Yonathan dan Lempengan Mata Misterius

Elisabeth Purba
Chapter #4

Sepupu dan Kejutan

 

Sepupu Yo yang bernama Bona akhirnya datang hari ini dan pastinya ini menjadi hari bersejarah buat Bona karena bebas dari kebawelan emaknya untuk beberapa hari ke depan. Bona bisa bebas berekspresi untuk sementara waktu, terlepas dari pantauan emaknya. Ia juga akan mempunyai kesempatan untuk berpetualang mengisi waktu liburan sambil menambah pengalaman baru.

Liburan kali ini bukan hanya menyenangkan buat Bona tapi juga menyenangkan buat Yo. Bona berjanji akan membawa robot terbang untuk mereka mainkan saat tiba di Batam. Bukan itu saja, Bona pasti bawa banyak makanan. Yo berharap berat badan Bona tidak naik lagi. Dua tahun lalu berat badan Bona sudah hampir 1,5 kali lipat dibanding dengan berat badan Yo. Bona si gendut, si rakus, si paha gempal, si rambut ikal, ber kacamata minus, si penyuka game online, ranking pertama dari belakang, hitung-hitungannya buruk sekali. Orang mengira Bona itu cerdas karena ia memakai kacamata, namun itu semua menjadi praduga yang salah. Tak selamanya orang pintar memakai kacamata dan tidak selamanya juga orang yang berkacamata itu pintar. Memang ada-ada saja kalau orang sudah berpendapat. Tapi ada benarnya juga, Bona itu cerdas di satu bidang yang sangat ia sukai. Bona memang ahli di bidang gambar-menggambar terutama karikatur dan manga Jepang. Selain itu Bona juga jauh lebih unggul kalau berbicara tentang animasi. Bona bisa menggambar karakter animasi apa saja, terutama yang paling ia suka adalah Naruto. Yo jauh lebih menyukai karakter kartun Spongebob, lucu dan menggemaskan. Tampang boleh keren, tapi sukanya kartun culun. Beda dengan Bona, tampangnya yang culun tapi doyan animasi laga. Melihat kemampuan Bona yang begitu luar biasa Bona cocok menjadi seorang kartunis atau bahkan jadi gamer karena dia sangat suka bermain game online. Zaman millennial sangat menjanjikan buat Bona berkecimpung di dunia digital. Apa yang Yo harapkan semoga menjadi kenyataan.

Yo sudah tidak sabar lagi mau melihat Bona. Pastinya seru kalau mereka sudah berjumpa. Yo penasaran seberapa banyak barang yang akan ia bawa ke sini. Barang bawaan yang paling mendominasi pasti makanan. Akan ada banyak cerita yang akan mereka bagikan sambil menikmati minuman ringan. Bona adalah orang yang paling kalap kalau diperhadapkan dengan minuman kemasan kecil, ia bisa menyedot hingga lima cup hanya dalam hitungan detik. Wajar saja kebiasaan Bona yang begitu, membuatnya tumbuh seperti raksasa. Ada lagi kebiasaan Bona yang membuat Yo muak, Bona suka sekali mengendus hidung nya seperti kelinci, seperti sedang mencari aroma yang tidak sedap.

Kadang Yo merasa iba mendengar curhatan Bona. Emaknya memang agak kurang waras, selalu membebani Bona dengan les, les, les. Les matematika lah, Bahasa Inggris lah, Fisika lah, untung saja tidak disuruh les Bahasa Indonesia. Seharusnya Bona ikut kegiatan olahraga, karate, bola atau apapun itu yang menggunakan fisik untuk membuatnya bergerak lebih aktif sehingga bisa mengurangi berat badannya. Emaknya pernah bilang kalau Bona harus sukses, tak boleh seperti emaknya yang cuma tamatan SMA. Emaknya bakalan bangga kalau Bona punya gelar di belakang namanya. Entah gelar apa kek, yang penting ada gelar, emaknya ngomong begitu. Memangnya gelar bisa dimakan? Yah, pola pikir orang yang hidup di zaman kera memang begitu adanya, gelar menjadi penentu kesuksesan. Emaknya Bona belum paham dengan bakat Bona yang begitu luar biasa. Kalau Bona sudah punya bakat di bidang karikatur, anime dan gambar-menggambar, seharusnya emaknya memfasilitasi itu semua agar Bona bisa sukses. Hmmm …, sepertinya aku harus memberanikan diri berbicara dengan Maktua tentang bakat Bona. Tandas Yo dalam hati penuh argumen panas.

