Luna sudah berada di kamar rawat inap Fandu. Cowok itu sekarang sedang tidur. Dan sang perawat yang baru saja keluar memberi tahu Luna untuk tidak membangunkan nya, toh, tanpa di suruh pun Luna tidak akan membangun kan Fandu. Fandu tidur itu lebih baik, menurutnya, karena kalau tidak ia tidak ingin berdebat dengan Fandu lagi. Ia sudah lelah.
"Eh Luna?" suara mama Fandu dan suara pintu ditutup kembali membuat Luna menoleh, melihat wanita paruh baya itu berjalan ke arah meja kecil disamping tempat tidur Fandu, meletakkan dua tas kertas yang di bawanya, lalu beranjak ke arah Luna dan mengambil duduk disana sambil terus tersenyum, seolah tidak ada masalah yang terjadi diantara mereka, toh, sudah jelas kalau Luna lah yang menyebabkan Fandu kecelakaan. Luna menundukkan kepalanya, merasa bersalah memang.
"Tant, maafin aku soal Fandu," ucapnya dengan nada lirih sebelum mama Fandu memulai pembicaraan.
"Tidak apa, toh, Fandu bilang bukan kesalahan kamu, itu kesalahan dia. Karena ceroboh dan bodoh saja." ucapnya tersenyum sambil menepuk pundak Luna lembut.
"Makasih Tan, tapi tetap saja, Fandu seperti ini karena aku." sesalnya. Kembali mama Fandu menggeleng tidak.
"Sudah, tidak usah dibahas," balasnya tersenyum lagi.
"Gimana sama ibumu, sudah sehat?" tanyanya pelan, sedikit berhati-hati, sontak saja Luna menoleh serius, ia bingung, apa maksud mama Fandu menanyakan hl ini padanya, lalu detik berikutnya Luna menjawab.
"Tidak tahu Tan, aku juga bingung." balasnya lemah. Kembali mama Fandu mengusap pundak luna lembut.
"Tante cuma bisa doakan yang terbaik untuk keluarga kamu. Tante juga nggak nyangka ucapan Fandu, ternyata papa kamu sejahat itu, tante nggak habis pikir." jelasnya. Luna paham, kenapa bisa mama Fandu tahu soal ini, toh Fandu sudah bercerita banyak soal mamanya pada wanita ini. bagaimana bisa.
"Kalau lagi suntuk dirumah itu, kamu bisa kerumah tante kok, terus kamu juga bakal bisa tidur disana, tante punya kamar anak cewek kayak kamu." ucapnya tersenyum lagi dan lagi. kali ini Luna ikut tersenyum, rasanya menyenangkan, melihat mama Fandu tersenyum seperti ini. Ia juga tidak tahu kenapa, yang jelas hatinya terasa berbeda.
"Rumah tante selalu terbuka untuk kamu, walaupun sampai kamu nggak teman sama Fandu, kamu tetap udah tante anggap sama seperti anak sendiri." tambahnya lagi.
"Makasih Tan. " hanya itu yang mampu keluar dari mulut Luna, ia terharu, dan bingung, tidak tahu harus berbuat apa yang jelas kedatangannya kali ini tidak sia-sia. Dan memang Fandu tidak bisa ditebak, tapi melihat ibunya begitu baik Luna sedikit tenang. Sama seperti beberapa kali bertemu dulu.
"Maaf kalau Fandu sering membuat kamu kesal, dia memang anak yang seperti itu, tak bisa ditebak, dan tante juga bingung sama sifatnya itu." lanjut nya mama Fandu. Luna mengangguk sedikit, paham.
"Aku seperti apa sih Ma?" Suara Fandu sontak membuat Luna dan mamanya menoleh. Fandu terjaga dari tidurnya.
"Kamu bandel, mama nggak suka." balas mamanya jengkel, Luna refleks tersenyum. Sudah lama sekali ia tidak melihat ibu dan anak ini bertengkar.
"Sekali doang Ma. Mama gitu deh, jangan belain Luna, lihat nih gara gara dia aku jadi gini." Fandu berusaha duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur. Bersikap sok manja didepan mamanya.