You Are Mine

OkaSalsa
Chapter #35

Ariana Menghilang Dari Indonesia

🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹

Happy Reading.


.


.


.


.


.


Pagi buta di hari itu, tepatnya di apartemen Galvin sudah sangat sibuk Galvin termasuk Ariana sudah berdiri di depan cermin besar kamar apartemen Galvin yang remang. Udara terasa tegang, seolah setiap hembusan napas bisa mengundang bahaya. Tangannya bergetar halus ketika menyentuh wig bob cokelat muda yang kini menggantikan rambut panjang hitamnya. Di belakangnya, seorang perempuan paruh baya-orang kepercayaan Galvin memastikan setiap helai rambut palsu itu menutupi sempurna.

"Sedikit lagi, Nona. Jangan banyak gerak," ucapnya pelan sambil merapikan bagian belakang wig.

Galvin berdiri tak jauh dari sana, memeriksa koper kecil berisi paspor, visa, dan pakaian sederhana. Ia menatap Ariana melalui pantulan cermin wajah yang dulu mudah dikenali kini nyaris berubah total. Bekas kecantikannya tertutup tata rias natural. Di sudut bawah mata tepat di pipi kanannya, ada tahi lalat palsu yang menambah kesan berbeda.

"Bagus," kata Galvin akhirnya. "Dengan kacamata dan tahi lalat palsu ini, tak ada yang akan menyangka itu kamu."

Ariana hanya mengangguk pelan. Ia memegang kacamata hitam besar itu, menatap dirinya sendiri dengan rasa tak percaya. "Aku bahkan hampir tak mengenali diriku sendiri," bisiknya.

"Dan itu bagus," balas Galvin cepat. "Kita tidak punya waktu banyak. Dito sudah tahu kamu berniat pergi ke luar negeri. Orang-orangnya pasti sudah menyebar ke mana-mana."

Benar saja, di sisi lain tempat, Dito tengah berdiri di depan peta Jakarta. Titik-titik merah menyebar di seluruh area strategis bandara, dan juga pelabuhan.

Dito menyarahkan semua anak buahnya dan bodyguard Dito pergi berapa tempat pelabuhan yang berada di Jakarta juga bandara untuk mencari Ariana.

"Kalian semua... menyebar ke semua pelabuhan, juga bandara untuk mencari Ariana dimanapun tempat itu semua sisi sudut areanya nggak boleh lepas dari mata kalian". Dito memerintahkan beberapa anak buahnya dan juga bodyguardnya pergi ke semua pelabuhan yang berada di jakarta.

Beberapa anak buahnya dan bodyguard Dito mengangguk pelan dengan sopan, "Baik, Tuan."

Dan beberapa bagian lagi anak buahnya dan bodyguard Dito pergi ke bandara, takutnya Ariana pergi ke luar negeri. Jadi Dito memerintahkan mereka semua untuk mencari Ariana di bandara.

"Dan kalian yang sisa, kalian pergi ke bandara. Mencari Ariana jadwal keberangkata pesawat sekarang, kelompok satu mencek jadwal keberangkatan pesawat, kelompok dua periksa area keberangkatan internasional. Jangan ada yang lolos," perintahnya dingin.

Suasana di markas rahasia Dito terasa menegangkan. Puluhan anak buahnya menerima arahan detail. Setiap langkah mereka di lapangan akan langsung dilaporkan melalui sambungan digital yang terhubung ke ponsel pribadi Dito. Tak ada ruang untuk kesalahan. Ia menyalakan rokoknya, menatap peta dengan mata menyala marah. Kau nggak akan bisa pergi sejauh itu, Ariana. saya tahu kau masih di Jakarta.

Sementara itu, di apartemen, Galvin menatap jam tangannya. "Kita berangkat sekarang."

Ariana menggenggam paspor dan visa di tangannya erat-erat. Rasanya seperti menggenggam satu-satunya kunci menuju kebebasan. Mereka meninggalkan apartemen melalui jalur parkir bawah tanah. Sebuah mobil hitam tanpa plat resmi menunggu, dikemudikan oleh salah satu staf bandara kepercayaan Galvin.