Bona selalu mengeluh kalau menelepon, aturan emaknya selalu membuat Bona kesal. Sejujurnya, Bona anak yang baik. Bona sangat patuh sama emaknya dan dia bukanlah tipe anak yang suka berontak. Apapun itu, orangtua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya meskipun terkadang caranya salah. Yo jadi bangga sama Mama yang selalu bilang: Mama tak nuntut kamu untuk bisa juara kelas. Mama cuma mau kamu mengerti pelajaran yang disampaikan guru. Bertanggung jawab dengan hal-hal kecil baik di sekolah maupun tugas kecil yang ada di rumah. Lebih harunya lagi Mama pernah bilang: Mama mau kamu besarnya nanti bahagia Nak, terserah kamu mau jadi apa yang penting berguna.

Yo harus segera bergegas untuk menjemput Bona di bandara. Jasa taxi online menjadi pilihan menuju kesana. Sneaker biru favorit Yo menjadi teman setia untuk menapakkan kaki sore ini. Sneaker ini didapat dari pasar loak dengan harga dua puluh lima ribu rupiah. Sayang sekali, si penjual barang loak tak mengerti dengan barang bagus. Awalnya Yo tak percaya kalau sepatu itu dijual murah seperti itu. Tanpa pikir panjang, sepatu itu langsung dibelinya dan secepatnya pergi dari tempat itu, Yo takut kalau si penjual berubah pikiran mau menaikkan harga sepatu itu. Kalaupun harga sepatu itu dinaikkan 2- 3 kali lipat, Yo juga tidak akan menolaknya. Awalnya sih memang kumal, tapi setelah dicuci, itu sepatu cool abis. Mama sampai geleng-geleng kepala Yo bisa dapat barang bagus tapi murah. Bahkan Mama memberi gelar baru kepada Yo si pemburu barang bekas. Bahkan Mama juga bilang: Kalau ke pasar loak, ingat-ingat Mama Yo. Siapa tahu ada barang yang cocok untuk Mama, langsung beli aja. Mama memang tak pernah mau ketinggalan, aura perempuannya langsung keluar kalau ada barang murah dan bagus.

Bukan hanya sepatu tetapi juga t-shirt, topi, ikat pinggang semua hasil buruan dari pasar loak. Namun tidak untuk pakaian dalam, Yo anti memakai bekas orang kalau untuk urusan yang satu ini. Untuk membuat steril semua barang bekas yang ia beli, Yo merendamnya selama tiga jam. Setelah itu airnya dibuang dan kemudian dibilas. Lanjut lagi dengan merendamnya sekali lagi selama tiga jam. Terakhir dibilas dengan air hangat dan dicampur dengan pelembut dan pewangi pakaian dalam jumlah yang banyak. Beres, semua sudah bersih dan steril.

Tapi jangan kira Yo selalu beruntung saat mencari barang bekas di pasar loak. Yo pernah ditipu seorang penjual, saat Yo membeli tas ransel sekolah. Si penjual mengatakan kalau barang yang Yo beli itu barang asli. “Asli tapi bekas” kata si penjual geli. Dengan bangga Yo pergi ke sekolah dengan tas baru tapi bekas itu. Malangnya, tas yang Yo pakai itu putus. Tas itu tidak bisa membawa muatan banyak. Dengan rasa kesal, Yo hendak menggunting tas itu, namun ia urungkan niatnya setelah melihat Bapak pembersih sekolah. Yo mendekatinya dan memberikan tas itu dengan mengatakan “Pak, masih bisa dijahit kok. Ambil aja.” Yo pulang dengan meletakkan buku-bukunya di dalam kantong plastik merah. Yo melangkah cuek meski diejek teman-temannya yang mengatakan “Sejak kapan jadi gembel Yo?” Yo hanya tertawa dan dengan santai berujar menanggapi perkataan teman-temannya “Tak ada salahnya dengan kantong plastik, kan?” Yo berlalu dan tersenyum tipis menertawai kejadian yang baru saja ia alami.

