Keadaan di lantai bawah dan lobi sepi, tidak ada satu orang pun. Beberapa lampu dimatikan, membuat seisi ruangan bercahaya remang-remang. Liz yang biasanya terlihat di balik etalase kue juga tidak ada di sana. Padahal Meera berniat untuk makan kue saat ini. Mereka bertiga berjalan pelan-pelan sambil mengendap-endap, tidak mengerti juga kenapa mereka melakukan itu. Perapian di lantai bawah tetap dinyalakan, dan di sini suasananya jauh lebih hangat.
Di meja panjang tempat biasanya para pegawai menyediakan sarapan, makan siang, dan makan malam tidak ada apa-apa kecuali sepiring pizza yang sudah dingin sisa makan malam tadi, dan semangkuk buah. Flo dan Meera mengambil pizza itu, sementara Sally mengambil beberapa buah apel dan pir. Meera kemudian melangkah tanpa suara ke arah dapur, yang diikuti oleh Flo.
“Apakah tidak apa-apa jika kita masuk ke dapur?” tanya Sally dengan suara pelan.
Flo meletakkan jari telunjuk di tengah kedua bibirnya. “Sst. Sudah tidak apa-apa.” Ia mengayun-ngayunkan tangan ke depan pada Sally.
Dapur ternyata sudah dibersihkan. Tidak tersisa makanan atau bahan makanan di dalamnya. Piring-piring kotor juga sudah dicuci dan bumbu-bumbu sudah ditata rapi di dalam kabinet. Lantainya juga bersih. Akhirnya mereka bertiga beralih ke pantry.
Flo dan Meera membuka dua pintunya yang cukup besar, lalu terlihat berbagai macam jenis makanan bungkus dan kalengan. Ada roti, selai, buah kalengan, berbagai jenis minuman, botol saus, dan persediaan makanan lainnya. Mereka memerhatikan isi pantry, lalu mengambil beberapa botol minuman untuk dibawa ke ruang duduk.
“Haruskah kita mengambil keripik kentang itu juga?” tanya Flo, ia menunjuk sebungkus keripik kentang di bagian bawah pantry.
Meera berpikir sebentar. “Hm, ambil saja.” Ia membungkuk untuk meraih bungkus keripik itu dan menutup pintu pantry.
Sally segera berlari kecil melintasi dapur yang disusul Meera dan Flo, dan Flo sempat-sempatnya menyambar botol saus sambal kecil yang ada di dekat meja konter lalu melesat meninggalkan dapur.
Sally sampai di depan tangga duluan dan melangkahkan kakinya di anak tangga pertama ketika ia melihat Dina di puncak tangga. Dina diam saja di anak tangga teratas sambil memperhatikan Sally, sehingga gadis itu memanggilnya. “Dina, kau sedang apa di sana? Kami sedang mengambil beberapa cemilan,” kata Sally, ia mengisyaratkan Dina untuk turun.
Dina tidak menjawab. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Sally menoleh ke koridor yang mengarah ke dapur. Flo dan Meera lama sekali. Ia mendongakkan kepala untuk melihat apa yang sedang mereka berdua lakukan. Tak lama kemudian kedua gadis itu muncul.
“Pintu dapurnya tadi macet,” ujar Flo. “Aku dan Meera harus menutupnya dengan keras."
“Merepotkan saja,” gerutu Meera sambil menghembuskan napas, ia menaiki anak tangga. “Aku sudah lapar.”
Sesampainya di lantai dua mereka langsung menghempaskan diri di sofa dan menaruh makanan yang mereka ambil di atas meja. Dina sudah kembali tidur di atas sofa dengan tubuh terbungkus selimut. Mereka mengambil sepotong pizza dan Sally menuangkan saus banyak-banyak di atas pizzanya, lalu mereka membuka bungkus keripik dan memakannya secara berbagi.
Mereka sedang mengobrol tentang acara TV dan Sally menceritakan tentang sepupunya yang terkena cacar air ketika mereka mendengar suara-suara tertawa dari lantai bawah. Suara tertawa laki-laki. Mereka terdiam, berusaha mendengarkan lebih baik.
Flo mengerutkan keningnya. “Bukankah di bawah tadi tidak ada orang sama sekali?”
“Mungkin ada dua orang pegawai sedang mengobrol.” Sally bangkit dan menengok ke bagian lantai bawah yang bisa terlihat dari ruang duduk. Tidak ada siapapun.
“Oh!” Meera berseru, matanya membesar melihat Flo. “Mungkinkah si Pegawai Berkumis itu?” ia segera berdiri sambil membawa bungkus keripik di tangannya. “Jangan-jangan dia berusaha menyelinap ke luar lagi pada saat-saat larut menjelang fajar ini.”
“Tidak ada siapapun di bawah,” kata Sally. Ia kembali duduk. “Lagi pula, mana ada orang waras yang akan ke luar di tengah badai salju seperti ini?”
“Jadi, itu tadi suara tertawa siapa?” tanya Flo.
“Tidak tahu. Sudah abaikan saja.”
Mereka kembali memakan cemilan dan mengobrol ringan. Flo menunjukkan video lucu sembari makan, dan Meera hampir tersedak apel yang sedang dimakannya karena tertawa. Sally sedang meraih buah pirnya yang kedua ketika ia mendengar seperti sesuatu yang berderit. Ia menoleh ke arah tangga, mengira ada seseorang yang menaiki anak tangga, tapi tidak ada yang muncul.
Flo meneguk minuman kalengnya. Ia bertanya, “Ini hanya aku atau kalian juga mendengar seperti seseorang menaiki tangga?”
“Aku juga mendengarnya,” sahut Sally, bangkit dari posisi duduknya di lantai. “Kukira itu hanya imajinasiku saja.”
“Ssst, diam,” bisik Meera. Matanya terbuka dan telinganya mendengar was-was. Suara seperti berderit lagi. Mereka mendengar dalam diam. Bunyi berderit itu terdengar samar-samar, tapi juga terdengar seperti seseorang yang sedang menaiki tangga. Mereka menunggu kepala siapa yang akan muncul, tapi tidak ada yang datang.
Meera mendesah. “Aku sungguh dari tadi mendengar suara orang menaiki tangga. Kukira seorang pegawai atau pengurus penginapan.”
“Itulah yang kukatakan,” komentar Flo.