You Are Mine

OkaSalsa
Chapter #25

Firasat Kenzo

🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹


Happy Reading.


.


.


.


.


.


Hampir sebulan lebih sudah berlalu sejak Ariana lenyap tanpa kabar. Kampus mulai bertanya-tanya, Annisa hampir gila menahan cemas, dan Kenzo… ia berada di titik putus asa.

Setiap hari mereka menelusuri jalanan, menempelkan poster wajah Ariana di tiang listrik, bertanya pada orang-orang di sekitar supermarket terakhir Ariana terlihat. Tapi jawaban yang didapat selalu sama: tidak ada yang tahu.

Annisa duduk di bangku halte sore itu, rambutnya berantakan, mata sembab karena kurang tidur. Ia menatap poster Ariana yang ditempel di papan pengumuman. “Ken… udah sebulan lebih… kita masih nggak nemuin apa-apa. Kalau dia… kalau Na udah...”

“Jangan lanjutin,” potong Kenzo cepat. Rahangnya mengeras, suara bergetar. “Na masih hidup. Gue yakin.”

Annisa menatapnya dengan air mata menggenang. “Tapi di mana? Semua tempat udah kita cari. Kayak dia lenyap ditelan bumi.”

Kenzo menunduk, mengepalkan tangan. Dalam hatinya, ia tahu sesuatu yang tidak bisa ia bagi pada Annisa. Ada satu nama yang terus menghantui pikirannya: Dito.

Pamannya itu menghilang hampir bersamaan dengan hilangnya Ariana. Dan meski Dito kembali ke kota dengan wajah tenang seolah tak terjadi apa-apa, insting Kenzo menolak percaya kalau semua ini hanya kebetulan.

Beberapa hari kemudian, Kenzo memberanikan diri mendatangi apartemen Dito lagi. Ia disambut dengan senyum datar pamannya yang seolah tidak terganggu sedikit pun.

“Lo lagi,” ucap Dito sambil menuangkan anggur ke gelas. “Masih belum nyerah cari cewek itu?”

Kenzo menatapnya tajam. “Lo tau sesuatu, kan?”

Dito tertawa kecil, duduk santai di sofa. “Kenzo, kenapa lo maksa banget nuduh gue? Gue sibuk dengan kerjaan gue. Hidup gue nggak berputar di sekitar pacar lo. Jangan lebay.”

Kenzo maju selangkah. “Dia hilang, Paman. Hilang tanpa jejak. Lo juga ngilang di waktu yang sama. Lo pikir gue nggak sadar?”

Dito menghela napas, pura-pura jenuh. “Lo tuh harus belajar percaya sama orang, Kenzo. Gue ke luar kota karena konferensi. Mau gue kasih tiket pesawatnya? Biar lo puas.”

Kenzo terdiam. Kata-kata itu memang sulit dipatahkan tanpa bukti.

“Lo tau apa bedanya kita?” lanjut Dito dengan senyum sinis. “Lo pakai hati. Gue pakai logika. Cewek kayak Ariana… bisa aja bosan, bisa aja kabur. Bisa juga ketemu orang baru. Lo nggak pernah kepikiran? Jangan-jangan dia ninggalin lo.”

Kalimat itu seperti pisau menusuk dada Kenzo. Ia mengepalkan tangan, hampir melayangkan tinju, tapi menahan diri. Ia tahu itulah yang Dito inginkan: membuatnya terpancing.

“Lo salah,” jawab Kenzo dengan suara bergetar. “Na nggak kayak gitu.”

“Really?” Dito mengangkat alis. “Manusia berubah, Kenzo. Dan cewek itu… lo nggak pernah benar-benar tau apa yang dia simpan.”

Kenzo menatapnya lama, mencoba membaca wajah pamannya. Tapi seperti biasa, Dito terlalu pandai menyembunyikan kebenaran di balik senyum tipisnya.

Di sisi lain, Annisa juga berjuang keras. Ia mencari ke rumah sakit, ke kantor polisi, bahkan menyewa orang untuk melacak. Tapi semua nihil.

Suatu malam, Annisa menangis di depan Kenzo. “Ken… gue takut. Gimana kalau Na… udah nggak ada?”

Kenzo meraih bahunya, menatap dalam-dalam. “Gue janji, Nis. Gue bakal nemuin dia. Gue nggak peduli berapa lama, gue bakal nemuin Na.”

Annisa terisak, lalu mengangguk. Tapi di dalam hatinya, ia mulai merasakan ketidakberdayaan yang sama.

Dan sementara itu, jauh di apartemennya, Dito berdiri di balkon dengan segelas anggur di tangan. Ia menatap lampu-lampu kota yang berkelip, bibirnya melengkung puas.

“Kenzo…” gumamnya lirih. “Lo udah mulai goyah, kan? Lo cari, lo curiga, tapi lo nggak bisa buktiin apa-apa. Dan itu yang paling gue suka.”

Ia menyeringai, lalu berjalan ke meja kerjanya. Dari dalam laci terkunci, ia mengeluarkan sebuah flashdisk kecil. Menatapnya lama, senyumnya makin dingin.

“Rekaman ini…” ia menepuk perlahan benda kecil itu, “Akan jadi senjata pamungkas. Lo bakal benci Ariana, bahkan sebelum lo sadar kebenarannya. Lo bakal ninggalin dia dengan tangan lo sendiri.”

Lihat selengkapnya