Aku sudah melihat segala film yang berkisah tentang seorang cowok berandalan yang berubah menjadi seorang cowok beriman karena mencintai seorang wanita cantik dan religius.
Sepertinya aku sedang memerankan tokoh utama cowok dalam film semacam itu.
Ya, rasa cintaku terhadap Mulan mampu membuatku menjadi seorang yang rajin membaca buku sehingga prestasiku di sekolah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Rasa itu juga membuat hubunganku dengan Tuhan yang awalnya biasa-biasa saja, sekarang mulai menjadi anak sholeh yang suka berkeliaran ke masjid.
Setiap pagi, saat ayam jago berkokok kencang, saat jam istirahat di sekolah, juga saat bermain bersama teman-teman ataupun saat berada di rumah, aku akan bergegas ke masjid terdekat begitu mendengar suara adzan. Pemikiran tentang perasaan jatuh cinta yang tulus pada Mulan selalu menjadi topik obrolan pribadiku dengan Tuhan setelah aku melaksanakan kewajibanku. Selanjutnya, aku akan mengangkat kedua tanganku tinggi-tinggi sambil memejamkan mata dan membayangkan jika aku sedang bertemu dengan Tuhan.
"Tuhan, andai Mulan tahu betapa aku mencintainya. Andai ia tahu jika aku selalu menjadikannya isi dalam doaku. Andai ia tahu jika aku punya mimpi-mimpi indah bersamanya di masa depan. Tuhan, andai ia tahu...."
Tuhan hanya diam saja, namun Dia memelukku sambil tersenyum.
Karena aku terhindar dari kelas tambahan untuk pertama kalinya, aku punya alasan untuk merengek pada ibu supaya beliau mau membelikanku sebuah ponsel, sebab teman-temanku di sekolah sudah mulai mempunyai ponsel sendiri-sendiri.
Seminggu kemudian, ibu membelikanku sebuah ponsel bekas seharga tiga ratus ribu rupiah, namun aku tidak boleh membawanya ke sekolah karena berbagai alasan. Baiklah, aku harus jujur, penyebab utamanya karena ponsel itu masih milik bersama antara ibuku dan 'pihak ketiga'. Meskipun demikian, terkadang aku masih saja mencari-cari alasan untuk membawanya ke sekolah (kalkulatornya sangat penting, lho, Mama!).
Langkah pertama setelah memiliki ponsel tentu saja meminta nomor telepon milik teman-temanku, terutama Mulan. Sejak saat itu, setiap malam tiba, aku dan Mulan selalu berkirim pesan singkat selama beberapa kali, sebab aku harus menghemat biaya pesan singkat yang cukup mahal waktu itu, yakni tiga ratus lima puluh rupiah per sekali kirim.
Sejak saat itu pula hubunganku dengan Mulan semakin lama semakin dekat hingga akhirnya kami mengubah topik obrolan dari yang tadinya suka membicarakan tentang novel, puisi, hadist-hadist nabi Muhammad, dan hal-hal yang sedang naik daun menjadi obrolan pribadi, bahkan mengarah ke curhat. Sampai-sampai nama panggilan kami ketika berkirim pesan singkat pun juga ikut berubah menjadi Cah Ayu dan Cah Bagus.
Cah Ayu, kau kan suka membaca novel dan buku-buku, apakah kau ingin menjadi seorang penulis suatu hari nanti?
Aku memang suka membaca, tapi aku tidak punya bakat menjadi seorang penulis. Mungkin suatu hari nanti aku ingin menulis, tapi tidak untuk sekarang.
Lalu, kau ingin menjadi apa?