***
Keinginan
***
Kelas baru saja masuk, dan Bu Tuti guru matematika kelas mereka malah keluar meninggalkan 10 soal untuk dikerjakan. Jadilah kelas bak pasar pagi. Belum lagi letak kelas mereka di ujung, tingkat ketiga.
Hanya ada beberapa siswa seperti Luna, Dina dan Selly yang fokus mengerjakan tugas mereka. Dan cowoknya hanya Rasys, Nopri, Naldi, dan Dio. Selain itu malah heboh. Ada yang bermain handphone, bercerita dengan teman sebangkunya.
"Lun udah siap belum." Tiva mengoles lipsglos berwarna merah muda ke bibirnya sambil melihat ke arah buku latihan milik Luna.
"Gimana? Udah?" Silla ikut berkomentar, cewek itu mengetuk-ngetuk pulpennya di atas meja.
Lalu menoleh kearah Selly. Selain Luna, Selly tempat nyontek kedua gadis itu.
Selly, selain cantik ia juga pemegang juara ketiga di kelas mereka, setelah itu juara kedua di pegang Dina.
Luna sudah mengejarkan tujuh soal. Bersyukur kali ini ia kembali fokus.
"Oh iya lun, menurut lo gue kasih surprise ultah buat Fandu dia bakal datang nggak?" suara Selly disampingnya membuat Luna menoleh, menghentikan pekerjaan nya.
"Datang, lo berdua kan cukup dekat." Sahut Luna serius kembali mengerjakan tugasnya. Selly tersenyum mengangguk sedikit.
"Dua bulan lagi sih, tapi gue udah bikin rencana yang mantep, Kafe dan uang gue juga udah cukup. Kira-kira dia bakal nembak gue nggak waktu itu." Selly kembali berucap sambil tersenyum tidak jelas.
"Pasti." Sahut Luna lagi, masih fokus pada bukunya.
"Woy!" tiba-tiba saja Tiva mengagetkan keduanya.
"Ayo, cerita apaan?" selidiknya Silla juga melihat kedua sahabatnya itu bingung
"Ya ampun Tiva. Lo bisa nggak, enggak ngagetin." Selly berucap kesal. Melihat Tiva dengan tatapan kesal. Sedangkan Luna menarik napas berat dan menghembuskan perlahan, melihat kiri kanannya serius.
Konsentrasinya hilang. Tinggal dua soal yang belum ia kerjakan, dan ia merasa malas.
Luna diam, fokusnya tiba-tiba buyar, ingatannya kembali pada ucapan Mamanya pada Fandu lagi.
"Sial." Batin Luna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia lagi dan lagi ingat, padahal Fandu sudah memaafkannya, dan sudah tidak masalah buat cowok itu. Dan tetap saja ia ingat, bukan soal ia malu pada Fandu saja, tapi rasa kecewa pada Mamanya.
Luna kembali mencoba fokus, tapi gagal. Ucapan mamanya masih terdengar jelas di telinganya. Alhasil Luna meletakkan pensil yang dipegangnya.
"Sel, contekin gue nomor 9, 10 yah." Ucapnya ke arah Selly yang kini langsung menatapnya bingung, lalu terpaksa mengangguk. Tak biasanya Luna minta ia contekan.
"Lo kenapa? Nggak konsentrasi lagi?" tanya Selly bingung. Luna mengangguk sedikit.
"Iya, enggak tahu nih." Ucapnya serius. Selly menyodorkan bukunya untuk disalin Luna. Dengan cepat gadis itu menyalinnya. Sebelum Tiva dan Silla mengambil alih buku itu.
***
Luna mempercepat langkahnya ke arah perpustakaan. Ia memilih istirahat kedua untuk ke perpustakaan seperti biasa. Biasanya selly yang menjadi temannya. Tapi entah kenapa Selly hari ini lagi tidak mood untuk ke Perpus, dan jadilah Luna sendiri.
Fandu, Kevin, dan Tio sedang berjalan menuju lapangan sekolah mereka. Mereka biasanya menghabiskan jam istirahat kedua di sana sambil bermain basket. Mata Fandu tertuju pada Luna yang kini berjalan cepat ke arah perpustakaan sekolah tak jauh dari dirinya berdiri. Fandu mendadak diam, ia kembali kepikiran tentang masalah kemarin dan ia rasa Luna takkan seakrab dulu padanya karena masalah itu, ide baru muncul tiba-tiba di kepalanya. Fandu tersenyum samar. Ia tahu apa yang harus ia lakukan agar Luna tidak makin kaku jika bersamanya karena masalah ini.
"Eh iya, gue baru ingat, gua punya tugas matematika di tempat les. Gue kerjakan dulu yah di Perpus." Bohongnya pada Kevin dan Tio kini menoleh kesal.
"Ya elah, makin juara makin sibuk belajar lu. Mending Luna aja yang dapet, lo nggak pantes Fan." Protes Tio kesal.
"Anj, sialan." Kesal Fandu buat kedua sahabatnya terbahak.
"Gua cabut yak. Monmaap." Katanya nyengir dan memutar tubuhnya, berlari kecil meninggalkan Kevin dan Tio kini memasang muka super kesal padanya. Dan Fandu tidak peduli akan hal itu. Ia hanya ingin bersama Luna untuk memperbaiki hubungannya. Ia tidak tahu kenapa. Yang jelas ia tidak ingin Luna merasa aneh padanya.
Mengambil buku paket matematikanya beserta buku lesnya. Lalu dengan cepat keluar dari kelas menuju perpustakaan.
Luna memilih beberapa buku dan membawanya duduk di salah satu meja favoritenya yang berada di luar ruangan perpustakaan, perpustakaan sekolah mereka mempunyai taman baca di luar ruangan yang berada tepat di belakang perpustakaan. Alasan dibuat tempat ini adalah agar para siswa-siswi bisa berkumpul di sana sambil mengerjakan tugas dan tidak mengganggu siswa lain di dalam ruangan perpustakaan yang memang wajib untuk orang orang yang serius membaca dan tidak boleh ada keributan. Jika jam istirahat kedua seperti ini. Bisa dibilang Perpus sangat sepi dan hanya ada beberapa orang yang sedang membaca di sana.