You Are Mine

OkaSalsa
Chapter #39

Saling Mengikhlaskan

🤍Hello everyone, I'm back again, how is everyone doing? You must all be well, right? I want to tell this story, even though it's not that interesting though.... 🤍💔❤️‍🩹🌹


Happy Reading.


.


.


.


.


.


Malam itu Jakarta diguyur hujan rintik, suara petir sayup terdengar di kejauhan. Di dalam kamarnya, Annisa duduk di tepi ranjang sambil memandangi cincin tunangan yang melingkar di jarinya. Cincin itu berkilau lembut diterpa cahaya lampu kamar, tapi bagi Annisa, kilau itu terasa seperti beban yang menghantam dadanya.


Ia menunduk, menahan air mata yang hampir jatuh. Setiap kali ia mengingat malam itu malam di mana segalanya berubah antara dirinya dan Kenzo hatinya seperti diremas. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan berbelok sejauh ini.


Kenzo, pria yang dulu hanya ia kenal sebagai pacar sahabatnya, kini menjadi tunangannya. Tapi hubungan itu bukan karena cinta yang tumbuh dari dua hati, melainkan dari sebuah kejadian yang bahkan tak sanggup ia sebut tanpa rasa bersalah.


Ia menarik napas panjang, menatap layar ponsel di tangannya. Jari-jarinya gemetar saat menekan nama yang sudah lama tak ia hubungi — Ariana.


“Ya Allah... semoga Ns mau dengerin aku,” bisiknya lirih.


Panggilan video tersambung. Di layar, muncul wajah Ariana lembut, damai, tapi tampak sedikit lebih dewasa dari terakhir kali mereka bertemu. Matanya hangat, namun ada semburat lelah yang sulit disembunyikan.


“Na…” suara Annisa bergetar. “Lo kelihatan sehat ya, di sana?”


Ariana tersenyum kecil. “Iya, Nis. Aku baik. Kamu sendiri gimana? Aku lihat berita pertunangan kamu sama Kenzo... selamat ya.”


Kalimat itu membuat dada Annisa makin sesak. Ia menunduk, air matanya mulai menggenang. “Na... Lo harus ngomong sesuatu. Gue nggak mau lo salah paham sama gue. Gue juga nggak mau lo ngerasa gue ngerebut Kenzo dari lo.”


Ariana terdiam, memperhatikan wajah sahabatnya yang kini mulai menangis. “Kamu nggak perlu nangis dulu, Nis. Ceritain aja semuanya, aku dengerin kok.”


Annisa menarik napas dalam-dalam, lalu mulai menceritakan semuanya, dari malam di klub, saat ia menemukan Kenzo mabuk berat, hingga bagaimana semua terjadi tanpa kendali. Suaranya bergetar, sesekali terisak di tengah kata-kata yang sulit diucapkan.


“Gue... gue nggak tahu harus gimana waktu itu, Na. gue cuma pengen bantu dia pulang, tapi dia... dia lihat gue kayak lo. Gue nggak sempat cegah. Dan setelah semua itu terjadi, aku hancur... Gue pengen menghindar tetapi kenzo pengen tanggung jawab.”


Hening panjang menyelimuti layar. Ariana menatap sahabatnya dengan mata berkaca-kaca, namun bukan karena amarah. Melainkan karena perih, perih yang tak ada bentuknya.


“Jadi... begitu ya semuanya terjadi,” bisik Ariana. “Aku... Nggak tahu harus menganggainnya seperti gimana.”


Annisa buru-buru menyeka air matanya. “Na, gue nggak minta lo maafin gue, gue cuma nggak mau lo salah paham. Gue tahu lo pasti kaget, tapi sumpah, gue nggak pernah bermaksud ngerebut Kenzo. Gue... bahkan masih ngerasa bersalah setiap kali lihat cincin tunangan.”


Ariana menggeleng pelan. “Nis, kamu nggak salah.”


Annisa mendongak, terkejut.


Ariana melanjutkan dengan suara lembut namun pasti, “Yang salah itu keadaan. Aku yang ninggalin duluan, aku juga yang mutusin hubungan kami. Kalau malam itu terjadi... mungkin itu karena semuanya udah takdirnya dari Allah seperti ini.”


Lihat selengkapnya