Paginya, aku mendapat telepon dari ayah Heru yang sedang bertugas di Malang. Beliau menanyakan latar belakang masalahku dengan anaknya.
"Jadi begini, Pak," aku menjelaskan melalui telepon, "Semua berawal ketika Heru meminta saya untuk menjauhi gadis incarannya...." dan aku ingin mengatakan: Jadi, ketika anak Anda berkata kasar pada saya, "Apakah kau akan tetap mendekatinya?" Aku sadar bahwa apa pun yang aku lakukan saat itu ujung-ujungnya akan berakhir dengan kesedihan....
"Ya, Pak, perkelahian itu mengacu pada perkelahian pertama kami yang mengundang permusuhan antara kelas 2A dan 2D...." dan aku berpikir untuk mengatakan: Sampai saya mengalah pada anak Anda pun, tidak ada jaminan bahwa ia akan berhenti mengganggu saya....
"Tidak," aku menjelaskan, "justru laporan itu akan memberi efek jera pada Heru dan teman-temannya...." dan maksudnya: Tetapi aku baru menyadari ketika aku menjadi sepenuhnya berbeda dari saat ketika aku membayangkannya, begitu dingin dan angkuh....
"Saya mengerti," jawabku sambil menelan ludah sewaktu ayah Heru menjamin jika semuanya akan baik-baik saja; beliau menawarkan perdamaian dengan klausul ganti rugi yang cukup fantastis bagi kerugian materi dan non materi yang kualami. Kemudian aku pun menutup telepon dengan senang, namun keningku dipenuhi keringat. Aku merasa takut sekarang, masalah apalagi yang akan menimpaku nanti: berurusan dengan kepala sekolah karena sudah mencemarkan nama baik sekolah sehingga risiko terburuknya akan dikeluarkan dari sekolah? Aku sangat takut, lebih dari rasa takut jika harus menghadapi pertanyaan Mulan.
Aku memutuskan untuk menunggu Pak Budi yang akan menjemputku sebentar lagi sambil membaca-baca majalah bola yang kupinjam dari Agung minggu lalu, menenangkan diri dan menyegarkan pikiran terlebih dahulu, untuk makan pagi dengan makanan kesukaanku; bahkan makanan yang kumakan pun terasa pahit.
Ayah dan ibu berteriak keras padaku begitu mendengar derum mobil dari halaman rumah. Setelah menghabiskan sarapan pagiku dengan tergesa-gesa, aku mengikuti ayah dan ibu menuju mobil patroli Pak Budi dan memilih duduk di tengah-tengah mereka. Mobil berjalan dengan hati-hati dan kami pun sampai di sekolah pada pukul tujuh lebih dua puluh menit.
Suasana di sekolah sangat sunyi karena sudah memasuki jam pelajaran pertama. Pak Budi memimpin aku dan orangtuaku menuju ke ruang BP. Di ruang itu, orang-orang yang terlibat masalah ini dan orang-orang penting di sekolah sudah menunggu kedatangan Pak Budi dan keluargaku. Heru didampingi oleh ibunya yang berprofesi sebagai seorang guru SMA, Yuda dan Muslih yang juga didampingi keluarga mereka, duduk berlawanan dengan kepala sekolah, pak Burhan, dan beberapa guru mapel kelas dua. Aku sedikit lega karena Pak Budi tidak menghadirkan Mulan sebagai saksi dalam kasus ini. Setelah beberapa basa-basi singkat, Pak Budi memimpin jalannya persidangan ini selama satu jam lebih. Dan begitu aku, Heru, Yuda, Muslih, dan keluarga kami masing-masing sepakat berdamai, persidangan pun berakhir dan menghasilkan peraturan perjanjian serta beberapa poin krusial bagi kelangsungan masa depanku dan para pengeroyokku di sekolah ini.
Peraturan perjanjian:
1) Semua yang terlibat masalah ini wajib melapor setiap hari Senin selama satu semester untuk tugas kedisiplinan sesuai keinginan kepala sekolah.