Aluna menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya, sedikit bernapas lega dan bersyukur Fandu tidak membawanya kemana-mana, ia sudah sampai lagi di kamarnya, niat untuk tidur langsung buyar saat ia menyadari kalau ia belum cuci muka, ganti baju dan lain-lain. Segera Aluna bangkit kembali dari tempat tidurnya, hendak beranjak ke kamar mandi, tapi ketukan pintu di kamarnya membuat Luna menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada asal suara dengan tatapan malas.
"Lun, bibik mau ngomong." Suara pengurus rumah Bundanya terdengar dari balik pintu kamar Luna. Luna beranjak sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu membuka pintu itu. Sang pengurus rumah menunjuk ke arah Fandu yang kini tersenyum ke arahnya, lalu detik berikutnya ia mendekat. Luna menatapnya heran, bukan kah tadi mereka sudah pamitan.
"Gini nak Luna, Ibuk musti pulang soalnya anak Ibuk lagi sakit, jadi malam ini Nak Luna ditemani Mas Fandu yah, nanti selebihnya Mas Fandu yang jelasin." Jelasnya pada Luna yang kini menatap Bik Ida dan Fandu dengan tatapan bingung.
"Tinggal dulu Mas Fandu. Makan malam juga sudah bibik siapkan di dapur kalau kalian mau makan." Ucapnya pada Fandu dan Luna yang kini menganggukkan kepalanya cepat.
"Oke Bik, makasih, Luna aman kok kalau sama aku." Ucapnya serius. Alis Luna terangkat penuh tanda tanya, lalu detik berikutnya ia kembali melihat ke arah Fandu heran.
"Jelasin Fan?" tanyanya ketus. Fandu memajukan mulutnya manyun. Lalu berusaha menjelaskan.
"Gini Luna, tadi bunda lo telepon gue, katanya suruh jagain lo, soalnya Papa lo kecelakaan, dan dia buru buru pergi sama Alika dan nggak bisa hubungin lo, begitu." Jelas Fandu serius. Luna menatapnya serius. Sedikit tak percaya. Ini gara-gara teman temannya yang menyembunyikan ponselnya. Ia jadi tidak tahu berita buruk ini.
"Trus papa sekarang gimana? Lo kayaknya harus antar gue kesana deh." Balasnya cepat. Fandu menggeleng.
"Justru itu, ini udah malem Lun, dan tadi Bunda lo bilang Papa lo udah sadar dan udah bisa telpon dia, ini ponsel sama dompet lo baru aja dianterin Tiva ke rumah gue, katanya takut lo marah. Sekarang ganti baju trus tidur, gue tidur di sofa ruang keluarga lo aja, kalo ada apa-apa kabari saja." Jelas Fandu serius, lalu beranjak pergi meninggalkan Luna yang kini bingung untuk berbuat apa. Secepatnya ia mencoba menghubungi nomor bundanya, tapi sialnya tidak di angkat, Luna mencoba menghubungi nomor Alika, beruntung Alika mengangkatnya cepat.
"Hallo Lun?" sapa gadis itu dengan nada serak.
"Papa gimana?" tanyanya tanpa basa basi.
"Hm, udah nggak apa-apa Lun, cuma ada beberapa luka di kepala papa dan trus kata papa dadanya sakit, jadi perlu tindakan lanjut, trus sekarang bunda lagi bicara sama dokternya. Fandu udah dirumah, kan?" tanyanya serius. Luna sedikit bernapas lega.
"Udah, diruang keluarga, kenapa mesti minta Fandu temanin aku sih? Kan aku bisa nyusul." Ucapnya kesal.
"Justru itu Lun, lo kagak bisa dihubungin pas mau diajak, Bik Ida malah pamit tadi sore sama Bunda mau pulang anaknya lagi sakit, dan, eh tiba-tiba papa kecelakaan, dan Bunda bingung mau minta temanin kamu sama siapa, Mbak Yuli juga kagak bisa di hubungi." Jelasnya panjang lebar, Luna kembali menggaruk kepalanya kesal.
"Gue juga takut kali lo dititipin sama Fandu, bisa gawat, ingat nanti kamar lo dikunci. Rumah Fandu juga lagi kosong, Mamanya lagi keluar negeri sama Papanya. Jadi kita udah nggak punya pilihan." Tambah Alika serius. Luna hanya menarik napas berat dan menghembuskan perlahan.
"Ingat Lun, nanti kalau Fandu macem-macem sama lo pukul aja, trus lari ke pos depan." Alika kembali mengingatkan membuat Luna yang kini tersenyum samar. Setidaknya Fandu tak seburuk itu padanya, buktinya selama ini mereka baik-baik saja, dan Fandu selalu bersikap baik saja padanya.