Monroe mengajak Meera ke halaman depan penginapan pada pukul dua belas malam kurang sepuluh menit. Monroe menyelinap ke area kamar perempuan dan membangunkan pacarnya. Untungnya, Nuna yang tidur di samping Meera tidak menyadari kalau temannya menghilang dan tetap tidur nyenyak. Flo dan Karin yang tidur di ranjang sebelah juga tidak bergerak.
Halaman penginapan sepi, hanya ada beberapa orang. Salju turun sedikit-sedikit. Walaupun sekarang tengah malam, tapi hamparan salju dan lereng masih terlihat.
“Apa yang kita lakukan di sini?” Meera meniup-niup kedua tangannya. “Dingin.”
Monroe mengeluarkan satu pasang sarung tangan rajut berwarna persik dengan motif berbentuk hati kecil-kecil. Ia memakaikan sarung tangan itu ke tangan Meera. Sarung tangannya tidak terlalu tebal, namun ternyata sangat hangat.
“Lebih baik?”
“Ya, terima kasih,” jawab Meera.
Monroe mengeluarkan satu barang lagi dari saku mantelnya. Kopi kaleng rasa moka. Favorit Meera. “Ini. Minum.” Ia menyodorkannya.
Meera mengambil minuman kaleng itu, masih hangat, lalu membuka pengaitnya. Ia masih agak bingung apa maksud Monroe mengajaknya kemari. Mereka bukannya tidak pernah menyelinap untuk menghabiskan waktu berdua seperti ini, tapi biasanya mereka punya tujuan. Ia meminum kopi mokanya perlahan sambil melirik Monroe dari sudut matanya. Cowok itu diam saja. Matanya memandang ke atas dan kedua tangannya berada di dalam saku mantel. Meera mengikuti arah pandangan Monroe, dan terkejut melihat betapa banyaknya bintang-bintang bertaburan. Bulan purnama juga bersinar terang. Sekitar dua menit kemudian terlihat kembang api meluncur ke atas langit, meledak-ledak di antara malam selama beberapa saat. Meera refleks mengangkat tangannya ke telinga, ia tidak memperkirakan adanya kembang api. Namun gadis itu menikmatinya.
“Selamat hari jadi setengah tahun dua bulan.”
Meera menoleh. Monroe sedang menatapnya lembut dengan kedua mata hijaunya, bibirnya tersenyum manis. Meera tidak bisa berkata apa-apa.
Sejak kemarin Meera sudah tidak yakin apakah Monroe akan mengingat tanggal hari jadi mereka. Selama mereka pacaran, Monroe sering melupakan hal-hal kecil seperti itu. Monroe bisa menjadi romantis, tetapi itu bukan karakter utamanya. Ia lebih sering disibukkan dengan urusan sekolah karena cowok itu adalah ketua badan siswa, dan juga berposisi sebagai gelandang tengah dalam tim sepakbola mereka.
“Aku sengaja mengajakmu kemari pada tengah malam. Mereka menyalakan kembang api setiap jam dua belas malam. Dan aku tahu kau menikmati pemandangan langit berbintangnya,” ujar Monroe masih tersenyum. “Juga kopi itu.”
Meera meneguk kopinya sekali lagi. Ia tertawa kecil. “Wow.” Ia melihat sekeliling. “Kau melakukannya dengan baik. Aku terkesan.” Meera masih agak terkejut. Hal ini sangat sederhana tapi ia menyukainya. Menjadi pacar seseorang paling penting dan sibuk di sekolah mungkin sedikit melelahkan, namun senang sekali rasanya mendapatkan sebuah kejutan darinya.
Monroe memutar tubuhnya menghadap Meera. Ia menggenggam kedua tangan gadis itu lalu berkata, “Aku tahu mungkin selama ini aku belum menjadi pacar yang baik untukmu. Perhatianku sering terbagi antara urusan sekolah dan dirimu. Saat seharusnya kita pergi menonton film bersama pada Sabtu malam, tapi kemudian tidak jadi karena aku harus mengurus acara himpunan. Saat seharusnya kita menonton pertandingan futbol bersama pada Kamis malam, tapi berakhir dengan kau pergi bersama teman-temanmu. Aku jarang mengantarmu ke kelas, dan kadang-kadang kau harus pulang sendiri karena aku ada rapat atau latihan sepakbola. Saat makan siang kau harus mengalah karena banyak orang yang berbicara padaku. Aku menyadari semua hal itu. Seharusnya aku lebih memperhatikanmu, aku tahu. Meskipun aku belum melakukannya dengan baik, aku akan selalu berusaha menjadi pacar yang baik untukmu.”
Meera tersentuh. Tidak pernah dibayangkannya Monroe berkata seperti itu padanya.
Meera sudah menyukai Monroe sejak tahun pertama SMA. Di tahun pertama, mereka tidak pernah sekelas dalam pelajaran apapun. Tapi kemudian di tahun kedua, mereka sekelas di kelas sejarah Amerika. Saat itu Meera mendengar kabar Monroe sedang dekat dengan seseorang, dan akhirnya berpacaran dengannya. Meera hanya bisa diam saja saat itu. Sampai pada saat akhirnya mereka menjadi dekat sebagai teman dan Monroe putus, Meera mulai berusaha mendapatkan hati cowok itu.