“MIN, Yasmin!” Emak berteriak.
Ketika itu Yasmin sedang menjemur pakaian pada kawat yang Bapak kaitkan di antara pohon jambu dan pohon mangga di samping rumah.
“Iya Maaak!” Yasmin balas teriak.
“Sudah selesai menjemurnya?” Emak kembali berteriak.
“Tinggal sedikit lagi, Maaak!” Kembali Yasmin menjawab dengan teriak.
Beberapa menit kemudian, Yasmin mendatangi Emak setelah meletakkan ember di dapur.
“Ada apa, Mak?” tanya Yasmin sambil mengusap kedua tangannya yang basah pada roknya.
“Belikan Emak benang, Min,” jawab Emak sambil memberikan beberapa lembar rupiah.
“Warna apa, Mak?” Yasmin menerima uang dari emaknya.
“Merah sama hitam dua, yang putih satu. Belikan kain keras sama kain kapas masing-masing seperempat meter. Terus belikan selerekan1 lima belas senti, warnanya seperti ini.” Mak Tik memberikan secarik kain berwarna kelabu kepada Yasmin.
“Kain kerasnya yang tipis apa yang tebal, Mak?”
“Dua-duanya. Kamu ingat? Apa perlu dicatat?”
“Ingat, Mak. Kalau warna selerekan-nya ndak sama persis, bagaimana Mak?”
“Ndak pa-apa. Sudah cepat berangkat! Biar bajunya Bu RT cepat selesai, biar cepat kamu antar dan dapat ongkos.”
“Iya, Mak.” Yasmin memasukkan uang dan secarik kain yang diberikan Emak ke saku roknya.
“Kalau uangnya kurang, ngutang dulu. Bilang sama Lek Rip, Emak bayar nanti kalau Bu RT sudah bayar ongkos bajunya. Ini Emak tinggal pasang selerekan-nya saja.”
“Iya, Mak.”
Yasmin kemudian bergegas menuju rumah Fatma yang berjarak sekitar lima puluh meter dari rumahnya.
“Fat! Fat!” teriak Yasmin di samping rumah Fatma.
“Hei, ada apa, Min?” Kepala Fatma nongol di jendela kamarnya.
“Pinjam sepedanya, Fat. Yasmin disuruh ke tokonya Lek Rip sama Emak,” jawab Yasmin.
“Ambil itu di belakang rumah.”
Yasmin ke belakang rumah Fatma dan menemukan sepeda mini berkeranjang di sana. Sudah lama Yasmin menginginkan sepeda mini seperti itu agar ia tak perlu meminjam lagi ketika ia disuruh emaknya membeli bahan-bahan jahit di rumah Lek Rip di lain dusun yang berjarak dua kilometer itu. Yasmin menuntun sepeda mini milik Fatma.
“Fat! Fat!” teriak Yasmin lagi di samping rumah Fatma.
Kepala Fatma nongol lagi.
“Yasmin bawa dulu ya, Fat.”
Fatma mengangguk.
Yasmin mengayuh sepedanya. Setelah mengayuh sekitar lima puluh meter dari rumah Fatma, Yasmin turun dan menuntun sepedanya karena jalan yang akan dilalui mulai menanjak dan berbatu. Setelah mendaki lebih kurang sepanjang lima puluh meter, Yasmin sampai di atas, di jalan yang datar. Di situ Yasmin menghadapi jalan yang bercabang. Satu ke arah timur, yaitu jalan menuju Dusun Glundengan, yang satu lagi ke arah utara, yaitu jalan menuju Dusun Tegalamat Atas. Sebelum sampai ke permukiman penduduk, di kanan-kiri jalan tersebut adalah hamparan sawah. Dan, pesantren Kiai Durahem tepat membelakangi sawah tersebut.
Yasmin mengayuh sepedanya ke arah utara. Sengaja ia lewat di Tegalamat Atas agar lewat di depan pesantren Kiai Durahem. Entah kenapa, ia selalu suka meski hanya sekadar lewat di depan pondokan itu.
Setelah melewati Tegalamat Atas, Yasmin sampai di Glengseran. Di dusun tempat toko Lek Rip berada itu Yasmin membeli bahan-bahan sesuai suruhan emaknya. Uang yang diberikan emaknya memang kurang, tetapi ia tidak mengutang. Yasmin membayar kekurangannya dengan ongkos jahitan dari Mak Nyai Munah. Tak lupa juga Yasmin membeli mi Anakmas dan pia Putra Bali masing-masing dua bungkus.