"Siswa terbaik tahun ini adalah...," ucap pembawa acara membuat seluruh hadirin di acara kelulusan SMA Taruna menjadi tegang.
"Melati!"
Suara riuh tepuk tangan menggema memenuhi aula. Semua mata langsung tertuju ke arah seorang gadis yang berjalan menaiki panggung kehormatan. Kulitnya yang kuning langsat bersinar tertimpa cahaya. Senyumnya yang manis mengembang begitu piala penghargaan diterimanya. Kemudian seperti biasa pembawa acara membimbingnya ke arah podium untuk menyampaikan sepatah dua patah kata.
Melati, gadis berdarah Madura terlihat menatap seluruh hadirin dengan penuh percaya diri. Selama tiga tahun berturut-turut ia terus dinobatkan sebagai siswa terbaik SMA Taruna. Prestasinya di non-akademik juga membuat semua guru memujinya. Tidak hanya mewarisi kecantikan alami khas gadis Sumenep, yang memiliki kulit kuning langsat nan halus. Perangai dan tutur bicaranya juga lembut. Ia begitu anggun dan merupakan gadis paling diincar di sekolahnya.
"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh... Pertama, saya ucapkan terima kasih kepada orang tua yang senantiasa mendoakan saya. Tanpa restu dan doa keduanya saya tidak akan berdiri di panggung kehormatan ini. Juga kepada dewan guru yang selama ini telah membimbing, tak terasa, sudah tiba saatnya bagi saya untuk meninggalkan semua kenangan di sekolah ini untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tentu saya akan sangat merindukan Bu Elly wali kelas saya...," Melati menatap ke tempat Bu Elly yang sedang menyusut air matanya lantaran haru, "kapan-kapan kita rujakan lagi bu," ucap Melati membuat seluruh yang hadir tertawa.
Semua menyimak dengan khidmat tiap kata yang Melati ucapkan termasuk Rangga yang diam-diam masih menaruh harapan meski cintanya ditolak. Ia tidak akan menyerah. Segala upaya akan ia lakukan untuk menaklukkan gadis itu.
"Baiklah, mungkin itu yang akan saya sampaikan, terima kasih. Assalamu'alaikum..." Melati menutup pidato terakhirnya. Kemudian ia dipersilahkan kembali ke tempat duduk yang telah di sediakan. Acara pun dilanjutkan dengan pesan dan kesan dari adik kelas mereka kemudian ditutup dengan doa.
Seperti biasa, setelah acara resmi selesai digelar. Seluruh siswa bebas melakukan foto bersama dan mengucapkan salam perpisahan dengan teman dekat mereka. Rangga yang sejak tadi menunggu momen tersebut segera menghampiri Melati setelah memastikan kedua orang tuanya tidak ada di dekatnya.
"Mel, boleh bicara sebentar?" Tanya Rangga.
Melati menoleh melihat siapa yang bertanya. Begitu mendapati sosok Rangga yang telah berdiri di sampingnya mau tidak mau ia harus mengangguk.
"Selamat ya, kau masih saja juara kedua," ucap Melati.
Rangga tersenyum getir. Padahal perjanjiannya jika Rangga berhasil menggeser posisi Melati, gadis itu akan menerimanya menjadi pacar.
"Mau bagaimana lagi, kau sulit untuk aku taklukkan. Tapi bukan berarti aku menyerah ya. Nanti setelah datang dari luar negeri aku akan melamarmu," gurau Rangga. Rencananya ia memang akan melanjutkan studi ke luar negeri.
Melati tersenyum, yang membuat siapa pun langsung meleleh melihat senyum manisnya.
"Aku berharap nanti malam kamu hadir ya ke acara perpisahan di rumahku," harap Rangga.
"Soal itu gimana ya?!?" Sahut Melati agak ragu. Semua orang sudah tahu jika keluarga Melati masih memegang adat ketimuran. Ia yang tinggal dengan kedua orang tuanya tidak pernah diijinkan keluar rumah di malam hari. Kalau pun keluar biasanya ibu atau kakaknya yang akan menemani.
"Please. Setidaknya ini pertemuan terakhir kita," bujuk Rangga.
Melati menatapnya dengan ragu. Di samping ia tidak suka pesta. Melati tahu betul karakter Rangga. Jujur dalam hati ia merasa takut dan tidak ingin menghadiri pesta Rangga
"Please, Mel. Please, setidaknya jika kau hadir aku tidak akan begitu merasa menjadi pecundang dan terluka karena kau tolak. Dan kehadiranmu juga pertanda bagiku jika kau masih menganggapku teman. Hadi ya!" Rangga tak menyerah. Ia yakin Melati tidak dapat mengelak. Gadis pintar namun polos di hadapannya itu terlalu baik dan akan merasa tak tega menolaknya. Apalagi jika berhubungan dengan kata teman.
"Baiklah," sahut Melati yang langsung membuat Rangga bersorak dalam hati.
"Tapi jangan senang dulu. Aku ke sana bersama kakakku," ucap Melati sesuai dugaan Rangga.
"Tentu saja tuan putri. Dengan siapa pun kau boleh datang," ucap Rangga.
Melati mendengus melihat kelakuan norak Rangga. Ia segera pamit untuk kembali berkumpul dengan keluarganya. Andi yang melihat Rangga berbicara cukup lama dengan Melati langsung menegurnya.
"Ngapain lagi tuh anak, bukannya sudah kamu tolak," tegur Andi.