Yonathan dan Lempengan Mata Misterius

Elisabeth Purba
Chapter #19

Menuju Kapal

“Sekarang bagaimana?”

“Bagaimana apanya, Ma?”

“Hanny dan Bona!”

“Sekarang kita menuju ke sana, Ma”

“Ke sana mana?”

“Ya ke tempat Hanny dan Bona ditawan oleh makhluk aneh yang kukatakan itu lah Ma, habis mau ke mana lagi?”

“Di mana tempatnya, Yo?”

“Pokoknya Mama yang nyetir aku yang akan mengarahkan jalan menuju ke sana”

“Lalu bagaimana kita melawan makhluk aneh itu, Yo? Apa kita harus membawa pisau atau apalah yang bisa melindungi diri kita nanti?”

“Ide yang bagus, Ma! Kita bawa pemukul baseball dan pedang Papa”

“Persiapkan semuanya Yo! Mama mengeluarkan mobil dari garasi dulu setelah itu kau susul Mama ke depan”

Yo masuk ke kamar Mama untuk mengambil pedang milik Papa. Pedang itu disimpan di dalam lemari khusus. Yo tidak pernah menanyakan dari mana Papa mendapatkan pedang itu. Sementara pemukul baseball selalu diletakkan di bawah tempat tidur. Mama bilang untuk antisipasi apabila ada orang jahat yang hendak masuk ke kamar. Mama selalu punya cara untuk urusan proteksi. Tapi Yo merasa proteksi yang berlebihan ini akibat dari pekerjaan Papa yang riskan sekali untuk kena teror. Meski demikian, semua yang dilakukan Papa dan Mama hanya untuk kebaikan dan perlindungan diri.

Pedang dan pemukul baseball itu Yo masukkan dalam satu wadah dan mengalungkannya di punggung. Yo segera keluar mendapati Mama yang sudah menunggu di dalam mobil dan bersiap untuk berangkat.

“Kita pasti bisa menemukan mereka, Yo!”

“Tunggu, Ma. Mulak di mana? Aku harus membawanya”

“Itu, dia di belakang. Dia sudah duluan masuk ke mobil”

Yo menoleh ke belakang dan mengulurkan tangannya agar Mulak bergerak untuk berpindah duduk bersamanya.

“Saatnya beraksi, Ma!”

Perjalanan mereka belumlah jauh, namun Yo melihat kapal itu sudah mengarah ke kediaman mereka. Yo meminta Mama untuk berhenti dan memutar balik.

“Kenapa Yo? Apa di sini tempatnya?”

“Tidak, Ma! Coba Mama lihat ke langit!”

“Ohhh … Ohhh! Apa itu?” Mama berseru sambil ngerem mendadak.

“Itulah kapal yang kuceritakan, Ma!”

“Apa? Bisa melayang? Tidak mungkin! Lalu mau ke mana kapal itu pergi?”

“Itu yang aku juga tidak tahu, Ma! Sepertinya mengarah ke rumah kita!”

Tanpa pikir panjang Mama langsung banting setir dan melaju cepat. Kali ini Mama tidak konsisten dengan perkataannya, karena Mama pernah bilang bahwa jalan raya bukanlah tempat adu kecepatan yang melebihi batas. Mama berkomat kamit dan mengeluarkan tangan kanannya keluar sambil mengetuk pintu mobil dengan keras hingga tanpa sengaja Mama melintas di jalan yang berlubang.

“Ahh, selalu ada saja jalan berlubang! Kalau Marquez tadi lewat sini, dia juga bisa terjungkal,” gerutu Mama kesal.

Yo hanya diam memperhatikan Mama yang marah-marah. Yo dan Mulak saling pandang dengan tingkah Mama yang jadi aneh. Mama biasanya tak pernah marah-marah kalau sedang nyetir. Mungkin karena keberadaan Hanny dan Bona yang terancam membuat suasana hati Mama jadi sedikit kacau.

“Di mana kapal itu sekarang, Yo?”

“Ada di atas rumah tetangga depan, Ma?”

Yo, Mama dan Mulak keluar dari mobil untuk masuk ke rumah. Tidak lupa pedang dan pemukul baseball digiring ke dalam. Yo memberikan pemukul baseball kepada Mama, sementara Yo memegang sebilah pedang. Mama membuka pintu depan perlahan sambil memegang pemukul itu sementara Mulak selalu bergantung di paha kanan Yo. Mama dan Yo seperti penyusup di rumah sendiri karena masuk mengendap-endap dengan cara menjinjit dengan harapan agar tidak ada suara langkah yang kedengaran.

“Awas, Ma!” Yo teriak sambil melangkah mendekati Mama.

Ternyata para pengawal kapal itu sudah masuk ke rumah. Jumlah mereka cukup banyak. Dengan sigap Mama mengelak pukulan para pengawal itu. Mama melayangkan pukulan mautnya ke salah satu pengawal itu dengan pemukul baseball hingga pengawal itu terlempar dan terbelah dua.

“Apa apaan ini, Yo! Kok bisa dayung kapal itu bergerak dan menyerang Mama?”

“Ma fokus lawan mereka! Waktunya belum tepat membahas pertanyaan Mama!”

Yo melayangkan pedang yang dipegangnya ke bagian bawah dayung itu, namun tidak mengenainya. Yo kembali menyerang dengan menusuk bagian tengahnya. Alhasil dayung itu mengeluarkan cairan kental seperti bubur busuk yang berserak di lantai. Para pengawal itu tidak tinggal diam, dayung yang lebih kecil datang menarik kaki Yo dengan erat. Yo berusaha melepaskannya namun belum berhasil. Mulak ternyata punya akal untuk membantu, ia menggigitnya dan seketika pengawal kecil itu melepaskan genggamannya. Setelah itu Yo menginjak pengawal kecil itu hingga mengeluarkan cairan hingga muncrat ke wajah Yo, hingga dia harus menyekanya dengan lengan bajunya yang panjang.

“Bau apa ini, Yo?”

“Aduh Mama stop tanya macam-macam. Mama harus fokus, oke!”

Lihat selengkapnya