Yes or No

Nuna Iu
Chapter #9

Iri


"Merasa Bahagia"

***

Kelas les yang diikuti Luna baru saja usai.

Luna mengikuti Fandu keluar dari kelas mereka. Ia sejak tadi ingin berbicara pada Fandu soal idenya sudah menyatukan ia dan temannya lagi 

"Ide lo boleh juga." ucapnya sontak membuat Fandu menoleh, lalu detik berikutnya ia tersenyum. Mengerti maksud ucapan Luna apa.

"Oh, iya. Gue malas lo berantem, diam-diaman sama mereka. Jadi yah gitu." sahutnya sambil mengangguk sedikit. Luna menganguk pelan. Ia sebenarnya juga tidak mau berantem, hanya saja ia tidak mau berbaikan lebih dulu sama orang yang membuat masalah padanya. Buktinya. Ririn. Teman SMP-nya dulu. Teman satu-satunya milik Luna. Mereka sampat bertengkar hebat, gara-gara Rio mendekati Luna dan Ririn juga menyukai Rio. Ririn marah padanya dan menganggap Luna merebut Rio. Luna merasa dirinya tak bersalah, tentu saja ia tidak mau meminta maaf lebih dulu. Begitu juga Ririn. Satu diantara mereka tidak ada yang mau berbaikan lebih dulu. Hingga keduanya tidak pernah berkomunikasi lagi hingga lulus. Ririn melanjutkan di SMA Negeri. Walau bisa dibilang rumah mereka cukup dekat tapi mereka tak pernah bertemu lagi.

"Yah sih. Lo bisa aja." ucapnya serius.

"Lo tahu aja gue nggak bisa berbaikan duluan sama orang." ucapnya spontan membuat Fandu menoleh. Lalu detik berikutnya ia terkekeh.

"Yah, gue enggak kenal lo kemaren sore Lun. Dari semua teman gue, gue paling paham dan lebih dulu kenal sama lo. Lo lupa, gue dulu sahabatnya Rio." sontak Luna menoleh serius. Ia menatap Fandu yang kini tersenyum ke arahnya.

"Yah seperti itu. Pas SMA gue juga dekat sama Irwan, tapi enggak sedekat gue sama Rio. Dulu. Jadi sama siapapun cowok yang dekat sama lo gue paham, lo berantem sama Ririn karena Rio. Dan akhirnya lo jauhin Rio. Dan kemaren lo dekat sama Irwan, trus jauhin juga karena Lika. dari semuanya gue simpulin lo orang yang mudah mengalah demi orang lain."

"Fan satu lagi, lo enggak mau minta maaf lebih dulu, nggak mau negur lebih dulu. Dan dari semuanya gue simpulin lo juga cukup sombong." Tambah Fandu. Luna terdiam, lalu detik berikutnya ia tersenyum. Fandu benar adanya. Dia memang seperti itu.

"Iya Fan. Lo bener. Kan gua nggak salah, ngapain gue minta maaf lebih dulu." jujurnya membuat Fandu menghentikan langkahnya, melihat Luna tersenyum lagi. Luna benar adanya.

"Fan satu lagi yang mau gue sampaikan. Satu hal yang mau gue pastiin." tambah Fandu. Raut muka Luna berubah, ia menatap Fandu serius. Apalagi.

"Enggak usah serius gitu Lun." ucapnya sontak membuat Luna tersenyum samar, Fandu ikut tersenyum lagi.

"Iya, apalagi emang?" balasnya lirih, menunggu kelanjutan Fandu. Fandu diam sejenak. Entah kenapa Fandu merasa ia dan Luna harus lebih dekat lagi.

"Ah. males. Besok gue kasih tahu." balasnya tersenyum. Luna sontak saja manyun.

"Kunci motor lo mana? Antar gue pulang, ntar gue beliin bensin, sayang uang gue buat bayar taxi. Mobil gue rusak. Nabrak tiang listrik pas pulang tadi." ucapnya asal meminta kunci motor Luna. Alis luna terangkat. 

"Serius, lo enggak apa?" tanya Luna sambil menatap wajah Fandu. Jika ada yang terluka pada cowok itu.

Merasa tidak ada Luna meraba saku celananya, mengeluarkan kunci itu, dan tanpa basa basi dirampas Fandu.

