🤍Hello everyone, I’m back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it’s not that interesting though....🤍💔❤️‍🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Udara pagi buta, di negara X tempat Ara kini menjadi Ariana Prawira, tinggal selama empat belas tahun terakhir terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti jalanan, membuat suasana seakan berat untuk dilewati. Di depan sebuah rumah bergaya klasik Eropa, sebuah mobil hitam sudah menunggu, bagasi terbuka, koper-koper tertata rapi di dalamnya.
Ariana berdiri di teras, mengenakan mantel panjang krem dan syal putih. Matanya berkilat, tapi sembab. Hari ini, ia akan meninggalkan rumah yang selama ini jadi tempat bernaungnya.
Indar Prawira, tante yang selama ini merawat Ariana, menahan tangisnya sambil membetulkan syal keponakannya itu. “Na… kamu yakin? Tante sama Om nggak akan pernah menahanmu, tapi… rasanya berat banget kalau kamu harus pergi jauh dari kami.”
Ariana tersenyum tipis, meski suaranya bergetar.
“Aku sudah dewasa, Tante. Sudah waktunya aku pulang. Aku harus belajar hidup dengan kakiku sendiri. Dan… aku ingin menata ulang semua dari awal di Indonesia. Itu tempatku sebenarnya.”
Arman Prawira, omnya, menepuk bahu Ara dengan lembut. Wajahnya yang biasanya tegas kini tampak lebih rapuh. “Kami tahu kamu kuat, Na. Sejak kecil kamu sudah berjuang. Tapi ingat… rumah ini, kami, akan selalu ada untukmu. Kamu bukan cuma keponakan. Kamu anak kami sendiri. Jangan pernah merasa sendirian.”
Ariana menunduk, air mata jatuh ke syalnya. Ia segera memeluk Arman dan Indar bergantian. “Kalian sudah menganggapku seperti anak sendiri sejak Ayah dan Ibu tiada. Aku nggak akan pernah lupa itu. Aku janji, aku akan kembali ke sini suatu saat. Dan… aku akan bikin kalian bangga.”
Indar akhirnya menangis terbuka. “Na, jangan terlalu keras sama dirimu, ya. Kamu boleh terlihat kuat di luar… tapi kalau capek, kalau hancur, jangan lupa kamu berhak menangis.”
Ariana mengangguk cepat, lalu tersenyum meski bibirnya bergetar. “Kalau aku nggak kuat, aku akan ingat kata-kata Tante. Tapi sekarang aku harus melangkah. Biarpun rasanya sakit… aku harus berani.”