Saatnya telah tiba, Yo, Bona dan Grace akan pergi ke lorong waktu misterius. Yo meyakinkan Lao dengan sebuah pertanyaan, “Apa kau bisa membawa kami ke tempat itu?” Lao berbisik di telinga Yo, “Ya” Kemudian Lao berseru, “Ayo ikuti aku.” Lao terbang dan mereka berlari mengikutinya sambil menghalau serangan para kawanan monyet.
“Ini tempatnya, Yo. Dari sini kau akan dituntun ke suatu tempat. Kau harus menuju ke lorong waktu misterius itu. Kau hanya punya waktu tiga jam untuk sampai ke sana hingga kau keluar dari lorong waktu itu. Jikalau kau terlambat, kau tidak akan pernah kembali lagi. Lorong waktu misterius itu berbeda dengan waktu yang kau alami sekarang, bisa saja kau berada di sana saat gelap ataupun terang. Sekarang tutup matamu, Yo! Dan teman-temanmu juga tentunya. Setelah kalian tidak mendengar lagi suara bising, itu tandanya kau sudah sampai di salah satu lorong waktu misterius itu.”
“Lalu kau bagaimana?”
“Aku hanya memberi petunjuk kepadamu, Yo. Aku tidak bisa ikut denganmu, lorong waktu tidak mengizinkanku untuk masuk ke sana.”
“Baiklah”
“Semoga beruntung, Yo”
Yo, Bona dan Grace mengikuti semua yang Lao katakan. Setelah itu Lao terbang jauh meninggalkan mereka.
Setelah tidak ada lagi suara bising, mereka membuka mata perlahan. Tak habis pikir, ternyata mereka sudah berada di mulut gua. Kabut tipis menyelubungi mulut gua hingga Yo tidak bisa melihat dengan jelas seberapa besar mulut gua itu. Grace mencoba melangkahkan kakinya, namun Yo menghalanginya dan berujar pelan “Stop! Jangan dulu Grace. Kita harus pastikan bahwa tidak ada yang membahayakan di dalam sana”
“Bagaimana caranya kau bisa tahu sesuatu akan berbahaya atau tidak kalau kau tidak masuk Yo” Ujar Grace ketus sambil melipat ke dua tangannya di dada.
“Hmmm, jawaban yang masuk akal. Tapi sabar dulu”
“Oh! Oh! Apa ini Yo?” Tanya Bona heran dengan mata terbelalak.
Yo menjawab ketus, “Menurutmu ini apa?”
“Gua?”
“Ya, gua. Memangnya mulut singa, aum ... aum!”
“Apa lagi ini Yo? Coba lihat di belakang, ada jurang.” Seru Bona gemetar sambil menggertakkan giginya.
“Jaga langkahmu, Bon. Jangan sampai kau bergerak mundur terlalu jauh”
“Beneran, ini semua di luar nalarku, Yo” Tukas Grace memegang lengan Yo dengan kuat hingga Yo merasakan kesakitan.
“Di depan ada gua, di belakang ada jurang. Di depan mulut singa, di belakang mulut buaya. Kenapa kau bawa aku ke tempat beginian, Yo? Aku belum mau mati, aku belum mencoba pizza keluaran terbaru”
“Apa?” Seru Grace mencibir karena merasa aneh dengan apa yang Bona katakan.
“Dia memang begitu Grace, apapun dikaitkan dengan makanan”
“Apa kita harus masuk ke sana, Yo?”
“Aku juga tidak tahu, Bon. Apakah kita harus masuk atau tidak. Tapi sepertinya kita harus masuk”
“Jawaban apa itu? Kau membuatku tegang! Kau bilang kita mau ke istana!” Tukas Bona kesal dengan tangan gemetar.
“Ya, tapi jalan ini bukanlah jalan yang kumaksud, Bon. Jalan ini tidak kulalui saat aku menuju ke istana yang kukatakan itu.”
“Lalu jalan seperti apa yang kau maksud?”
“Aku hanya memanjat pohon tinggi yang ada di kapal aneh waktu itu, lalu aku melewati gurun dan sampai ke sebuah istana”
“Kalau tadi kau bilang kau tidak tahu, aku tak mau ikut denganmu, Yo. Kita bisa tersesat di sini. Apa kau tidak takut melihat tempat ini?”
“Jangan kau tanya bagaimana perasaanku melihat tempat ini, Bon. Sudahlah, nikmati aja dulu yang kau lihat. Sekarang kau boleh pilih masuk ke gua ini atau terjun ke bawah jurang itu?”
Jawab Grace tegas “Aku rasa kau tak perlu tanyakan hal itu, Yo. Kau sudah tahu jawabannya”
“Baiklah, aku masuk ke gua itu saja. Hmmm, karena kita berdua laki laki dan Grace seorang perempuan, saranku Grace harus selalu di tengah-tengah agar aman. Bagaimana?”
“Tak masalah” jawab Grace singkat.
“Sekarang, giliranmu untuk masuk, Yo”
“Kirain tadi kau ngomong begitu ingin menawarkan diri untuk jadi yang pertama. Ahhh payah kau, Bon”
Yo menarik nafas terdalamnya sebelum menapakkan kaki ke dalam gua itu. Dari mulut gua sudah sangat tercium aroma dinginnya air, gelapnya ruang dan lembabnya udara. Tetesan air dari langit-langit gua sangat jernih kedengaran meski mereka masih berada di luar.
“Bersiaplah” ujar Yo singkat.
Yo, Bona dan Grace menyusuri gua gelap yang ditumbuhi dengan tanaman berwarna pink. Namun tidak setiap sudut gua ditumbuhi tanaman itu. Tanaman itu menjadi penerang alami untuk mereka. Meski temaram, tapi sangat membantu Yo dan Grace untuk melangkah, tidak untuk Bona.
Ujung Stalagtit yang runcing itu menusuk kepala Bona dan ia menjerit “Aw! Aw! Aw!”
“Kenapa Bon?” tanya Yo sambil meraba-raba lengan Bona.
“Bukan tanganku yang sakit Yo, kepalaku kena ujung runcing batu itu”
“Stalagtit maksudmu?”
“Terserah entah apa namanya, yang jelas sta---sta--- yang kau bilang itu tadi menusuk kepalaku”
“Shhhh! Tenang Bon, kau pegang ujung bajuku lalu ikuti setiap langkahku, agar kau tidak celaka. Biarkan Grace berada di sampingku”
“Tempat ini gelap, Yo. Bagaimana aku bisa mengikuti langkahmu? Apa kau pikir aku punya mata seperti kelelawar yang bisa melihat di tempat gelap?”
“Sekarang kau petik bunga itu. Satu tangan memegang bunga itu dan tangan yang satu memegang bajuku. Paham?”
“Untuk apa kupetik bunga itu?”
“Bon … Bon … Kau bilang tadi tidak bisa melihat di tempat gelap. Sekarang kau ambil bunga itu lalu kau arahkan saat melangkah. Itu bisa jadi sentermu.”
“Hmmm!”
“Apa masih belum paham juga?”
“Aku tidak sebodoh itu, Yo” tukas Bona geram.
“Ya udah, ambil sekarang bunganya. Tunggu apa lagi?”
“Kau saja yang ambil, Yo. Aku tidak bisa melihat apa-apa?”
“Bukan tidak bisa melihat apa-apa, memang kau saja yang tidak berani”
“Biar aku saja yang memetiknya, Yo” ujar Grace pelan.
“Tidak Grace, biar aku saja!” Sahut Yo tegas.