Tidak lupa Yo mengenakan arloji unik yang ia dapat dari teman lama Papa yang tinggal di pelosok Papua. Arloji itu mempunyai sejarah yang tak terlupakan dari sang empunya. Papa cerita kalau yang punya arloji itu adalah seorang diplomat. Arloji itu dipakai kemanapun ia pergi, hingga ia bertemu dengan orang-orang penting dunia salah satunya adalah Ban Ki-Moon. Yo sangat bangga menceritakan kepada siapapun yang bertanya perihal arloji itu. Sejarah mobilitas sang empunya yang membuat arloji itu unik, kalau bentuknya biasa saja sama seperti arloji-arloji lainnya. Arloji itu berbentuk segi empat dengan tali yang terbuat dari kulit rusa. Namun ada satu hal yang menjadi sangat istimewa adalah kulit nya beraroma cinnamon bercampur vanili. Yo sangat betah memakainya hingga terkadang ia lupa untuk melepasnya saat ia sedang mandi ataupun tidur. Bukan itu saja, kalau Yo merasa galau, ia akan mencium aroma kulit arloji itu sebagai penghilang rasa bosan.

Sebelum pergi Yo juga tidak lupa memakai jel rambut beraroma sitrus yang ia usapkan hanya di bagian depan saja. Yo menata rambutnya dengan sangat rapi dengan sedikit jambul yang membentuk mulut gua yang mungil yang disisir ke sebelah kanan. Yo membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membentuk jambul istimewanya itu.

Suara klakson mobil berbunyi berkali-kali. Barangkali ini taksi online yang sudah ia pesan dari salah satu aplikasi terkemuka di negeri ini. Yo meraih tas pinggangnya dan melangkah keluar menuju mobil yang sudah parkir di depan rumah. Si pemilik mobil membuka kaca mobil dan berseru “Pak Yonathan?”

“Ya pak” Tegas Yo sambil membuka pintu mobil dan duduk di samping si pemilik mobil.

Tanya Pak Sopir dengan senyum tipis “Mau kemana, Pak?”

“Bandara, Pak!” Ujar Yo melihat tajam ke arah si Bapak.

“Ehhh, masih remaja ternyata.” Tukas Pak Sopir menepuk bahu Yo pelan.

Yo mengangguk dan melemparkan senyum kepada si Bapak. Akhirnya, si Bapak sadar kalau Yo belum layak untuk dipanggil bapak-bapak.

“Mau jemput siapa ke bandara?” Tanya Pak Sopir.

“Saudara sepupu, Pak” tukas Yo datar.

“Dari mana?” Tanya Pak Sopir kesekian kalinya.

Yo kembali menjawab ketus “Medan, Pak!”

Yo terdiam sejenak sambil memperhatikan jalanan melalui kaca mobil. Pembangunan dan pelebaran jalan sangat massive sekali dua tahun belakangan ini. Ruas jalan yang ada sekarang memang masih tergolong sempit dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang ada.

“Ada koran, Pak?” Tanya Yo tiba-tiba.

Si Bapak kaget dan mengelus dadanya beberapa kali untuk menghilangkan rasa kagetnya “Ehh, ehh! Ada, di bangku belakang, Dek!”

“Maaf, Pak! Jadi kaget!” Yo mencoba meraih koran dari bangku belakang dengan tangan kirinya.

Akhirnya hujan turun setelah hampir tiga minggu dihantui cuaca panas dan kering. Setidaknya debu yang berterbangan, tanaman yang menguning bahkan mengering, suhu udara yang mencapai 33 derajat celcius akan hilang untuk sementara waktu. Air hujan menjadi sahabat terbaik saat suhu udara ekstrem melanda.

Tiba-tiba Pak Supir ngerem mendadak, hingga muka Yo tertutup koran yang sedang ia baca. Yo melipat kembali koran itu dan menatap ke depan sambil bertanya kepada Pak Supir “Ada apa Pak? Ada kerumunan di situ. Ada polisi juga”

“Sepertinya ada kecelakaan, Nak” Ujar Pak Supir sambil berjalan perlahan memperhatikan kerumunan yang memakan setengah badan jalan.

“Hati-hati aja, Pak! Lagian hujan, jalanan pasti licin. Orang banyak terburu-buru, nggak tahu apa yang mau dikejar” Ungkap Bona cemas sambil mengusap kaca mobil yang berkabut karena air hujan.

Tiba-tiba ada sesuatu yang melintas melewati kaca mobil. Yo mengusap kembali kaca itu untuk memastikan apa yang baru saja melintas. Yo terkejut karena seekor monyet dengan mata beringas melintas cepat. Monyet itu menatap Yo tajam seakan ingin menerkamnya. “Mulak” Sontak Yo menyerukan nama Mulak dengan keras. Terbersit di pikiran Yo yang baru saja melintas itu adalah Mulak.