Sepanjang perjalanan menuju Soekarno Hatta, Ariana hanya bisa diam. Di luar, langit siang tampak cerah, kontras dengan kekalutan yang menyelimuti hatinya. Ya Allah, tolong... jangan biarkan mereka menemukan hamba.

Ketika tiba di bandara, Galvin tidak langsung mendampingi Ariana. Ia masuk lewat akses VIP yang terhubung dengan jalur jet pribadinya, sementara Ariana turun di area parkir umum dan berjalan seperti penumpang biasa.

"Ingat," kata Galvin melalui earpiece kecil yang terpasang di telinga Ariana. "Jangan terlihat tergesa. Jalan seperti orang biasa. Kalau ada yang menatapmu, pura-pura tidak peduli."

Ariana mengangguk pelan, langkahnya teratur. Ia mengenakan pakaian sederhana biasa berwarna krem, dan kacamata besar yang menutupi sebagian wajahnya. Sesekali ia berhenti, berpura-pura melihat jadwal penerbangan di papan elektronik.

Beberapa meter di depannya, dua anak buah Dito melintas. Salah satunya sempat memandangi Ariana sekilas, tapi hanya sebentar sebelum berbalik arah. Penyamaran itu berhasil.

Galvin, dari ruang tunggu VIP, memantau situasi lewat layar kecil di ponselnya. Kamera internal bandara akses yang hanya bisa ia gunakan karena statusnya sebagai pengaruh besar yang sering bekerja sama dengan pihak penerbangan menampilkan tiap sudut tempat Ariana melangkah.

Setiap detik seperti jarum yang menusuk. Sekali saja Dito bergerak lebih cepat, semuanya bisa berakhir.

Namun, semuanya berjalan sesuai rencana. Beberapa staf Galvin yang sudah disiapkan lebih dulu menunggu Ariana di area khusus yang terhubung langsung ke parkiran jet pribadi. Begitu Ariana tiba di titik yang ditentukan, mereka menyambutnya dengan sopan dan cepat mengantarnya masuk ke mobil kecil menuju landasan.

Ariana menoleh ke belakang sekali lagi. Dari kejauhan, ia bisa melihat beberapa pria berpakaian rapi berlarian di antara kerumunan anak buah Dito. Mereka tampak kebingungan, tidak sadar bahwa orang yang mereka cari baru saja melewati mereka beberapa menit lalu.

Begitu mobil berhenti di depan pesawat jet pribadi milik Galvin, Ariana menghela napas lega untuk pertama kalinya. Setelah begitu banyak kejadian yang ia alami selama belakangan ini, akhirnya ia bisa bebas dari semuanya termasuk dari terbelenggu sisi gelap Dito.

Di dalam, pramugari langsung menutup pintu kabin dan mengamankan sabuk pengaman Ariana. Galvin berbicara cepat di telepon, suaranya menekan ketegangan yang masih tersisa. "Jalankan pesawatnya sekarang juga. Jangan tunggu izin tambahan."

"Siap, Tuan Galvin."

Suara mesin jet mulai meraung. Sementara itu, di terminal utama, Dito menatap layar ponselnya. Matanya menyipit. "Ada yang aneh...," gumamnya. Ia segera memerintahkan pengawasan kendaraan yang masuk ke parkiran pesawat jet pribadi. Tapi semuanya sudah terlambat.

Pesawat jet pribadi Galvin meluncur mulus di landasan, lalu perlahan meninggalkan bumi Indonesia.

Galvin berdiri di ruang tunggu VIP, menatap ke luar jendela. Sebuah senyum samar terbit di wajahnya, namun matanya tetap gelap, penuh kewaspadaan. "Setidaknya untuk sekarang, kamu selamat, Ariana..."

Namun jauh di dalam hatinya, ia tahu, pertempuran ini belum berakhir. Dito akan membalas. Ia selalu membalas. Dan kali ini, medan perangnya akan berpindah bukan lagi di rumah sakit atau bandara, melainkan di wilayah kekuasaan yang jauh lebih berbahaya: Dunia di luar negeri tempat Ariana akan bersembunyi.

Lihat selengkapnya