Yonathan dan Lempengan Mata Misterius

Elisabeth Purba
Chapter #17

Khawatir

 

Mama sudah menyiapkan makan malam yang super lezat untuk Yo, Hanny dan juga Bona. Mama menghabiskan waktunya hanya untuk bertempur di dapur demi menyiapkan hidangan buat mereka. Mama beberapa kali melirik jam dinding sambil menunggu kabar dari mereka.

Seharusnya mereka nelepon kek, kirim SMS kek, Messenger kek, WA kek. Kok bisa selarut ini mereka belum pulang ya? Ujar Mama geram sambil melangkah ke dapur untuk mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas meja makan. Tadi Mama menggunakan ponsel itu untuk melihat resep masakan di internet. Resep itu ia pakai untuk menyiapkan hidangan malam ini.

Yo tidak pernah pulang lewat pukul 20.00 malam. Apa mereka tidak ingat waktu? Itu mustahil. Mama mencoba menghubungi Yo namun ponselnya tidak aktif. Bagaimana dengan ponsel Hanny? Sama saja, tidak aktif. Mama berharap ponsel Bona bisa menerima telepon. Ponsel Bona aktif namun tidak ada jawaban sama sekali. Mama coba lagi, tiba-tiba di luar jangkauan. Tenang, tenang Mama Yo! Jangan panik, seru Mama dalam hati.

Mama berujar sambil mengotak-atik ponselnya untuk membuka aplikasi pertemanan “Ohh ia, aku bisa mencoba cari tahu di facebook, aku kan berteman dengan Hanny. Aku bisa tahu di mana mereka sekarang berada, siapa tahu Hanny mengunggah kegiatan mereka hari ini.”

Ada beberapa notifikasi dari Hanny tentang unggahan terakhirnya pukul 16.00 WIB yang masuk ke ponsel Mama. Foto dan caption yang Hanny pakai membuat Mama merinding Apa kamu berani memegang batu nisan dari orang yang tak kamu kenal? Ada banyak komentar yang ditujukan kepada Hanny perihal foto yang ia unggah. Tidak tanggung-tanggung foto itu mendapatkan like sebanyak 300 kali. Ada yang berkomentar Aihhh ada-ada saja kau Han, dimana itu Han? tak pantas berfoto di tempat seperti itu Han! Apa kau tak takut, Han? Awas Han, kau nanti dihantui oleh yang punya makam, hihihihi. Apakah ini menandakan sesuatu yang tidak baik terjadi kepada mereka? Mama harap kekhawatirannya tidak benar. Anggap saja mereka sedang asik menjelajah sampai lupa waktu.

Tok, tok suara ketukan pintu itu menyejukkan hati Mama. Itu tandanya mereka sudah kembali. Yo benar-benar sudah membuat jantung Mama hampir copot. Sudah hampir pukul 23.00 WIB mereka baru sampai. Pokoknya ini yang terakhir Yo pulang hampir tengah malam begini. Mulai besok, sebelum keluar rumah, Mama dan Yo harus membuat perjanjian jam berapa semestinya pulang dari berpergian.

“Tunggu, Yo!” Tukas Mama membuka pintu dan bersiap untuk mengomeli Yo. Namun tidak ada siapa-siapa. Tidak mungkin itu kucing yang menggaruk-garuk pintu. Mama yakin tadi ada yang mengetuk pintu.

“Yo! Hanny! Bona!” Mama menyerukan nama mereka berkali-kali dengan niat agar mereka segera keluar dari persembunyian. Dengan sabar Mama berujar sambil melangkah keluar, “Udah ahhh …, jangan mempermainkan Mama Yo. Mama tak marah kok!”

Tak mungkin selama ini mereka tidak muncul-muncul! Mama melangkah ke arah samping dengan harapan mereka bersembunyi di situ, namun Mama tidak menemukan siapa-siapa disana. Lalu Mama melangkah ke arah samping satu lagi, ternyata mereka juga tidak ada di sana. Apa mungkin ada orang asing yang mau mengerjaiku? Tukas Mama khawatir. Mama harap tidak ada orang yang berniat jahat kepadanya. Dengan tergesa-gesa Mama melangkah masuk dan segera mengunci pintu. Mama bersandar di balik pintu dan mengibas tirai jendela untuk melihat situasi di luar. Benar, tidak ada siapa-siapa.

