***
Merasa Lucu?
***
Jam olahraga baru saja dimulai. Tapi sayangnya pak purba sudah pergi, entah kemana. Hal itu membuat Luna jengkel. Lagi, lagi olahraga kali ini pasti akan jadi tidak efektif lagi. Ditambah lagi ia dan kelas Fandu di gabung untuk ikut olahraga bersama. Karena guru olahraga mereka pak Sandy juga pergi.
Fandu dan Tio kebagian tugas mengambil bola basket di ruangan penyimpanan alat olahraga di lantai dua. Baru saja tiba di tangga Fandu malah mengambil duduk di sana.
"Lo yang ambil ya. Gua mager. Dan gua tunggu di sini" Fandu menyuruh Tio untuk mengambil bola itu di sana. Dan seperti biasa Fandu memilih duduk di tangga menunggunya.
"Makanya gua malas ngambil bola sama lo. Mageran banget nggak ada obat." katanya kesal sontak membuat Fandu tersenyum samar.
"Yang jelas gua udah jalan sejauh ini. Lo tahu berapa energi gua terkuras sampai tangga ini." katanya beralasan. Tio menatapnya jengkel. Dan tetap menurut, berjalan naik dengan perasaan kesal pada Fandu. Fandu tersenyum samar. Ia kembali berdiri, ikut naik. Tapi langkah kakinya terhenti saat melihat Luna sedang berjalan gontai ke arah lapangan, mulutnya manyun, dan Fandu bisa tebak. Luna pasti sedang tidak baik-baik saja karena olahraga sendiri seperti ini. Melihatnya Fandu tersenyum samar.
"Fan, ambil." Tio melemparkan bola basket yang baru diambilnya pada Fandu yang lantas saja menoleh, melihat Tio melemparkan bola itu dan malah mengenai dadanya. Cukup sakit memang.
"Ahhh... Gila lo." Ucapnya dongkol merasakan pukulan itu cukup kuat mengenai dadanya.
"Lo sih, liatin apa, sih? Malah senyum-senyum." Tio tampak curiga. Sedangkan Fandu mendadak bingung. Tio ikut menoleh ke lapangan.
"Lo liatin siapa, jadi pengakuan lo tadi malam sedang lo liatin dari sini? Gua penasaran. Siapa sih?" tanyanya penasaran. Fandu meraih bola tadi lalu memangkunya pergi meninggalkan Tio yang kini melanyangkan seluruh pandangannya di sana.
"Siapa, sih? Fan, nggak mungkin Selly deh. Selly juga nggak ada di bawa?" katanya kesal. Melihat Fandu meninggalkannya begitu saja.
"Woy, aneh. Siapa sih?" katanya kesal kembali mencari sosok itu di sana dan ia melihat ada banyak siswa perempuan yang sedang berjalan menuju lapangan. Matanya tertuju pada Luna yang sudah sampai di depan lapangan Voli.
"Gue tahu siapa Fan." katanya sedikit berteriak, berlari ke arah Fandu yang sudah menuju tangga.
"Siapa?" tanyanya Fandu datar. Tio tersenyum samar.
"Feeling gua dari dulu -dulu sih lo sukanya sama Luna." balasnya tersenyum samar, sedangkan Fandu hanya diam, berjalan cepat. Ikut tersenyum tipis.
"Bener kan? Fan. Lo suka sama Luna." tebaknya sambil mengejar Fandu yang semakin di depannya.
"Iyakan, lo suka sama Luna. Lo beda kalo lagi sama dia." Tio semakin penasaran. Sedangkan Fandu memilih diam saja.
"Diam berarti bener. Firasat gua nggak pernah salah. " katanya tertawa keras sedang kan Fandu hanya menggeleng aneh pada temannya satu ini.
***
Luna berdiri mematung di sudut lapangan Voly. Melihat beberapa temannya mengisi lapangan untuk bermain, dan dia sendiri tak kebagian tempat dan harus menunggu sesi berikutnya.
Sebagian lagi memilih bermain bulu tangkis dengan temannya, bagi yang cowok-cowok main basket dan futsal. Selebihnya banyak nongkrong di kantin. Di bawah pohon bercerita tidak jelas dengan teman dekat mereka.
"Lun, liat Fandu main basket yuk." ucap Selly menarik tangannya yang tiba-tiba muncul bersama Silla dan Tiva, tanpa persetujuan Luna mereka menariknya menuju lapangan basket.
"Tapi Sell, gue mau ikut main voli, nunggu sesi." protes Luna serius.
"Aduhh, Lun, nanti aja kita main. Toh. Liat Fandu dulu, dan lo bisa liat Irwan," ucap Selly sedikit tersenyum, menyebut nama Irwan yg ia sebutkan. Wakil Ketua osis yang dulu sempat dekat dengan Luna. Beberapa waktu lalu.
"Lo bertiga aja deh, gue males." Luna melepaskan pegangannya Selly padanya. Spontan ketiga temannya menoleh. Manyun.
"lo sih, bilang Irwan segala."protes Silla menyenggol bahu Selly.
"Iya nih. Irwan enggak ada di sana kok." lurus Tiva. dan dengan polosnya Selly terpaksa mengangguk. Ia lupa kalau Luna sudah tidak sedekat dulu lagi sama Irwan. Ia tidak tahu kronologis kejadiannya bagaimana, kenapa tiba tiba Luna menjauh. Hanya Luna yang tahu soal ini.
Luna menoleh ke arah lapangan basket, melihat Fandu, kevin, Jojo dan Irwan sedang bermain. Ia benar-benar tidak ingin melihat cowok itu. Sekarang.
"Tu ada," tunjuk Luna kevarah Irwan kesal. Selly terpaksa mengangguk pasrah.
"Gue balik ke voli aja. Bye." pamit Luna cepat, beranjak pergi meninggalkan ketiga temannya yang makin bingung. Luna memang tidak pernah cerita soal hubungan ia dengan Irwan pada ketiga temannya itu. Toh, Luna rasa tidak ada gunanya juga menceritakan Irwan yang nembak dia tapi malah jalan juga sama Lika, anak IPS kelas 11 yang cukup terkenal cantik di sekolahnya, sebelum Luna sempat menjawabnya. Dan malah membawa jalan dan makan di cafe di dekat toko bunga milik Luna. Antara kesal, sebel, dan benci. Sejak saat itu Luna memilih mundur secara perlahan dari hadapan cowok yang cukup disukainya dari kelas 10 itu. Walaupun sekarang ia tetap suka, tapi dia lebih memilih mundur, tidak ingin memikirkan hal itu dulu, ia pikir cukup fokus ke belajar saja dulu.
Luna kembali kelapangan voli, dan kebetulan salah satu teman kelasnya keluar, dan Luna bisa menggantikannya untuk ikut bermain. Bukan Luna namanya kalau jam olahraga hanya untuk main-main saja. Ia tidak ingin melewatkan satu harinya sia-sia begitu saja. Walaupun itu jam olahraga. Ia harus menggunakan waktunya sebaik mungkin.
***