Ujian semester pertama tinggal menghitung hari, semangat ujian pun semakin membesar. Daftar nama siswa pembuat onar yang ditulis oleh para murid perempuan dan selalu menempatkan namaku di posisi puncak, sekarang ini berhasil diambil alih oleh Riyu, Agung, dan Zobi. Sejujurnya, karena aku sedang sibuk belajar dan merajut asmara dengan Mulan, jadi aku tak tertarik menjadi murid terkenal lagi di kelas.
Tiga hari menjelang ujian semester pertama, pak Burhan mengumumkan bahwa materi pelajaran semester pertama telah selesai. Beliau lalu menyuruh semua murid untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan oleh guru mapel yang lain, dan mempelajari kembali soal-soal ujian bulanan. Setelahnya, beliau memberitahu kisi-kisi pada ujian semester pertama nanti, dan menyuruh semua murid untuk melunasi tunggakan SPP supaya dapat mengambil kartu ujian.
Melunasi biaya sekolah adalah salah satu masalah krusial bagi orangtuaku, sebab mereka juga harus melunasi biaya sekolah adikku yang juga mengikuti ujian semester pertama. Biasanya, orangtuaku akan meminjam pada sanak saudaranya atau rentenir yang berkeliaran di pasar. Sejujurnya, aku sering merasa bersalah dengan sikap burukku di sekolah sewaktu orangtuaku bekerja keras membanting tulang untuk membiayai sekolahku dan adikku. Namun, keburukan mereka padaku dan adikku membuat kebaikan itu sirna di hatiku, sehingga aku selalu melampiaskan masalahku di sekolah.
Betapa sakit jiwaku jika mengingat kepiluan itu. Yang tersisa kini hanyalah penyesalan yang sulit terobati. Terkadang, saat memikirkan kepiluan itu, aku menangis tanpa air mata. Dan tak tahu harus berbuat apa, selain berdiam diri sambil merenunginya, berharap suatu hari nanti ketika aku sudah berkeluarga dan memiliki anak, aku tidak meniru sifat mereka. Ketika orangtuaku bertengkar, lubang besar yang ada dalam diriku terus mengancam akan memakan habis diriku. Kehampaan itu melekat erat, tetapi aku yakin suatu saat secercah cahaya dari kegelapan akan memancar terang. Melahap kegelapan yang dihancurkan oleh satu ledakan sinar yang membutakan.
Di bawah tekanan menghadapi ujian semester pertama, suasana kelas menjadi sangat tenang. Semuanya terlihat sibuk belajar dan bertanya pada guru mapel yang mengajar kelas kami, termasuk Riyu dan Agung yang begitu malas belajar. Semuanya terlihat aktif bertanya pada para guru, sehingga para guru itu juga terlihat sangat senang karena merasa sangat dibutuhkan.
Seperti ujian bulanan kemarin, sejak awal, Mulan yang selalu pulang bersamaku namun hanya sampai di halte sekolah saja, sudah beberapa kali mengingatkanku untuk belajar lebih giat lagi supaya tidak tinggal kelas dan demi mempersiapkan diri memperoleh beasiswa. Kalau tidak, kemungkinan aku tidak bisa melanjutkan sekolah ke SSB Apacinti Corpora yang selalu kuimpikan. Aku yang tadinya sangat takut dengan ujian pun, lama-kelamaan semakin bersemangat untuk menghadapinya. Apalagi setelah mendapat perhatian dari Mulan, jelas itu semacam suntikan moril yang tak ternilai harganya, sehingga mampu menyulut kobaran api dalam benakku menjadi kian menggelora demi mendapatkan pujiannya.
"Terus-terusan saja ada ujian! Ayo, aku sama sekali tidak takut denganmu." Aku benar-benar sudah 'menggila'.
Saat ujian semester pertama sudah selesai, kelas meeting pun dimulai.