Flo dan Zizzy turun ke lantai bawah untuk mengambil cokelat panas. Mereka berdua mengenakan sweater tebal. Zizzy mengenakan sweater bergaris-garis dengan syal polkadot berwarna krem terlilit di lehernya, sedangkan Flo mengenakan sweater merah polos. Kedua gadis itu mengambil masing-masing satu gelas cokelat panas di dekat mesin pembuat kopi.
Flo meniup cokelat panasnya sehingga uapnya membumbung ke udara. “Hm, kelihatannya lezat sekali.” Ia menyesap sedikit. Merasakan kehangatan dari minuman cokelat itu mengalir di tenggorokannya, lalu mengalir ke dada dan berakhir di perutnya. Rasanya hangat sekali. “Cokelat panas selalu yang terbaik di musim dingin.”
Zizzy memegang gelasnya cukup lama untuk menghangatkan tangan, lalu menyesapnya.
Flo melihat ke sekeliling. Penginapan mereka sepi. Sepertinya semua orang sedang berada di luar. “Kau tidak ingin bermain ski atau snowboard?” tanyanya pada Zizzy. Ia mengetuk-ngetukkan ujung sepatu botnya ke lantai.
“Tidak.” Zizzy menggeleng sebelum menyesap minumannya lagi. “Yang ingin kulakukan hanya membaca di dekat perapian dan memakan kue vanila dengan buah-buahan segar.” Ada satu etalase kue di penginapan ini, jadi mereka bisa memesan kue sembari bersantai.
Flo mengangkat sebelah alisnya. “Kau jauh-jauh datang kemari hanya untuk membaca dan makan kue?”
“Aku tidak suka olahraga.”
Mereka berdua kembali ke lantai dua. Flo ingin mengambil perlengkapan snowboardnya sementara Zizzy mengambil buku untuk dibacanya di bawah. Meera sudah pergi ke lereng gunung duluan bersama Monroe. Flo yang tadinya sangat bersemangat, malah mengantuk setelah sampai di kamar. Jadi ia tidur sebentar. Karin dan Nuna juga sudah pergi.
Di anak tangga teratas, Flo berpapasan dengan seseorang. Nyaris saja cokelat panasnya tumpah. “Wups.”
“Eh, Floyd,” sapa seseorang di hadapannya. Landon.
Landon adalah teman sekelas Flo dan Zizzy. Tinggi, berkulit kecokelatan, rambutnya cokelat tua kepirangan, dan bermata biru. Ia bermain futbol di sekolah. Salah satu pemain terbaik Flo rasa. Gadis itu bukan penggemar futbol, tapi ia tahu Landon bermain dengan sangat baik.
“Kalian mau ke mana?” tanya Landon. Ia membawa papan dan tongkat ski di tangan, kacamata ski terpasang di atas dahinya.
“Kami mau ke kamar,” jawab Flo.
“Kalian tidak bermain ski?”
Flo menipiskan bibirnya. “Mungkin nanti.”
“Oke, sampai nanti.” Landon melewati mereka lalu menuruni tangga.
Flo memperhatikan cowok itu turun sampai dia keluar dari pintu depan.
“Aku tahu kau menyukainya.”