You are My Destiny

yoursweetcrush
Chapter #3

Kembali

"Gita!" Aku menoleh. Dennis dengan motornya, melaju pelan di sebelahku. 

"Dari tadi dipanggil kok gak jawab?" 

"Suara motor lo berisik, sih. Jadi gue gak dengar." 

Kupercepat langkahku meninggalkan Dennis yang masih terus memanggilku. 

"Gita! Gita! Tungguin dong!" Dennis menarik pelan lenganku tepat sebelum aku masuk ke dalam kelas. 

"Lepas dong." Kataku berusaha melepaskan tangan Dennis.

"Dennis?" Seketika Dennis melepaskan tangannya. Suasana berubah menjadi dingin. Kutinggalkan saja mereka berdua. 

Aku masih sempat melihat Karina melotot ke arahku. Dan aku masih mendengar teriakan Karina yang memaki Dennis. Kulihat Dennis hanya membuang mukanya.

Selama jam pelajaran, aku terus saja diganggu oleh Dennis. Tiba-tiba saja dia pindah duduk di sebelahku. Kenapa pula ketika aku sudah berpisah dengannya aku harus satu kelas. 

"Git." Dennis berbisik. Aku masih diam, mencoba tetap fokus ke depan. 

"Gita." Dennis masih terus berbisik memanggilku. Akhirnya mau tak mau aku memalingkan mukaku.

"Apa?" Kali ini mukaku dan mukanya saling berhadapan. Dennis tersenyum ketika melihatku. Sungguh ingin kurutuki hatiku yang berdebar kencang. 

"Dennis! Gita! Keluar kalian!" Aku tersentak ketika mendengar Pak Maman menyuruh kami berdua keluar. Dennis keluar dengan senyum khasnya. Aku masih tidak percaya kalau aku harus keluar kelas gara-gara Dennis.

"Gita!" Pak Maman kembali membentakku. Mau tak mau kali ini aku berjalan menyusul Dennis keluar kelas. 

"Lama banget keluarnya." Dennis tersenyum ketika melihatku berdiri di sebelahnya. 

"Marah ya?" Dennis menatapku dalam. Aku masih terdiam. Sungguh kesal sekali rasanya. 

"Jangan marah dong." Dennis masih membujukku dengan senyuman manisnya.

"Mau kamu apa sih?" Aku menyerah. Aku sungguh lelah menghadapi Dennis. 

"Mau kamu." Dennis menjawab dengan senyuman mautnya. 

"Jangan mimpi."

"Loh, aku gak mimpi. Aku serius, Git. Aku gak bisa ngelupain kamu selama ini." 

Aku terdiam. Ingin rasanya aku membalas perkataan Dennis bahwa aku pun tidak bisa melupakannya. Tapi kutahan semua itu.

"Kok diam?"

"Terus mau dijawab apa?" Aku menghela napas.

"Kamu beneran sudah gak ada perasaan apa-apa sama aku? Atau dari awal memang kamu gak ada perasaan apa-apa?" 

"Cukup, Dennis."

"Apanya yang cukup? Selama ini aku gak pernah tahu perasaan kamu ke aku gimana. Aku berhak tahu, Git."

"Kita sudah gak perlu membahas ini lagi Dennis." 

"Tapi aku..."

"Kalian lagi ngapain di sini?" Perkataan Dennis terhenti oleh suara Karina. 

"Karina." Dennis mendesis.

"Kak Gita, boleh kita bicara berdua?" Karina menghampiriku.

"Gue lagi dihukum sama Pak Maman."

"Jam istirahat ya, ketemu di perpustakaan." Belum sempat aku menjawab, Karina sudah berlalu. Aku menghela napas, kemudian menatap tajam Dennis.

"Gak perlu ketemu dia, Git."

Lihat selengkapnya