🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Pagi itu, aula kampus dipenuhi mahasiswa baru yang bersiap mengikuti mata kuliah “Hukum Internasional Lanjutan”. Suasana ramai, tapi begitu pintu kelas terbuka dan suara langkah sepatu terdengar, semua mendadak hening.
Dito masuk dengan ekspresi dingin, kemeja hitam dan jas abu yang rapi, membawa tumpukan berkas. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.
“Baik. Kita mulai tepat waktu. Saya tidak suka keterlambatan,” ucapnya datar, meletakkan buku di meja dosen.
Ariana buru-buru duduk tegak. Jantungnya sedikit berdebar. Malam tadi ia masih kepikiran dengan mimpi aneh itu, dan sekarang tatapan Dito kembali menusuk seperti bilah tajam.
“Ariana Prawira.”
Nama itu membuatnya menoleh spontan. Dito menatap langsung ke arahnya.
“Berdiri. Jawab pertanyaan saya.”
Ariana menelan ludah, berdiri dengan hati-hati. Mahasiswa lain menoleh, beberapa sudah siap menonton drama.
“Jika sebuah negara melakukan intervensi militer dengan alasan kemanusiaan tanpa persetujuan Dewan Keamanan, apa konsekuensinya dalam hukum internasional?” suara Dito tenang, tapi dingin.
Ariana berpikir sejenak, lalu menjawab dengan suara jelas, “Itu dapat dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan negara, sekalipun alasannya kemanusiaan. Tapi ada pengecualian yang masih diperdebatkan terkait doktrin Responsibility to Protect.”
Kelas bergumam kecil. Jawaban itu cukup berani untuk mahasiswa baru.
Dito mengangkat alis. “Hm.”
Dia berjalan pelan mendekati bangku Ariana. “Pengecualian? Jadi menurutmu, melanggar hukum bisa dibenarkan?”
Ariana menahan napas. “Bukan dibenarkan, Pak. Tapi ada wacana internasional yang… mencoba menyeimbangkan antara kedaulatan dan hak asasi manusia.”
Dito menyipitkan mata. “Wacana. Kata yang indah. Tapi pada kenyataannya, siapa yang paling diuntungkan dari semua wacana itu? Negara kuat, atau rakyat kecil?”
Ariana terdiam. Dito tersenyum tipis senyum sinis.
“Duduk. Belajar dulu sebelum bicara seolah-olah kau mengerti dunia.”
Beberapa mahasiswa menahan tawa. Wajah Ariana memanas, tapi ia hanya bisa menunduk. Tangannya mengepal di pangkuan.
Dito kembali ke depan kelas, menulis di papan. Tapi dalam benaknya, mata Ariana tadi kembali menusuk. Bening, sama seperti mata itu mata Ara kecil yang dulu pernah ia selamatkan. Tidak. Jangan bodoh. Dia hanya mahasiswa. Dan jelas-jelas dia tipe cewek materialis perhatian, bicara seakan paham. Pasti ujung-ujungnya dekat sama Kenzo demi harta keluarga.
🤍🤍💔❤️‍🩹🌹