Dari teras terlihat Mama sedang duduk di sofa panjang sambil menonton debat politik. Kalau sudah debat politik, Mama akan tahan berjam-jam duduk di depan TV sambil ngomel sendiri memberikan pendapatnya. Dunia politik bukan hal baru bagi Mama, bahkan Mama pernah bekerja di salah satu Lembaga Swadaya yang juga sedikit banyaknya membahas masalah politik, hukum bahkan yang menjadi prioritas adalah pemberdayaan perempuan melalui program-program yang bisa mengusung keterwakilan perempuan di dewan perwakilan rakyat atau pemerintahan. Hal itu tidak lepas dari pergaulan Mama dengan aktivis perempuan yang benar-benar berpihak ke akar rumput terutama perempuan. Yo sempat baca jurnal Mama tentang perempuan termarjinalkan.
“Kami datang!” Yo berseru sambil membuka pintu.
Hanny langsung memeluk Mama tanpa peduli kalau Hanny masuk ke rumah dengan sepatu yang kotor. Sementara Bona masih sibuk menarik tas travel jumbonya yang rodanya lepas sebelah karena baru saja terjadi kecelakaan ringan. Roda tasnya menabrak batu besar di depan rumah. Bona menggerutu sambil menendang tasnya berkali-kali karena kesal.
“Bon, kenapa sayang? Baru juga sampai, muka kamu sudah murung kayak gitu” Ujar Mama sambil memeluk Bona.
“Roda tas Bona lepas, Ma! Makanya muka Bona kayak ditabokin pakai arang, murung jadi mutung. Hihihi” Tawa Yo lepas.
“Itu aja di ambil pusing ya, Tante! Kalau nggak bisa dipakai lagi, pulangnya nanti pakai kantong plastik hitam aja. Hahaha” Hanny sesumbar dengan ejekan yang menyudutkan Bona karena masih marah dengan kejadian di bandara tadi.
“Ya deh, kamu menang Han. Puas ngejek? Impas kalau gitu ya.” Tukas Bona sambil melepas kacamatanya.
“Kalian pasti sudah capek. Rebahan aja dulu di atas sebentar ya, sayang! Setelah itu kita makan malam.”
Hanny melangkah ke atas sambil bersiul dengan nada lagu Via Vallen berjudul meraih bintang. Yo juga sangat suka lagu itu. Lagu penyemangat yang membuat dirinya yakin akan dahsyatnya sebuah mimpi. Lagu ini memang memberikan inspirasi positif bagi siapa saja yang mendengarnya.
“Eits, siapa suruh kamu buka pintu kamar itu, Han?” Ujar Yo sambil menghalangi langkah Hanny untuk tidak masuk ke kamarnya.
Jawab Hanny polos mengorek hidungnya dengan ujung jari kelingking “Lah, bukannya aku tidur di sini?”
“Enak aja, itu kamar untuk aku dan Bona.” Jawab Yo berkacak pinggang.
Tanya Hanny bersandar di dinding sambil menyilangkan kaki nya “Jadi aku tidur di mana, Yo?”
“Di sebelah kamar kita dong, Han. Memangnya kamu mau tidur sama kita?”
Tukas Hanny berlalu menuju ke kamar sebelah “Aihh Yo, daripada tidur sama kamu dan Bona, lebih baik aku tidur di luar sama kucing!”
Ujar Yo sambil mendorong Hanny pelan “Ya udah sana!”
Bona merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang ditutupi sprei kuning bercorak spongebob. Yo hampir lupa mengganti semua aksesoris kamarnya sebelum Bona dan Hanny datang ke sini.
“Beneran ini kamarmu Yo? Keren amat.” Tukas Bona terkagum dan bangkit dari tiduran untuk melihat dengan detail seluruh isi kamar Yo. Bona seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Sahut Yo dengan bibir terkatup rapat, “Hmmm! Kemudian Yo menambahkan, “Nikmati aja, Bon”
Design kamar Yo begitu luar biasa, Bona sampai takjub dengan segala ornamen yang ada di dalam kamar Yo. Bona sampai geleng-geleng kepala menyaksikan lukisan di langit-langit kamar yang bertajuk tokoh film kartun Masha and The Bear. Yo berasumsi negatif, bisa saja Bona mengejek lukisan yang ada di kamar Yo dan berkata, apa tidak ada tokoh yang lain? Belum lagi dinding kamar yang ditempel dengan daun cokelat kering. Sebagian lantai kamar terbuat dari kayu dan sebagian lagi dari batuan kecil berwarna putih. Bukan itu saja, cangkang kerang digantung menjuntai dari langit-langit hingga ke lantai. Tirai penutup kaca jendelanya juga dari daun kelapa yang sudah dikeringkan. Tempurung kelapa ditumpuk hingga dijadikan kursi. Bingkai majalah dinding dari pecahan kulit telur. Hal itu membuat Bona terkesima. Bukan hanya itu, Yo juga menuliskan puisi yang sangat membuat Bona terharu.
Ibu
Semula aku berpikir kalau dirimu hanya sebatas sebutan ‘Ibu’
Semula aku berpikir kalau dirimu hanya sebatas seorang perempuan yang melahirkanku, memberiku makanan dan minuman
Semula aku berpikir itu memang tanggung jawabmu
Semula aku berpikir semua ibu memang harus begitu
Namun! Engkau ibuku yang tak pernah membiarkan langit-langit mulutku kering
Engkau ibuku mendekapku saat aku ketakutan
Engkau ibuku jadi kaki pertamaku
Engkau ibuku jadi mata pertamaku