Yes or No

Nuna Iu
Chapter #8

Berdamai


Selamat membaca


***


Luna membuka matanya perlahan, melirik ke arah Mamanya yang sedang duduk di sofa kamarnya. Luna berusaha duduk.

"Ma, aku kok nggak di bangunin." ucapnya serius, menyibak selimut yang menyelimuti tubuhnya. Mamanya spontan berdiri.

"Kamu demam sayang." ucapnya beranjak ke arah Luna dengan cepat.

"Libur dulu yah, satu hari." tambah Mamanya meraih mangkuk berisi bubur di atas nakas di samping tempat tidur Luna. Luna menoleh ke jam yang tergantung di kamarnya. Menunjukan pukul setengah sembilan. Tidak ada lagi waktu dirinya untuk berangkat ke sekolah.

Pasti karena tadi malam, Luna membencinya.

Lagi-lagi hal itu membuat ia harus ketinggalan pelajaran. Dan sudah pasti ia rugi. Memang menyebalkan.

"Sarapan dulu yah." Mamanya mencoba menyuapinya. Luna menggeleng, meraih piring itu dari tangan Mamanya

"Aku bisa sendiri Mah." ucapnya meraih sendok itu dan mencoba memakannya.

"Habis ini kita ke rumah sakit yah." ucap Mamanya dengan nada datar. Luna menghentikan makannya, lalu mengeleng.

"Ngapain Ma, cek lagi? Aku enggak mau." tolaknya serius, sedikit mengeleng. Mamanya menarik napas berat dan menghembuskan perlahan.

"Tapi Lun, Mama enggak mau kamu gini terus, gimana kalau kamu jauh dari Mama, jauh dari Mbak Yuli." jelasnya serius. Luna meletakkan sendok yang dipegangnya di atas piring itu, melihat Mama serius.

"Aku usahain buat enggak gitu lagi Mah. Terus aku enggak mau jauh dari Mama."

"Dan jangan berpikir buat jauh dari aku." ucapnya serius. Mamanya menatap Luna datar, ia sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi jika Luna jauh darinya.

"Udah, habisin, tadi Mama udah telepon Wali Kelas kamu kok. Buat kasih izin sakit, Mama pergi dulu, ada kerjaan." jelasnya serius, bangkit dari tempat duduknya dan beranjak pergi. Luna menatap Mamanya datar, berharap Mamanya tidak meninggalkannya. Atau menyuruhnya untuk tinggal bersama Papanya. Ia tidak mau itu terjadi.

Luna menoleh ke ponselnya yang bergetar di atas tempat tidur, Luna meraihnya cepat, melihat nama Fandu muncul di layar ponselnya. Luna menjawabnya dengan gerakan cepat dan menempelkan benda itu di telinga kanannya.

"Hallo Lun. Gimana? Lo sakit?" suara Fandu di seberang sana terdengar jelas.

"Iya Fan, nyebelin banget, nanti les izinkan yah." ucapnya manyun.

"Oke, nanti gue izinkan. Oh iya cepat sembuh, sekolah jadi suram nih enggak ada cewek cantik." ucapnya spontan membuat Luna terkekeh.

"Lo bisa aja. Tapi makasih, Udah gih, nanti Selly dengar. See you yah." sahutnya cepat.

"Oke, see you kaku." ucapnya serius. Luna mengangguk sedikit. Terdengar suara sambungan telepon dimatikan. Luna menurunkan ponselnya. Ucapan Fandu ada benarnya, ia memang cewek super kaku yang pernah ada. Ia baru menyadarinya sekarang.

Luna kembali teringat ucapan Mamanya. Menghilangkan traumanya. Ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya.

Trauma ini cukup menyiksanya memang.

***

Luna berdiri mematung di depan kelas Fandu. Cowok itu belum juga datang, padahal sepuluh menit lagi masuk. Kebiasaan Fandu yang tidak bisa dihilangkan. Terlambat masuk ke sekolah. Maklum saja, ia paling susah bangun pagi. Kalau tidak dibangunkan Bik Tuti ataupun Mamanya, tentu saja Fandu tidak akan bangun.

"Eh, Lun." suara Irwan dari samping spontan membuat Luna menoleh serius, melihat Irwan berdiri di sampingnya menatapnya aneh. Tak biasanya Luna berada di sini memang.

"Oh iya.'" Luna membetulkan posisi berdirinya. Berusaha ramah, seperti biasa dan sialnya masih saja detak jantungnya tak bisa dikondisikan. Dia masih menyukai cowok itu. Mungkin?.

"Cari siapa?" tanya cowok itu sambil menoleh ke dalam kelasnya.

"Oh, Fandu. Gue ada perlu soalnya."ucapnya jujur. Irwan mengangguk sedikit.

"Oh, tadi gue lihat masih di parkiran, lo cek gih." usulnya pada Luna.

"Oke, thanks yah." ucapnya serius, bersyukur. Ia tidak lebih lama lagi berdiri di sana, baru hendak beranjak pergi. tiba-tiba saja tangan Irwan menarik tangannya. Luna spontan menoleh bingung. Ada apalagi ini.

Lihat selengkapnya