Baru di ambang pintu kamar Luna. Lika kembali masuk. Ia lupa mengatakan sesuatu.
"Oh iya. Kamar lo tepat banget di depan kamar Fandu. Cek aja. Gue rasa dia udah bangun juga. Tu cowok sering lari pagi." tunjuknya ke arah jendela kamar Luna. Luna menoleh cepat. Lalu kembali melihat Lika sudah menghilang dibalik pintu kamarnya yang tertutup rapat.
Luna berdiri. Berjalan ke arah jendela itu dan membukanya. Dan benar saja. Kamar yang berada didepan kamarnya lampunya sudah menyala. Dan terbuka lebar. Fandu keluar. Sontak Luna mundur dan menutup pintu jendela kamarnya cepat. Ia takut Fandu melihatnya disana. Detak jantungnya berdetak cepat. Ia ragu ragu mulai mengintip lewat tirai. Fandu sedang berdiri disana, sedang meregangkan ototnya. Dan Luna terpaku. Cowok itu memang pulang dan. Seribu pertanyaan muncul. Ini kembali membuat Luna bingung. Fandu pulang dan tidak menghubunginya Padahal ia ingin sekali bertemu cowok itu. Ia berpikir Fandu mengabaikan dirinya dan janjinya?
Luna kembali melihat Fandu sudah menghilang dan pintu kamar itu masih terbuka lebar. Luna membuka pintu kamarnya cepat. Mencari sosok itu dan matanya tertuju pada Fandu yang kini berlari kecil ke arah pagar rumahnya. Cowok itu lalu menghilang dijalanan yang masih berkabut itu. Luna menghembuskan napasnya. Ia sudah bisa menebak semua yang terjadi pada dirinya sekarang. Orang-orang yang dicintainya pasti akan meninggalkannya. Termasuk Fandu. Dan Luna sudah tidak ingin memikirkannya lagi. Toh. Ia rasa semuanya sudah jelas, bukan?
Luna Mundur dari jendela dan beranjak ke kamar mandi. Ia pikir sekarang bukan hal yang tepat untuk memikirkan Fandu dan masalah cinta. Yang harus ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia bisa keluar dari rumah ini.
***
Jam istirahat baru saja berbunyi Luna dan Silla sedang berjalan di koridor kelas. Menuju kantin.
"Lun? Serius lo Pindah rumah?" Silla berbicara sedikit berbisik kearahnya. Sontak Luna menoleh. Ia mengangguk sedikit.
"Iya. Rumah gue dijual." balasnya datar.
"Gue dengar dari Selly kemaren. Jadi sekarang lo tinggal sama papa lo." lagi lagi Luna mengangguk .
"Iya. Untuk sementara waktu." balasnya. Silla mengangguk anguk saja. Ia paham dan tak ingin membahasnya lebih.
"Lo udah ketemu Fandu belum. Kemaren Tio dan Didi cs chat gue. Ngajak ketemuan dicafe sama Fandu. Mau chat lo. Eh paket gue malah habis." ucap Silla serius. Alis Luna terangkat. Ia tidak dapat berita itu.
"Kagak jadi deh gue ketemu. Dan malah pergi ama kakak gue."
"Pas malam eh malah ketemu sama Fandu sama cewek lain. Cantik juga. Ceweknya kali yah." Luna terdiam ia menatap lurus kedepannya.
"Kek model gitu. Gue mau nyapa malah jadi minder." tambahnya Silla tersenyum.
"Kali aja iya." balas Luna singkat sedikit tersenyum samar.
"Iya yah Lun. Nggak mungkin juga kan Fandu dapat cewek jelek kayak kita. Secara Selly aja ditolak. Lah kita." Silla bergumam tak jelas makin membuat telingga Luna terasa pedas. Pantes saja Fandu tidak ingat dirinya, toh udah dapat yang baru. Oh bukan yang lama. Yang tidak pernah ia tahu. Luna tersenyum samar. Lalu menggeleng. Dan bagaimana dengan dirinya?.
***
Sepulang dari sekolah. Luna menghabiskan waktunya tidur dikamarnya hingga jam sepuluh malam.