Beberapa menit kemudian, pintu kembali diketuk. Mama tidak tahu harus berbuat apa. Namun Mama memutuskan untuk pergi ke dapur mengambil sebilah pisau. Mama takut kalau ini ancaman berat buatnya. Seperti banyak pemberitaan, ada mahasiswa yang membunuh dosen karena memberikan nilai jelek saat sidang skripsi. Oh tidak! Mama harap mahasiswanya tidak senekat ini ingin mencelakainya. Buang jauh-jauh pikiran buruk itu Mama Yo, gumam Mama dalam hati. Mama harap yang mengetuk pintu itu hanya orang iseng atau orang gila yang sengaja melempar batu.

“Siapa di situ?” Tukas Mama lugas berdiri di balik pintu memegang sebilah pisau di tangan kanannya. Kemudian Mama membuka tirai lebar-lebar agar ia bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di luar. Lalu mama berseru, “Aku tanya sekali lagi, siapa di situ? Kalau tidak ada jawaban, aku lapor polisi! Jangan pikir aku takut ya. Kalau berani tunjukkan dirimu”

“Ini Yo, Ma! Buka pintunya, Ma!”  Teriak Yo kesal.

Tidak mungkin! Bagaimana mungkin Mama tidak melihatku? Apa yang terjadi padaku? Aku belum mati. Tidak! Tidak! Lalu aku harus bagaimana supaya Mama bisa melihat dan mendengarku? Lagi dan lagi aku diajak berpikir keras untuk ini. Mama harus membuka pintu ini agar aku bisa masuk. Hanya Mama yang bisa membantuku. Tukas Yo dalam hati sambil menepuk kepalanya tanda kekesalannya.

Yo teriak sekeras-kerasnya “Buka pintunya, Ma! Ahhh …, payah. Gimana caranya agar Mama mau membuka pintu ini lagi, ya?”

Suara klakson mobil membuat Yo hampir pingsan. Papa ternyata sudah pulang dari luar kota. Papa jadi penyelamat Yo malam ini. Yo pasti bisa masuk ke dalam. Bagaimana Mama menjelaskan pada Papa kalau kami sedang tidak ada di rumah, ya? Papa pasti marah kalau begini. Aku yakin Mama pasti punya cara terbaik untuk menceritakannya. Atau Mama akan mengarang cerita baru tentang keberadaan kami? Yo ngedumel dalam hati.

“Ma! Papa datang tuh. Buka pintu, Ma!” ujar Yo sambil mengetuk kaca jendela di mana Mama sedang berdiri memegang pisau sambil mengawasi keluar.

Seperti suara klakson mobil! Itu pasti Papa! Kenapa Papa tak bilang kalau hari ini pulang, ya? Seharusnya kan besok Papa pulang. Aduhh, mana Yo belum pulang lagi. Aku harus bilang apa sama Papa ya? Mama berkomat-kamit sambil memikirkan jawaban yang tepat tentang keberadaan Yo.

“Ma!” Teriak Papa dari luar.

Mama tertawa girang menyambut kepulangan Papa. Mama bergegas membuka pintu dan berseru “Pa, kok hari ini pulangnya?”

“Aduh! Mama menakutkan. Jarang-jarang kalau suami pulang disambut istri dengan menodongkan pisau.” Sergah Papa masih berdiri di depan pintu.

Mama tertawa sambil menarik tangan Papa masuk “Maaf, Pa! Baru aja ada yang ngetuk pintu dua kali. Tapi tak ada siapa-siapa. Mama ambil pisau untuk antisipasi, siapa tahu ada orang yang mau berbuat jahat”

“Siapa ya kira-kira tengah malam begini berbuat begitu?” Ujar Papa sambil memperhatikan keadaan di luar.

“Mana Mama tahu, Pa! Kalau Mama tahu sudah Mama lawan dari tadi”

Lihat selengkapnya