman baiknya itu mengangguk. “Kalau beruntung, laki-laki kota itu akan menunggumu di sana.”
Saba pun bergegas menanggalkan pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian laki-laki pemberian Lukas. Setelah mengucapkan terima kasih pada Ana, Saba menyelinap kabur. Untungnya orang-orang suruhan Redu juga tampak tertidur setelah menikmati hidangan yang disajakan Ana. Hidangan yang telah ia campur dengan obat tidur pemberian Lukas. Begitu pun dengan makanan Redu.
Ana menatap iba pada wajah Redu yang tertidur pulas di atas kasur. Mengingat sejenak pertemuannya dengan Lukas. Ya, Ana nekat menemui laki-laki itu setelah mendengar orang-orang suruhan Redu membujuk Redu untuk melakukan hal buruk pada Saba. Ana mungkin akan menyesal mengacaukan kebahagiaan Redu, tetapi akan jauh lebih menyesal jika kehidupan Saba hancur karena Redu.
“Maaf, Na’a!” Ana menunduk sedih sambil mengembuskan udara dari mulutnya agar tidak menangis.
⌂ Ѫ ⌂
Saba berlari dengan kencang. Ia gagal mengelabuhi orang-orang yang berjaga. Rupanya Redu menyewa banyak orang untuk berjaga di banyak tempat. Sementara kini, orang-orang itu berusaha menangkapnya sambil mengacungkan parang.