***
Jam setengah enam Luna Sudah selesai salat dan selesai belajar, dan matanya tiba-tiba tertuju pada flasdisk milik Fandu yang dia letakkan di atas laptopnya. Ia tersenyum. Meraih laptopnya itu dan mencolokkan benda itu di sana.
Mata luna membulat. Hanya ada satu file di sana.
Fandu
Berisi sebuah cerpen dan foto.
Luna tersenyum samar. Ia berminat membacanya.
"Maafin gue Fan. Gue khilaf. Gue penasaran soalnya. Kali ini aja." ucapnya tersenyum seolah-olah sedang berbicara pada Fandu. Ia mulai membacanya sambil tersenyum. Memuji cowok itu memang berbakat, buktinya cerpen ini bagus.
Lalu setelah selesai, ia memindahkanya ke dalam file laptopnya, ia punya ide untuk cerpen ini. Lalu beralih pada file satunya lagi.
Ada sepuluh foto.
Luna membukanya satu-satu. Kebanyakan isinya foto bersama. Luna, Fandu, Kevin, Tio, Tiva. Selly dan Silla. Ketika di lapangan basket. Hanya saja satu foto terakhir yang membuat alis Luna terangkat. Foto dia dan Fandu sedang duduk di perpustakaan. Ia sendiri tidak tahu foto itu kapan diambil. Luna sedang tersenyum dan Fandu juga. Terlihat sangat bagus.
"Wah, ganteng juga." suara Yuli sontak membuat Luna kaget. menutup laptopnya cepat. Lalu menoleh jengkel. Kebiasaan Yuli tak pernah berubah.
"Aduh Mbak, ngagetin deh." ucapnya kesal. Yuli tersenyum samar.
"Dari tadi kok Mbak panggil nggak nyahut. Kunci motor mana?" tanyanya tersenyum masih fokus ke laptop Luna. Berharap kembali dibuka.
Yuli memonyongkan bibirnya.
"Yang ngaterin tadi malam yah? Ganteng lho Lun. Lagi PDKT yah." ucapnya sambil mengedipkan matanya tidak jelas. Luna menggeleng cepat. Menatap Yuli makin kesal.
"Kagak. Apasih Mbak. Nih." ucapnya sambil meraih kunci motor di atas meja belajarnya dan menyodorkan ke tangan Yuli. Yuli tersenyum.
"Masa? Bohong." ucapnya beranjak dari belakang Luna lalu meraih keranjang berisi pakain kotor milik Luna di sudut kamar.
"Kagak Mbak. Itu teman." jawabnya jengkel. Beranjak ke tempat tidurnya. Dan duduk di sana sambil memainkan ponselnya.
Yuli mengangguk sedikit, berhenti tepat di depan lemari Luna dan membukanya.
"Ini jaket mau dicuci?" suara Yuli kembali membuat Luna menoleh. Lalu detik berikut ia mengangguk. Jaket itu memang harus dicuci dulu sebelum kembali pada pemiliknya.
"Boleh. Tapi bentar yah Mbak." Luna kembali berdiri. Yuli menganguk sedikit tersenyum.
"Ngapain? Mau nyium dulu." ucapnya membuat Luna menaikan bibirnya. Sejak kapan Yuli jadi se-alay ini.
"Kagak. Ngapain coba? Mau ngecek ada barang lagi nggak di sana." ucapnya jengkel. Meraihnya dan memeriksa kembali kantongnya. Dan tidak ada lagi. Luna kembali menyodorkan ke arah Yuli.
"Serius. Nggak mau cium dulu." ucap Yuli sambil meraihnya. Tersenyum sedikit.
"Kagak. Mbak jangan kebanyakam nonton drama Korea deh, makanya jadi lebay gini." ucapnya spontan membuat Yuli terkekeh. Ia memang sering menonton drama Korea. Yang paling ia sukai tentu saja drama The Heirs, ia bilang pada Luna ia menontonnya sampai menangis. kwkwk.
"Yang tadi malam lebih seru dari drama Korea lho Lun." ucapnya kembali membuat Luna menoleh, matanya membulat, bibirnya kembali manyun.
"Apaan sih Mbak. cuma dianterin doang." teriaknya jengkel dan Yuli sudah menghilang diganti Mamanya yang kini berjalan ke arahnya serius.
"Luna... ATM kemaren. Mama butuh uang." jelasnya serius.
Luna berjalan ke arah meja belajarnya dan meraih dompetnya, menyodorkan ke arah Mamanya.
"Oh iya, nanti pulang sekolah, Papa jemput kamu katanya, mau ajak berobat." jelasnya sontak membuat Luna menggeleng.
"Maaaa... Aku nggak mau."protesnya kesal. Lagi, lagi Mamanya menyuruhnya tanpa persetujuan dulu. Selalu seperti itu.
"Luna, jangan membangkang. Mama enggak punya uang buat ngajak kamu berobat." ucapnya dengan nada tinggi.
"Maa... Aku bisaa."
"Enggak ada bisa-bisaan Lun." ucapnya serius beranjak pergi. Luna menatapnya jengkel. meraih bantal di kasur dan membantingnya kasar. Suasana hatinya berubah seketika
***
Luna baru saja keluar dari perpustakaan. Satu pesan dari Anggun membuat ia lebih cepat dari biasanya. Biasanya Luna akan keluar dari perpustakaan sekitar dua menit menjelang masuk.
Anggun mengatakan kalau Bu Tuti guru BK sedang mencarinya ke dalam kelas. Tidak tahu untuk urusan apa. Tak biasanya guru BK itu mencarinya. Biasanya juga kalau ada urusan pasti di umumkan di meja Piket bukan di cari ke dalam kelas.
Luna disuruh untuk datang keruangannya juga. Luna mempercepat langkahnya sambil menoleh ke jam yang melingkar di tangannya. Tujuh menit lagi menjelang masuk. Sampai ia tak sadar kalau ada Lika yang juga sedang berjalan dengan langkah cepat. Keduanya sama-sama tidak melihat.
Bruuukkk.
Luna kaget, dan tentu saja semua buku yang dipegangnya berserakan di lantai.
"Eh Lun, sorry nggak sengaja." ucap cewek itu serius, menyadari kesalahannya, lalu menunduk meraih topi miliknya yang terjatuh di lantai. Luna menatapnya serius. Topi itu darinya. Dan ikut mengumpulkan buku milik Luna. Luna mengangguk sedikit, ikut menunduk. Mengumpulkan bukunya.
"Sorry, gue enggak sengaja banget Lun." ucap Lika lagi.