Luna membulatkan matanya melihat Lika yang kini memaksanya untuk ikut dengannya padahal Luna sudah menolaknya.
"Ikut aja. Ke kamar gue duluan. Tadi gue cek nggak ada baju lo yang cocok buat kesana." Lika menarik paksa tangan Luna berjalan ke arah kamarnya. Langsung menuju lemarinya. Mengambil dua baju yang cukup Membuat Luna merasa ingin muntah. Dress singkat dengan warna mencolok.
"Kita ke Klub. Gue juga mau lihat seberapa suka Fandu sama lo sejauh ini." ucapnya tentu membuat Luna bingung.
"Maksudnya?" tanya Luna ingin tahu.
"Iya. Dulu gue pernah nanya lo sama dia. Dia bilang dengan entengnya suka sama lo. Jadi kita lihat aja. Seberapa suka dia lihat lo disana. Sebelum nya kita kerumah oliv dulu." ucapnya menutup pintu kamarnya mendorong Luna yang masih bingung. Apalagi setelah mendengar nama Oliv.
"Kenapa kesana?" tanya Luna heran.
"Iya lah. Dia kan teman ku juga Lun. Tu Fandu juga pergi tu." Lika menunjuk keluar jendela kamarnya melihat mobil Fandu yang kebetulan keluar dari gerbang rumahnya. Mobil berbeda dari yang sering dibawahnya ke sekolah.
"Fandu kemana?" tanya Luna heran.
"Yah ke klub lah. Lo pikir kemana? Kan udah gue jelasin tadi, cepat pake," ucapnya tersenyum. Luna menggeleng. Ia sedikit mual melihat dress selutut berwarna mencolok dengan belahan dada rendah yang di suruh pakai oleh Lika padanya. Sedikit ngeri memang. Toh ia belum.pernah pakai yang seperti ini sebelumnya. Hampir semua baju Luna dipilih dengan se usianya pada umumnya.
"Gue mau baju yang lain." balasnya dongkol. Lika tersenyum sedikit. lalu mengangguk. Meraih dress lain, berwarna merah muda dan Luna rasa cukup sopan walaupun singkat. Jadi ia memilih memakainya.
"Gimana sama bunda sama papa?" ucapnya sambil memasang baju itu menanyakan kedua orang itu. Jika ketahuan ia pergi ke tempat yang tidak seharusnya.
"Kita nggak bakal dimarahin?" lanjut Luna heran. Lika tersenyum samar. Menggeleng.
"Papa kerja. Bunda kerja. Mereka selalu sibuk dengan kegiatan mereka. Jadi pasti nggak tahu dong. Kalau pun tahu. Mereka nggak peduli Lun." balasnya serius. Ada raut wajah tak biasa yang Luna lihat dari wajah itu.
"Dan Ini salah satu cara buat ilangin suntuk kita." ucapnya tersenyum keluar dari kamarnya diikuti Luna masih dengan tampang bingung. Melihat ke arah Yuli yang kini menatapnya aneh.
"Eh. Mbak. Aku bawa Luna ke Cafe." Lika tau tatapan itu dan segera berbohong. Dan Luna hanya bisa mengangguk, merasa berdosa memang.
"Iya mbak. Aku pamit." Luna tersenyum segera mendorong Lika agar menjauh dari tatapan Yuli yang masih tak bisa ia jelaskan itu.
Lima belas menit berlalu mobil Lika berhenti tepat disebuah rumah berukuran cukup besar. Dengan nuansa modern. Luna rasa Oliv juga cukup kaya. Seorang cewek muncul dibalik gerbang disana memakai dress selatut berwarna hitam. Cukup sexy. Luna menatapnya aneh.Sepertinya Lika sudah menghubunginya terlebih dahulu. Tanpa menunggu lama Oliv masuk.
"Eh ada anak baru?" ucapnya saat masuk kedalam mobil Lika. Menyalimi Luna yang masih bingung. Oliv jauh lebih cantik bak model. Modis. Tinggi dan raut wajah ceria.
"Oliv," ucapnya tersenyum ramah.
"Luna," sahut Luna ikut tersenyum.
"Oh jadi ini adik lo yang lo ceritain kemarin itu. Cantik juga." Oliv menunjuk ke Luna sambil merapikan rambutnya, menutup pintu mobil Lika.