🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Pagi pertama Ariana di mansion terasa aneh. Ia bangun dengan rasa asing, di kamar tamu besar yang jauh dari sederhana. Tirai tebal berwarna hitam putih menutupi jendela, hanya menyisakan sedikit cahaya mentari yang menembus masuk. Tempat tidurnya terlalu empuk, karpetnya terlalu mewah, dan udara kamar itu terlalu sunyi.
Ia mengusap wajahnya, mencoba meyakinkan diri kalau ini bukan mimpi. Tapi sayangnya, semuanya nyata. Ia benar-benar tinggal di mansion Dito.
Dengan langkah pelan, ia keluar kamar. Lorong panjang dengan lampu gantung kristal menyambutnya, begitu megah hingga Ariana merasa seperti masuk ke dunia lain. Beberapa pelayan menunduk hormat saat ia lewat, membuatnya semakin kikuk.
"Apa mereka juga menganggapku bagian dari keluarga ini?" pikirnya, bingung.
Ketika tiba di ruang utama, ia mendapati Dito sudah duduk di kursi panjang dekat jendela. Tubuhnya masih dibalut perban, tapi kini wajahnya terlihat lebih segar. Ia mengenakan kemeja hitam sederhana, dengan rambut sedikit berantakan, memberi kesan dingin namun karismatik.
"Selamat pagi," ucapnya datar.
Ariana mengangguk canggung. "Pagi, Pak. Bagaimana keadaan Anda?"
Dito menoleh pelan, tatapannya singkat namun dalam. "Lebih baik. Terima kasih karena kau semalam tetap di sini."
Ariana menelan ludah. Sikapnya berbeda dari biasanya. Biasanya Dito selalu dingin, tajam, bahkan kasar dalam cara bicara. Tapi sekarang, meski tetap berwibawa, ada nada lembut di suaranya.
"Seharusnya saya pulang... tapi..." Ariana mencoba bicara, namun Dito memotong.
"Kalau kau pulang, mungkin saya sudah mati." Ucapannya tenang, tapi cukup untuk membuat Ariana diam seribu bahasa.
Ariana menunduk, merasa bersalah. Meski ia tahu Dito punya banyak pelayan, entah kenapa pria itu membuatnya merasa bertanggung jawab.
"Duduklah," perintahnya kemudian.
Dengan ragu, Ariana duduk di kursi seberang.
"Kau tidak perlu terlihat tegang begitu," ujar Dito, suaranya kali ini lebih hangat. "Saya tidak akan menggigitmu."
Ariana terkesiap, menatapnya dengan bingung. Sejak kapan Dito bisa berbicara seperti itu?
"Pak, Anda... berbeda," gumamnya jujur.
Dito menaikkan sebelah alis. "Berbeda?"