"Serius," Fandu beranjak pergi.

"Gampang banget dibohongi." sahutnya terkekeh. Berjalan menjauh, Luna memajukan mulutnya manyun, mengejarnya dan memukul bahu Fandu kuat.

"Nyebelin banget sih lo."

"Emang." sahutnya singkat, padat, dan cukup kembali membuat Luna kesal. Fandu meraih helm milik Luna, dan menyodorkan pada cewek itu.

"Lo?" tanya luna serius.

"Gue kan nebeng, jadi enggak apa."

"Oke, serah lo, ya udah cepat, ntar hujan." jelasnya jengkel. Ia heran sejak kapan Fandu jadi banyak ngomong seperti ini. Fandu tersenyum. Menoleh ke atas langit. Tidak ada hujan. Jadi ia simpulin sendiri.

"Nggak ada hujan pun." ucapnya kesal, masuk ke motor Luna.

"Oh iya, satu lagi. Cukup gang depan yah Fan," jelasnya pada Fandu yang kini terpaksa mengangguk sedikit.

"Iya, bawel deh. Dasar pelit lu." balasnya mulai menjalankan motornya.

"Fan...?"

"Yah? "

"Lo kok nggak suka sama Selly sih, padahal dia suka banget sama lo." kata Luna serius setelah keduanya diam beberapa menit di atas motor. Fandu sontak memajukan mulutnya. Ini bukan waktu yang tepat membicarakan Selly. Bukan?

"Oh, males aja. Gue nggak suka, dan enggak ada alasan lain juga." Sahutnya serius.

"Pasti ada, lo suka seseorang, kan? Jujur deh, dan kasih tahu gue siapa dia, biar gue kasih tahu dia lo suka sama dia. Gua bakal bantu lo." selidik Luna. Ia tahu pasti ada sesuatu yang membuat Fandu tidak menyukai cewek itu.

"E-engak ada. serius gue. Kok lo bawel sih." balasnya serius.

"Atau... Jangan jangan lo masih suka sama yang kemaren." tebaknya sontak membuat Fandu terkekeh. Menggeleng.

"Kagak, nggak usah sok tahu dan enggak usah bahas Selly. Gue jalan kaki aja deh. Lo brisik banget jadi cewek." ucapnya membuat Luna tersenyum. Lalu menggeleng.

"Enggak, gue kepo aja sih soalnya." balasnya datar.

"Lo nggak takut sendirian pulang malam?" tanya Fandu heran, mencoba mengalihkan ucapannya. Ia benar-benar tak ingin membahas Selly sekarang.

Luna menggeleng.

"Enggak, kalau nggak hujan, gue kagak takut. Kenapa juga takut." sahutnya datar. Fandu mengangguk sedikit. Luna benar.

"Kok lo takut hujan?" tanya Fandu lagi.

"Ceritanya panjang banget. Yang jelas gue enggak suka hujan." sahutnya datar dan terdengar dingin. Fandu mengangguk lagi. Paham. Luna tidak ingin cerita banyak malam ini.

Fandu memberhentikan motor Luna tepat di gang masuk rumahnya. Ia berpikir sejenak. Belum beranjak turun. Menoleh ke arah Luna sebentar.

"Kenalin sama Mama gue dulu yuk. Lima menit deh." ucap Fandu sontak membuat Luna menggeleng cepat. Ia tak ingin itu terjadi. Kenapa harus kenalan segala.

"Enggak. Malu gue Fan. Lain kali aja. Rame-rame gitu." Luna mengelak, mengeleng cepat. Fandu tersenyum samar, ia kembali memacu motor Luna, membuat Luna memukul Fandu, hingga keduanya tiba di depan rumahnya. Ia rasa ini waktu yang tepat untuk mengenalkan Luna pada sang Mama. Fandu juga tidak tahu untuk apa, yang jelas ia hanya ingin Mamanya tahu ada Luna.

"Fandu bawel. Maksa banget sih jadi cowok." ucapnya kesal. Fandu tersenyum. Memasukan motor Luna ke garasi, lalu turun dari motor. Menoleh ke jam yang melingkar di tangannya. Sedangkan Luna masih duduk diatas motornya. Tidak ingin turun. Sialnya kunci motor itu masuk ke dalam saku celana milik Fandu.

Lihat selengkapnya