Yonathan dan Lempengan Mata Misterius

Elisabeth Purba
Chapter #20

Mulak dan Papa

 

Sebelumnya Yo mengatakan kepada Mulak untuk membangunkan Papa apabila Yo dan Mama belum kembali dalam waktu yang cukup lama. Mulak menarik rambut Papa untuk membanguni nya, namun belum berhasil. Akhirnya Mulak mencabut bulu kaki Papa sebagai jalan keluar.

“Aww … aww … aww! Apa-apaan ini. Sakit sekali. Ha … Kau Mulak kenapa ada di kamarku? Sana pergi”

Mulak tidak mau pergi dan berputar-putar mengelilingi Papa di atas tempat tidur.

“Aku bilang keluar Mulak. Atau kau mau aku seret keluar? Ohh, masih tidak mau?”

Papa bangkit dari tidurnya sambil meraba-raba mencari kacamatanya. Dengan sigap Mulak mengambil kacamata Papa yang tergantung di paku tempat gantungan baju. Mulak memasangkan kacamata itu langsung ke Papa.

“Ohh, terima kasih Mulak! Tapi kau juga harus tetap keluar dari sini. Apa kau melihat istriku? Ahhh bodohnya aku bertanya padamu Mulak.”

Papa turun dan memeriksa keberadaan Mama di ruang kerja, namun Mama tidak ada di situ. Sebelumnya Papa juga mencari Mama di kamar mandi, siapa tahu saja Mama sedang buang air, namun Mama tidak berada di sana. Lalu Mama kemana? Kemudian Papa melihat kunci mobil tergeletak di lantai. Mama tidak pernah seceroboh ini. Apa Mama tadi baru saja keluar rumah sampai lupa meletakkan kunci mobil di tempatnya? Apa Mama Pergi sendiri di tengah malam naik mobil tanpa sepengetahuan Papa? Sederet pertanyaan mengisi pikiran Papa.

Bau apa ini? Aroma yang tidak enak memenuhi ruangan dengan lantai yang licin, meja dan kursi berantakan, serpihan kayu bertebaran di mana-mana. Apa Mama diculik? Ohh tidak mungkin. Bagaimana mungkin Papa tidak mendengar teriakan Mama kalau benar Mama diculik? Apa mungkin Mama diberi obat bius saat tidur hingga Mama tidak sempat berteriak? Banyak sekali spekulasi yang terlintas di benak Papa. Papa meraih telepon dan hendak menelepon polisi, namun Mulak menghalanginya. Kertas yang berisi pesan yang ditulis Yo untuk Mama tadi masih berserakan di lantai. Mulak mengambilnya satu persatu dan memberikannya kepada Papa untuk dibaca.

“Apa ini? Kau mau aku membacanya, kan?” Ucap Papa ketus.

Lihat selengkapnya