“Ada apa, Nak?”

“Tidak ada apa-apa, Pak” Ujar Yo pelan dengan nafas terengah.

Sesampainya di bandara, hujan masih turun. Senangnya menghirup udara segar di sore ini, ujar Yo menarik nafas dalam sambil membentangkan kedua tangannya dengan mata tertutup. Hingga saat Yo turun, ia lupa untuk menutup pintu mobil dan berlalu begitu saja. Bisa saja Pak Supir berkata bocah edan kepada Yo. Namun Pak Supir tidak melakukannya, ia hanya bergeser sedikit ke jok sebelahnya kemudian mengulurkan tangannya sejauh mungkin untuk meraih pintu untuk ia tutup.

Akan jauh lebih senang, kalau saja Yo masih berada di rumah. Ia tak segan-segan membuka baju untuk mandi berlarian di tengah hujan deras. Ia akan mencari air pancuran di sekitar komplek perumahan untuk dijadikan alat pijat alami untuk memijat kepala dan badannya dengan derasnya air yang keluar dari pancuran. Bukan hanya Yo yang bahagia dengan kehadiran hujan melainkan Mama juga akan ikut senang. Tanpa pikir panjang Mama akan membangunkan Yo dari tidurnya dan berteriak, “Ayo, mandi hujan sana.” Mama jauh lebih ekspresif dan heboh, Mama ingin agar Yo menikmati masa kecilnya seperti masa kecil Mama dulu. Bukan cuma itu, Mama juga akan reaktif kalau hujan sudah turun, ia juga akan ikut mandi hujan bersama Yo, dengan catatan keadaan di seputaran rumah lagi sepi. Mama seperti mata-mata, melirik kiri, kanan, depan, belakang untuk memastikan tidak ada orang yang memperhatikan tingkah laku Mama yang seperti anak kecil. Ahh, Mama kadang kala membuat Yo ringkih, sedikit malu, bangga, bahagia dan kesal, semua rasa itu bercampur aduk.

Pesawat yang ditumpangi Bona pasti sudah mendarat. Yo melongok tajam untuk memastikan kalau Bona sudah berada di ruangan pengambilan bagasi. Masih belum ada penampakan si gendut. Bona tidak mengabari Yo waktu mau berangkat dari lokasi keberangkatan. Siapa tahu saja pesawatnya delay. Kacau kalau Yo harus menunggu lebih lama. Dua jam sudah berlalu dari jadwal kedatangan yang sudah ditentukan. Yo mencoba menghubungi Bona, tapi ponsel nya tak aktif. Yo lihat lagi di TV informasi, pesawat yang ditumpangi Bona ternyata sudah sampai. Tapi Yo belum melihat si Bona.

Aduh, gimana nih? Apa aku harus nelepon Mama? Jangan dulu deh, aku tunggu satu jam lagi. Kalau sampai satu jam ini Bona belum kelihatan aku coba hubungi Mama atau maktua langsung. Tutur Yo kesal dalam hati. Yo bersandar di salah satu tiang gedung sambil sesekali melihat arloji. Huh, sepintas Yo melihat Bona hendak melintas keluar dari ruang pengambilan bagasi. Ohh beneran, itu Bona, gumam Yo dalam hati.

“Bonapasogit, Bonapasogit, aku di sini, lihat ke arah pukul 2” Teriak Yo.

Bona memastikan suara Yo berasal dari arah mana. Masih sama, mata rabunnya masih gamang, hahaha. Bagaimana tidak, Bona memakai kacamatanya di atas kepala, terang aja semua tampak kabur. Yo mendekatinya dan menepuk bahunya dengan sangat keras hingga ia meraih kacamata Bona untuk ia pasangkan di posisi yang seharusnya.

“Bonapasogit, sepupuku yang tampan.” Yo menyambut Bona sambil memeluknya dengan sekuat tenaga, semua orang melirik mereka.

Balas Bona cekikikan “Yonathan, sepupuku yang keren.” Tanpa sadar, Bona menjatuhkan semua barang bawaannya hingga kaki gajahnya menginjak kaki Yo.

“Aduh!” Keluh Yo sambil mengangkat kakinya dan meletakkannya di atas barang bawaan Bona.

Sorry Yo, karena kegirangan aku sampai lupa diri, hehehe.” Tukas Bona dengan tawa tipis sambil mengendus pelan.

Lihat selengkapnya