🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Udara di dalam kamar itu semakin terasa berat. Api perapian memang masih menyala, tapi justru menambah suasana mencekam. Ariana berdiri di tepi ranjang, tubuhnya tegang, sementara Dito berbaring dengan posisi setengah duduk, matanya tak lepas menatap gadis itu.
“Saya tidak akan tinggal di sini,” ucap Ariana akhirnya, dengan suara yang berusaha tegas meski terdengar bergetar. “Saya punya kehidupan sendiri, Pak. Say punya kuliah, Saya punya Ken. Saya tidak bisa meninggalkan semua itu hanya untuk...”
“Untuk apa?” potong Dito cepat. “Untuk menolong seseorang yang jelas-jelas sedang terluka parah? Untuk menjalankan kewajiban moral yang seharusnya kau sadari sejak pertama kali membawaku kemari?.”
Ariana terdiam sejenak, matanya membulat. Kata-kata itu terasa seperti hantaman.
“Tapi… tetap saja, saya tidak bisa begitu saja menginap di mansion ini. Apalagi sampai berhari-hari. Bagaimana kalau orang lain tahu? Bagaimana kalau Ken tahu? Dia pasti akan salah paham. Saya tidak mau hubungan kami hancur hanya karena...”
“Kau terlalu banyak khawatirkan hal kecil,” Dito menyela lagi. Tatapannya tajam, namun sorot matanya menunjukkan bahwa ia sedang menahan sakit di pinggangnya. “Kenzo tidak akan salah paham. Bahkan kalaupun dia tahu, dia akan mengerti.”
Ariana langsung menggeleng cepat. “Tidak, Pak! Anda tidak kenal Ken. Dia bisa keras kepala. Dia tidak akan menerima alasan ini begitu saja. Saya yang akan disalahkan, saya yang akan dituduh macam-macam!”
Dito menarik napas dalam, lalu menghela perlahan, seakan mencoba bersabar menghadapi penolakan Ariana. “Ariana… kalau aku meminta ini pada orang lain, mereka akan langsung menurut tanpa banyak bicara. Tapi aku tidak ingin orang lain. Aku ingin kau.”
Kalimat itu membuat wajah Ariana panas. Ia merasa seperti ditarik ke pusaran yang tidak bisa ia pahami. “Kenapa saya?!” suaranya meninggi. “Kenapa selalu saya? Anda punya pelayan, Anda punya penjaga, bahkan mungkin perawat pribadi yang lebih profesional daripada saya. Saya bukan siapa-siapa. Kenapa saya yang harus menanggung semua ini?”