Flashback.
Stefani kelimpungan. Ia berusaha mendapatkan sinyal untuk menghubungi siapa pun yang bisa ia mintai tolong. Perempuan itu bahkan nekat menaiki pohon untuk mendapatkan sinyal. Saat melihat indikator sinyalnya naik satu, lantas naik dua, Stefani girang bukan kepalang. Ia merasa bahagia seperti habis mendapatkan kotak emas.
"Halo, Umbu Hamid!" sapa Stefani segera. "Apa urusan kau sudah selesai?"
Tidak ada jawaban dari Hamid.
"Halo! Halo!" Stefani mengecek indikator sinyalnya yang hilang. Belum ingin menyerah, ia mencari pohon yang lebih tinggi. Kali ini ia berusaha menghubungi adiknya. Nyambung, sayangnya sang adik tidak mengangkat teleponnya. Membuat Stefani kesal.
"Angkat, dong!" gelisahnya. Stefani benar-benar frustrasi. Bayangan Saba beserta ama inna-nya membuat Stefani ingin menangis.
"Enggak bisa dibiarin. Aku harus nyusul Saba!" Stefani tidak sabar lagi. Ia bergegas turun dari pohon dan menghampiri ama-inna Saba di uma.
"Painna!" teriaknya menarik perhatian inna Saba yang sedang berbicara dengan kerabatnya.
"Kenapa kau lari-lari, Rambu Stefani?" sambut inna Saba.
"Saya tidak bisa biarkan Rambu Saba pergi sendiri, Painna. Saya mau susul dia. Painna tidak mau ikut?" tawar Stefani.
Inna Saba diam sejenak. Lantas mengangkat wajahnya pada paras Stefani dan mengangguk yakin. Maka, berangkatlah rombongan Stefani dan keluarga Saba menuju kampung Redu.
⌂ Ѫ ⌂
Musik terdengar selayaknya orang berpesta. Gong, tambur, dungga, dan yang lainnya membaur dalam satu kesatuan musik penuh suka cita. Langkah Saba semakin berat rasanya. Seakan ada kubur batu terikat di kakinya dan ia seret. Bayangan semua orang yang disayanginya mendadak memenuhi ruang kosong di kepalanya.
Lima meter dari pintu masuk kampung, Saba bertemu dengan iring-iringan kerbau, kuda, dan hewan belis lainnya. Rombongan besar tradisi belis. Rupanya, ia tidak sendirian. Ada gadis lain yang sedang di-belis hari ini. Entah dengan sukarela atau terpaksa seperti dirinya.
Dalam iring-iringan teriakan dan nyanyian para rombongan belis, Saba berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa setelah menyerahkan dirinya pada Redu, ia akan memulai hari baru. Saba berjanji Redu tidak akan memiliki dirinya yang lemah. Setelah menikah dengan Redu, bukan dirinya yang akan menderita, tetapi Redu. Saba berencana memberontak dan membuat hidup Redu tidak bahagia. Perjuangan barunya akan dimulai setelah Redu merampas kebebasannya, untuk memilih jalan hidup bersama orang yang diinginkan Saba secara sukarela.
Hati Saba merasa semakin was-was saat jarak rumah Redu semakin dekat. Beruntungnya, ia tidak berjalan sendiri. Iring-iringan rombongan belis gadis lain itu berjalan searah dengan dirinya, bahkan hingga kediaman Redu yang telah menunggunya di depan uma dengan dahi mengerut.
Redu dengan pakaian adat lengkap, menghampiri Saba. "Apa kau bawa, Rambu?" sergah Redu membuat alis Saba menyatu.
"Bawa apa maksud Umbu?"
Redu menatap ke belakang Saba. Membuat Saba berbalik dan terkejut. Ia baru menyadari bahwa iring-iringan rombongan belis itu ikut berhenti. Lantas ia berbalik kembali pada Redu.
"Jadi, kau sanggup bayar hutang-hutang ama-ina kau. Hebat sekali! Berapa kau jual diri kau?"
Plak! Musik, tarian, teriakan, dan pesta terhenti seketika. Tamparan itu cukup mengejutkan dan membuat Redu langsung melotot. Ia bahkan tersulut dan hampir saja membalas tamparan Saba. Beruntung, seorang laki-laki tiba tepat waktu dan justru melayangkan tinju hingga membuat Redu tersungkur. Meskipun tangannya sendiri kesakitan setelah meninju Redu.
"Umbu Lukas?" Saba terpaku melihat kehadiran laki-laki kota itu. Sementara Redu masih meringkuk di tanah.
"Berani sekali kau bicara kasar dengan perempuan?" hardik Lukas tampak sangat marah dan berantakan. Rambutnya lepek, kemejanya kusut berantakan, dan keringat membanjiri pelipis hingga lehernya. "Laki-laki seberengsek kau tidak pantas mendapatkan Rambu Saba. Saya kembalikan belis kau!" tegasnya penuh amarah.
Saba mematung di samping Lukas. Menatap kemarahan yang tidak pernah diperlihatkan Lukas sebelumnya. Laki-laki yang ia kira penakut itu, kini berdiri dengan berani untuknya.
Redu berusaha bangkit. "Kau lagi?" celetuk Redu sambil menyeka kasar darah di hidungnya. "Berani kau lawan saya!" tantang Redu langsung mencengkeram kerah baju Lukas dan Lukas balas mencengkeram kain tenun yang melingkar di leher Redu.
"Umbu Lukas!/Umbu Redu!" Saba dan inna Redu tampak terkejut dan menarik keduanya.
"Umbu Redu, hentikan!" tegas inna-nya sambil menarik kasar Redu hingga cengkeramannya terlepas dari Lukas. Sementara ama Redu diam di samping Ana di dekat bale-bale uma.