Di hadapan Flo, Meera, dan Sally terdapat sebuah lubang besar berbatu yang menjorok ke dalam. Sisi-sisinya terlihat kasar dan kokoh, berbentuk seperti gua yang menurun ke bawah. Flo dan Meera hanya bisa melihat satu meter ke dalam, lalu sisanya gelap gulita.
Meera mengerutkan kening. “Apakah ini lubang raksasa?”
Flo berlutut dan melongokkan kepalanya ke dalam lubang. “Ini terlihat seperti gua.” Suaranya bergema. Ia menyentuh dinding-dinding tanah berbatu itu. “Tidak salah lagi. Ini pasti semacam gua yang ada di bawah tanah, dan ini mulut guanya.”
“Memangnya ada gua di bawah tanah?” Sally duduk dari posisi berbaringnya, kepalanya tertunduk ke bawah.
Meera ikut berjongkok dan memeriksa gua itu. “Ke mana gua ini mengarah?”
“Jangan tanya aku. Aku baru melihatnya untuk pertama kali,” sahut Flo. Ia berdiri dan mencoba menginjakkan kakinya ke dalam. Bagian bawahnya bisa digunakan untuk berpijak.
“Sepertinya ini lebih seperti lorong dari pada gua,” komentar Meera. Ia berpikir sebentar, lalu air mukanya berubah bersemangat. “Terowongan rahasia!” ia melonjak sambil bertepuk tangan. “Ini pasti terowongan rahasia itu! Coba lihat dinding-dindingnya yang keras dan mengarah jauh ke dalam. Ini pasti terowongan rahasia yang sering dibicarakan orang-orang!”
“Bagaimana kau bisa tahu ini sebuah terowongan? Bisa saja beberapa meter ke dalam kita sudah menemui jalan buntu. Dari bentuknya yang kasar dan tidak beraturan, lubang ini lebih mirip seperti gua,” ujar Flo.
“Sally!” panggil Meera. Ia berbalik mencari temannya yang satu lagi. Sally sedang duduk bersandar pada sebuah batu, kepalanya masih tertunduk. Meera heran kenapa bokong gadis itu tidak merasa dingin dari tadi hanya duduk di atas salju. “Pinjam sentermu.”
Sally meraih senternya dari atas salju dan lemparkannya pada Meera. Meera menangkapnya dan langsung menyorotkan cahaya senter ke dalam gua. Sepertinya lubang besar atau gua ini sangat panjang.
“Kira-kira ke mana arahnya?” gumam Flo.
“Itu yang tadi kukatakan.” Meera bangkit dari posisi berlututnya, ia mematikan senter. “Kita harus masuk dan memeriksanya.”
“Bagaimana dengan yeti itu?” tanya Sally.
Meera dan Flo saling melirik. Mereka pergi ke sini dengan niat ingin mengikuti yeti itu, lalu mereka menemukan sebuah gua yang berada di bawah tanah. Fajar mulai menyingsing di ufuk timur, cahanyanya yang berwarna kuning lembut sudah mulai mencerahkan langit.
Sally menghela napas. “Bisa saja terowongan atau gua atau lubang itu adalah tempat tinggal yeti itu,” ujarnya. Ia mengangkat tubuhnya ke atas untuk melihat. “Dari sini, aku sudah bisa melihat bahwa mulut gua itu besar. Siapa tahu makhluk itu bersembunyi di dalam sana?”
Kemungkinan itu tidak terpikirkan oleh Flo dan Meera.