🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹
Happy Reading.
.
.
.
.
.
Hari-hari terasa begitu panjang tanpa kabar Ariana. Waktu seakan melambat, dan semakin lama, kegelisahan di hati Annisa semakin sulit disembunyikan. Sudah hampir dua minggu, sahabatnya itu tidak kunjung pulang.
Awalnya, Annisa mencoba menenangkan diri. “Mungkin dia memang sibuk,” begitu pikirnya. Tapi setelah hari berganti hari, tempat tidur Ariana di asrama putri tetap kosong, rasa tenang itu menghilang sepenuhnya.
Annisa mondar-mandir di kamar, menatap ranjang kosong di sebelahnya dengan dada sesak. “Na… Lo ke mana, sih? Lo bilang cuma ke supermarket sebentar…” suaranya bergetar.
Ia sudah mencoba menelepon berkali-kali, tapi ponsel Ariana ternyata tertinggal di meja. Itu yang membuat semua semakin aneh. Ariana bukan tipe yang ceroboh soal barang penting, apalagi hpnya.
Akhirnya, dengan wajah tegang, Annisa mendatangi Kenzo. Ia tahu betul bahwa hanya lelaki itu yang bisa membantu.
Kenzo duduk di kursi taman kampus, wajahnya suram, kedua tangannya terkepal di atas lutut. Begitu Annisa menghampiri, ia langsung berdiri.
“Ken!” panggil Annisa, suaranya panik. “Gue nggak tahu harus gimana lagi. Na nggak pulang-pulang. Udah hampir dua minggu! gue takut terjadi sesuatu sama dia.”
Kenzo menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang, meski di dalam dadanya ada api kecemasan yang berkobar. “Gue juga khawatir. Percayalah, gue sudah mencari ke mana-mana.”
Annisa menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Ke supermarket itu? Polisi? Semua sudah dicari?”
Kenzo mengangguk pelan. “Sudah. Tapi gue cek CCTV di jalan dekat asrama emang ada Na lewat jalan itu, tapi kemudian Na jalan ke arah gerbang kampus ini. Jadi gue coba CCTV ada di area itu terus gue menyusuri jalan yang Na lewat smpe ke supermarket deket kampus tapi tetap tidak ada tanda-tanda Na ke supermarket itu.”
Annisa menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya bergetar. “Berarti dia bahkan nggak sempat sampai sana?”
“Itu yang bikin gue semakin bingung,” gumam Kenzo, matanya menatap kosong ke depan.
Di kepalanya, potongan-potongan pikiran berputar kacau. Paman gue… Dito. Dia juga tiba-tiba menghilang pada waktu yang sama. Jangan-jangan…
Namun ia tidak bisa mengatakannya pada Annisa. Hubungan keluarganya dengan Dito terlalu rumit, terlalu banyak rahasia yang tidak boleh bocor.
“Ken, kita nggak bisa diem aja!” seru Annisa, kali ini dengan nada marah karena rasa takutnya sudah terlalu menekan. “Kalau Na diculik orang, kalau dia kenapa-kenapa?!”