Yes or No

Nuna Iu
Chapter #26

Seribu Pisau


Kaki Luna bergetar, air matanya jatuh. ia menatap mamanya tak percaya. Ruangan biru itu. Dan sebuah tempat tidur terletak disudut ruangan. Mamanya sedang tertidur dengan sebuah gelang rantai di kakinya. Perlahan tapi pasti Luna mendekat, memastikan kalau orang itu bukan mamanya. Bukan orang yang paling ia cinta itu. Hatinya hancur, serasa ditusuk seribu pisau. Orang yang dicintai nya berada ditempat ini. Bagaimana bisa?

"Tadi ibuk baru saja ngamuk. Dikasih obat penenang sama dokter. Jadi dia ketiduran." seorang perawat berbaju biru muncul, ia menatap Luna serius.

"Kamu pasti Luna, kan? dia selalu menyebut mu setiap saat," suster berumur 30 tahun itu berucap serius.

"Sus... Kenapa?" Luna tak mampu bertanya. Hatinya benar benar rapuh, pecah dan terasa sangat sakit.

"Kenapa mama disini? Mama baik baik aja selama ini." Luna terbata air matanya menetes. Mendekat, lalu memeluknya erat.

Tangis Luna pecah. Ia menatap mamanya serius. Wajahnya tampak pucat, kusut dan sama sekali tidak diurus. Perlahan mata mamanya terbuka ia sontak duduk dari tidurnya. Menatap Luna serius, lalu tersenyum.

"Anak mama. Luna. Akhirnya." ia meraih tubuh Luna dan memeluknya erat.

"Mama mau pulang, mama mau kita sama sama lagi. Sama papa, sama kakak kamu. Ayo kita pulang." ucapnya lirih.

"Mama nggak gila Lun. Mama sehat. Papa kamu saja yang berlebihan." Lanjutnya terisak. Luna mengangguk sedikit. Ia menyeka air matanya. Sedih.

"Iya mah. Aku ngerti. Aku pasti ngeluarin mama dari sini." ucapnya menenangkan, melihat ke arah mamanya yang kini tersenyum samar, ia kembali menarik Luna dan memeluknya erat.

"Mama Rindu kamu, nak." katanya lirih. Luna diam, air matanya kembali menetes deras.

"Aku juga mah." balasnya.

"Kamu tahu kan, mama tidak suka tempat jelek ini. Mama mau pulang kerumah kita sama kamu. Keluarin mama dari sini." ulang mamanya. Luna kembali mengangguk.

"Mama tunggu disini. Aku akan urus ini." ucapnya cepat, menoleh ke suster yang kini mengangguk lemah.

"Ma. Aku keluar dulu." Luna pamit mencium pipi mamanya, lalu beranjak pergi. Dengan langkah cepat. Diikuti sang perawat.

"Sus, aku mau keluarin mama." ucapnya.

"Enggak bisa Lun. Kemarin saja mama kamu sempat membenturkan kepalanya di dinding beberapa kali. Dan sebelum bapak membawa nya kesini ibu sempat hendak gantung diri di rumah nya." ucapnya sontak membuat Luna menghentikan langkahnya, melihat ke suster itu serius.

"Plis sus. Nggak usah melebihkan penyakit mama saya. Dia normal, dia baik. Dia memang sempat drop kehilangan kakakku. Hanya saja itu tidak lama." Luna tidak terima, ia mendadak kesal dengan penjelasan suster itu.

"Kami tidak melebihkan, semua fakta. Dan kami tidak bisa mengeluarkan Ibuk kalau bukan atas saran bapak." ucapnya serius.

"Maaf nak. Pulang lah. Dan kunjungi ibumu sekali kali. Itu bisa membuat dia tampak lebih baik." lanjutnya membuat Luna menggeleng kesal. Mengusap kepalanya, dan beranjak pergi. Ia benci papa nya, benci semuanya.

***

Biasanya jam sepuluh Luna sudah tidur. Tapi malam ini tidak. Sudah pukul setengah sebelas malam. Ia masih berada diruang tengah. Duduk di sofa disana. Menunggu papanya pulang. Ingin menanyakan banyak hal tentang kondisi Mamanya.

"Lun. Ayo tidur. Kita bicaran ini besok saja." bujuk Yuli yang sedari tadi melihat nya bingung.

"Besok kamu sekolah, ayolah." tambahnya. Luna menggeleng.

Lihat selengkapnya