🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though....🤍💔❤️🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Usia enam tahun adalah masa di mana seorang anak seharusnya bermain bebas, tertawa, dan belajar mengenal dunia dengan penuh rasa ingin tahu. Namun bagi Ara, masa itu justru menjadi awal dari mimpi buruk yang membekas seumur hidupnya.
Udara lembap menusuk paru-paru, bau karat bercampur amis darah menempel di dinding-dinding besi. Di sudut gudang gelap itu, seorang anak kecil duduk meringkuk. Rambutnya kusut, wajahnya penuh air mata, tubuh mungilnya gemetar. Ara-baru enam tahun, tidak seharusnya berada di tempat yang penuh kengerian seperti itu.
Pintu besi berderit. Suara langkah kaki berat menggema di lantai semen. Ara refleks menahan napas, ketakutan kalau itu penculik yang datang untuk mengakhiri hidupnya.
Tapi sosok yang masuk berbeda dari yang lain. Seorang pria muda, mungkin baru berusia 21 tahun, tubuhnya kurus tapi gesit, mata gelapnya menusuk tapi tak sepenuhnya dingin. Ia berdiri di depan Ara, mengamati bocah kecil itu seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.
Ara terisak pelan.
"K-kenapa Kakak lihat Ara kayak gitu... Ara takut..." suaranya bergetar, polos khas anak kecil.
Pria itu berjongkok, menatapnya lebih dekat. Ia berbisik cepat, suaranya terdengar kasar tapi ada ketulusan yang sulit disembunyikan.
"Dengar, bocil... kalau kamu mau tetap hidup, kamu harus keluar dari sini. Aku bisa bantu kamu kabur, tapi risikonya gede. Nyawa aku juga bisa jadi taruhannya. Kamu ngerti?"
Ara menggeleng cepat, air matanya jatuh deras.
"T-tapi... Ara takut... mereka semua serem... kalau Ara ketahuan... Ara nanti dimarahin... Ara takut kak"
Pria itu menatapnya dengan tajam, nada suaranya naik sedikit, lebih menegaskan.
"Lalu kamu mau apa? Mau organmu diambil? Mau mati konyol di meja operasi mereka? Atau... kamu pilih coba lari dan mungkin bisa ketemu orangtuamu lagi. Pilih, bocil!"