Luna hendak masuk ke dalam perpustakaan siang itu. Tapi langkahnya terhenti ketika Selly memanggilnya.
"Lun. Bentar." Luna menoleh ke arah Selly yang berjalan cepat ke arahnya diikuti Tiva dari belakang. Alis Luna terangkat. Gadis ini selalu menghindari dirinya sejak kemarin. Luna tak mengerti kenapa.
Dan sekarang tiba-tiba saja Selly mengikutinya hingga ke perpustakaan.
"Gue mau ngomong sebentar." Ucapnya serius. Memangku tangannya. Tersenyum sinis.
"Gue enggak nyangka sama lo Lun. Ternyata lo gitu?" ucapnya tanpa basa basi. Tentu saja Luna bingung. Ia tak mengerti apa maksud Selly padanya.
"Maksudnya?" tanya Luna heran.
"Oh. Luna masak lo nggak ngerti, sih? Lo tahu kan kalau Selly itu suka banget sama Fandu. Tapi apa? Sekarang lo malah nikung dia." Jelas Tiva serius. Sontak saja Luna tersenyum. Ia sudah tebak akan hal ini, buktinya terjadi sekarang.
"Maksud lo. Gue rebut Fandu dari lo." Sahutnya menunjuk Selly.
"Gue tahu lo suka sama dia. Dan gue juga enggak pernah rebut Fandu dari lo. Lo sama dia posisinya sama. Sama-sama teman gue. Dan gue nggak bermaksud rebut dia dari lo, lo aneh deh." Jelas Luna serius.
"Ya ellah Lun. Lo kenapa sih? Pakai acara ngeles juga. Udah jelas lo itu udah terbukti gitu ngerayu Fandu." Tambah Tiva lagi. Gadis super polos itu tetap ngotot dan Selly kembali mengangguk, membenarkan. Luna kembali menggeleng cepat. Itu sama sekali tidak benar.
"Gue nggak ada rayu Fandu Sell. Dan gue sama Fandu masih sama kayak kemaren. Udah yah kalau mau cari ribut sama gue, gue lagi nggak mau. Mending lo tanya langsung sama Fandu. Gue sama dia enggak ada apa-apa. Gue serius Sell." Jelas Luna serius. Beranjak pergi, masuk ke dalam perpustakaan dengan langkah cepat. Ia menggeleng heran. Tebakannya benar saja. Selly kembali menjauh gara-gara Fandu. Dan kenapa semua orang selalu menganggapnya aneh. Luna meletakkan bukunya di atas meja. Lalu menoleh ke arah ponselnya. Sudah empat hari ini Mamanya belum pulang juga. Dan tidak ada kabar juga. Ke mana Mamanya pergi. Tadi sebelum berangkat sekolah ia sudah berpesan pada Yuli untuk mengabarinya kalau Mamanya pulang. Padahal Mamanya sudah janji akan pulang kemarin. Tapi ia tak muncul juga. Tak biasanya Mamanya pergi lama. Biasanya hanya satu atau dua hari saja. Tadi pagi Luna mencoba menghubunginya dan nomornya tidak aktif. Luna menatap lurus ke depannya. Bagaimana jika Mamanya hilang. Dan apa yang terjadi dengannya. Luna menggeleng. Ia tidak ingin hal buruk itu terjadi padanya.
"Lun. Yah melamun." satu tepukan dari Tio sontak membuat Luna kaget.
"Astaga. Tio. Lo mau bikin gue jantungan?" balasnya kesal. Tio menggeleng tersenyum.
"Ya enggak lah Lun. Masa teman disuruh sakit. Nggak ke kantin, lo? Malah melamun lagi sendirian di sini?" tanya cowok itu bingung. Luna menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu mengangguk.
"Gue lagi nggak lapar. Iya nih lagi banyak masalah." Sahutnya tersenyum mulai membolak balik bukunya. Ia bingung untuk memulainya dari mana.
"Masalah adalah hidup. Hidup adalah masalah." Balasnya sontak membuat Luna terkekeh kecil. Tio benar.
"Jadi kalau nggak mau bermasalah. Silakan mati." Balasnya Luna cepat. Tio mengangguk mantap.
"Ya seperti itu. Tuh, Luna tahu." Balasnya cepat. Sedikit tersenyum.
"Oh iya. Geng lo mana?" tanya Luna heran. Tak biasanya Tio sendiri. Dan ke perpustakaan pula. Cukup langkah memang.
"Nah itu dia. Fandu lagi nemanin Kevin lagi godain anak kelas satu. gue enggak mau ikutan. Itu gengnya pacar gue. Nanti gue dijelekin sama Mama gue di rumah sama dia. Suka godain anak kelas satu. Kan enggak asyik Lun. Padahal kata Kevin itu keren." Balasnya membuat Luna tersenyum samar.
"Berarti suami-suami takut istri dong." Balasnya langsung dapat anggukan dari Tio.
"Gue males adu mulut mulu sama dia." Balasnya lagi. Luna hanya tersenyum mendengarnya. Tio sudah berpacaran selama satu tahun sama dengan pacarnya itu. Jadi keluarganya sudah cukup dekat.
"Gimana, lo?" tanya Tio serius. Alis Luna terangkat. Tak mengerti dengan pertanyaan itu
"Apanya yang gimana?" tanya Luna heran.
"Fandu?"
"Dia udah nembak lo, belum?" ucapnya sontak membuat alis Luna terangkat lalu detik berikutnya ia tersenyum samar.
"He? Nembak apaan? Emang dia suka sama gue gitu?" Balasnya asal. Tio mengangguk cepat.
"Yah, dia suka banget sama lo. Udah lama. Cuma aja enggak mau ngaku. Pas kita tanya selalu bilang ' Enggak' dan ngalihin pembicaraan sampai ke Korea Selatan." balasnya membuat Luna terkekeh kecil.
"Jauh banget yak. Itu buktinya dia enggak suka sama gue. Dan dia nggak nembak gue,"
"Apaan sih? Jadi nggak usah bahas Fandu. Ntar Selly dengar dan nyerang gue lagi kayak tadi. Bikin sakit kepala gue." Balasnya kesal. Alis Tio terangkat. Ia menatap Luna serius.