Dua jam berlalu setelah mereka masuk ke ruangan masing-masing. Bona mulai gelisah, Hanny belum juga muncul untuk menemuinya. Bona khawatir kalau Hanny belum menemukan cara untuk masuk ke sini dan masuk ke ruangan perempuan kuat itu. Bona mondar-mandir di ruangannya menunggu Hanny datang. Tak lama ada suara jejak kaki di atas dek kamar Bona. Ada suara yang memanggil nama Bona dan pastilah itu Hanny. Hanny memukul keras langit-langit ruangan Bona hingga setumpuk rumput hijau berjatuhan. Ada lubang kecil sebagai pintu rahasia yang membuat Hanny bisa masuk ke ruangan Bona.
“Bagaimana kau bisa masuk, Han?”
“Sudahlah, lupakan bagaimana caranya. Sekarang kita harus ke ruangan perempuan itu mencari tahu informasi apa yang bisa kita gali. Bukan hanya informasi, aku juga ingin kita tahu solusi terbaik untuk keluar dari tempat ini Bon. Aku sudah muak.”
“Oke! Sekarang bagaimana caranya aku naik?”
“Tenang Bon, kita tinggal cabut rumput itu dan jalan keluarnya akan membesar”
“Tapi bagaimana aku bisa mengangkat badanku, Han?”
“Shhh, sekarang jongkoklah aku akan naik di bahumu, aku lupa menarik akar yang seperti tali dari kamarku. Itu bisa kau gunakan untuk naik”
Bona jongkok dan Hanny berdiri di atas bahunya dan bepegangan dengan rumput ilalang yang ada di langit-langit ruangan Bona. Hanny berhasil naik dan kembali ke kamarnya untuk mengambil tali akar pohon. Hanny mulai mengulur tali akar itu dan memerintah Bona untuk menariknya kuat.
“Baiklah. Aku pasti bisa,” Pekik Bona sambil menarik tali itu.
Hanny berseru dari atas dan meneteskan air liurnya menyemangati Bona, “Ya! Kau pasti bisa. Aku akan mencoba menarikmu juga dari sini”
Bona mengusap air liur Hanny yang menetes tepat di pipi kirinya. Dengan susah payah dan dengan energi yang terkuras, Bona akhirnya berhasil naik.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Sekarang kita ke ruangan perempuan itu”
“Bagaimana aku bisa percaya kalau niat perempuan itu baik? Siapa tahu saja dia mata-mata si penjahat tua itu, Han!”
“Ahhh … Bon aku sudah susah payah memikirkan caranya supaya kita bisa menemui perempuan itu! Kadang-kadang pendirianmu berubah-ubah, Bon, seperti air di daun talas. Kau membuat rasa ingin tahuku pudar begitu saja”
“Nggak, Han. Bukan begitu! Kita harus berjaga-jaga akan sesuatu hal yang buruk. Itu tidak salah kurasa. Satu hal, semua ini tidak ada kaitannya dengan daun talas seperti yang kau katakan.”
“Oke aku setuju dengan argumenmu. Kita memang tetap harus waspada, namun untuk sementara hilangkan dulu pikiran negatifmu. Bagaimanapun, kita harus menemui perempuan itu.” Ujar Hanny panas memberikan tinjuannya di dada Bona.
“Baiklah!” Tukas Bona singkat.
“Apa kau sedang bercanda, Han? Bagaimana kita bisa menuju kamar perempuan itu? Ada perdu berduri yang harus kita lewati.”
“Kau ikuti saja langkahku Bon. Ingat! Setiap langkah harus kau ikuti, kalau tidak kau akan celaka”
“Ya Tuhan, dosa apa yang diperbuat orangtuaku hingga aku menanggung kesulitan ini?”
“Ahhh …, sempat-sempatnya kau berpikir tentang dosa orangtuamu Bon. Seakan-akan dosa orangtuamu paling berat”
“Tapi menurut pandangan spiritual memang begitu, Han. Dosa warisan itu memang paling berbahaya”
“Ahhh! Udah ah capek berdebat denganmu, Bon. Lagian tak penting. Mana ada orang mewariskan dosa. Yang ada itu warisan tanah, rumah, harta itu yang masuk akal. Sekarang ini kau harus fokus. Stop bahas hal-hal yang mengganggu konsentrasi. Kau sendiri nanti yang menanggung akibatnya kalau kau tidak berkonsentrasi”
“Kau dengar itu, Han? Ada suara langkah dan cahaya yang hampir mengarah ke kita”
“Shhh! Merunduk Bon, rebahkan badanmu di antara ke dua perdu itu. Sepertinya tim pengawal sedang ronda”
“Dari mana kau tahu?”
“Kalau bukan ronda, trus apa namanya?”
Setelah merunduk untuk beberapa saat, akhirnya tim pengawal menjauh. Bona dan Hanny segera masuk ke ruangan perempuan itu. Untuk antisipasi agar tidak terlihat, Bona dan Hanny merayap menuju ruangan perempuan itu.
“Stop! Sepertinya ini ruangan perempuan itu, Bon. Ayo bangkit, latihan militer sudah selesai. Hahaha! Lihat bajumu Bon. Aduh … Aduh ….” Hanny tertawa tipis sambil menggelengkan kepalanya.
“Lupakan bajuku. Jangan lagi berlama-lama, aku takut tim pengawal itu akan mengetahui rencana kita”
“Baiklah! Aku akan coba mencari celah untuk bisa masuk. Sementara kau berjaga-jaga dulu”
Hanny melepas sepatu dan kaos kakinya. Kaos kaki itu sekarang ia gunakan di telapak tangannya guna melapisi tangannya agar tidak terluka saat mencabut perdu berduri itu. Hanny sangat piawai sekali mencari solusi dalam waktu singkat.
“Untuk apa kau cabuti tanaman itu, Han?”
“Sudah, jangan banyak tanya.”