You Are My Flaky

Luca Scofish
Chapter #23

Chapter 23

Sejak hari itu, suasana hatiku terombang-ambing antara sakit hati, marah, dan tidak nyaman. Selama satu minggu kemudian, aku selalu menghindari Mulan dan tidak mengirim pesan singkat padanya. Kuharap sikap diamku ini mengirimkan pesan kepadanya bahwa ada sesuatu yang hilang, dan itu akan kembali jika ia melakukan sesuatu untuk mengoreksinya. Entah dengan meminta maaf atau memberi penjelasan. Namun, apa yang kuharapkan tak membuahkan hasil, sebab Mulan sama sekali tak menghiraukanku.


Aku tidak bisa seperti ini terus. Sebagai seorang lelaki, aku harus punya pendirian dan bersikap tegas pada Mulan. Aku harus berbicara empat mata dengannya; entah menyatakan perasaanku atau ketidaksukaanku melihat kedekatannya dengan Heru.


Suatu sore sepulang dari bermain playstation bersama Agung dan Riyu, aku mendatangi rumah Mulan untuk menegaskan hubungan kami yang kalau dibiarkan mungkin akan semakin memburuk.


Begitu sampai di gerbang rumah Mulan, aku menekan bel yang terpasang di dinding berwarna biru muda hingga Mulan datang dan membuka gerbangnya.


"Hei," sapanya, terlihat berpura-pura santai. "Kukira kau sudah lupa denganku."


"Bukannya kebalik, ya?" Aku mengangkat alisku. "Kurasa kau terlalu sibuk dengan si anak jenderal yang punya segalanya itu."


Sekilas matanya tampak terkejut, menegaskan sesuatu yang tidak ingin kupercaya. Jangan bilang kau mulai jatuh hati padanya!


"Bersedia menjelaskannya?" kataku dengan nada sedikit marah. "Bersedia menjelaskan apa yang...."


"Sepertinya kau cemburu, Eri." Mulan memotong ucapanku dengan nada menggoda dalam suaranya. Tidak seperti biasanya, tidak ada kesan santun atau lucu.


"Mungkin aku tidak akan berkata seperti ini jika kau memberi alasan untuk itu," tukasku. "Apa yang selama ini kau lakukan dengannya?"


"Ada urusan."


Aku bersedekap. "Aku baru tahu kau punya urusan dengan Heru."


"Benar, tapi cuma itu."


"Bersedia menjelaskan lebih detail?" Ada selusin kecurigaan di balik kata-kataku.


"Apakah kau tidak percaya padaku?"


"Apakah aku seharusnya begitu?"


Biasanya Mulan jago menyembunyikan emosi, tapi kali ini garis mulutnya menegang. "Tidak."


"Aroma napasmu seperti pembohong. Dan kau tahu pembohong akan masuk neraka." Aku yakin raut wajahku mulai menegang. "Sebenarnya, aku datang ke sini bukan untuk berdebat denganmu, tetapi ingin mempererat hubungan kita. Tapi, sekarang aku malah semakin ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian? Kau tahu... kau dan Heru tidak pernah sedekat ini sebelumnya?"


Mulan mengibaskan tangan di udara. "Oke. Aku hanya berteman baik dengannya. Apa itu salah?"


"Kalau berteman baik dengannya adalah sesuatu yang benar, mengapa kau kesulitan menjelaskan hal itu?"


"Aku tidak kesulitan," katanya, tiap katanya diucapkan dengan jelas. "Aku tidak memberitahumu karena pertemananku dengan Heru tidak ada kaitannya dengan pertemanan kita."


Bagaimana bisa Mulan berpikir begitu? Heru adalah orang yang memanfaatkan setiap kesempatan untuk menyerang dan menghinaku. Selama dua tahun lebih ini ia bersikap buruk kepadaku. Ia mengolok-olok aku, menyebarkan gosip murahan tentang diriku, dan mempermalukanku secara terang-terangan. Bagaimana Mulan berpikir ini tidak menyinggung pribadiku? Bagaimana ia mengira aku bisa menerima kata-katanya begitu saja, tanpa punya pertanyaan? Di luar itu, bagaimana ia tidak mengerti kalau aku takut jika Heru memanfaatkannya untuk menyakitiku? Heru tahu betul jika aku sangat tertarik pada Mulan, oleh sebab itu ia akan melakukan apa saja untuk merebut Mulan. Aku tidak sanggup berpikir akan kehilangan Mulan, apalagi jika Heru yang merebutnya.


Dirasuki rasa takut yang tiba-tiba menyerang, aku berkata, "Mungkin kau belum siap menjelaskan 'urusan' pribadi antara kau dan dirinya."


"Terserah apa katamu, tapi aku ingin kau tahu, Heru membutuhkan bantuanku untuk meningkatkan nilai-nilainya."


Apa? Bajingan kecil itu ternyata memiliki bakat menjadi seorang plagiat. Aku benar-benar tidak menyangka jika ia akan memanfaatkan statusnya sebagai teman sekelas Mulan untuk mendapatkan perhatian permaisuri hatinya. Aku tak habis pikir kalau Heru memilih cara positif yang pernah kuterapkan untuk mendekati Mulan; cara ini sangat manjur karena disukai oleh para orang tua dan guru. Aku berusaha tetap tenang untuk mendengarkannya, tapi sebenarnya aku ingin berteriak. "Oh?" kataku dingin.


"Dia ingin sekali lulus ujian sekolah dan ujian nasional dengan nilai baik supaya bisa diterima di SMA favorit. Dia bilang padaku jika dia ingin berusaha menjadi anak yang lebih baik lagi. Kau tentu tahu, sejak duduk di kelas tiga ini Heru hampir tidak pernah melakukan tindakan-tindakan kriminal lagi." Rahang Mulan mengencang. "Aku hanya berusaha menyemangatinya saja."


Jantungku berdegup kencang. Aku tahu, aku senang Heru ingin menjadi anak baik-baik. Tapi aku tidak mau memperlihatkannya pada Mulan. Aku melipat tangan dengan kaku. "Wah, apa dia tidak bisa mengambil kelas bimbingan belajar terpercaya di kota Magelang?"


Mulan menatapku dengan raut sedikit muak. "Heru mungkin kesulitan beradaptasi dengan murid-murid teladan. Sama seperti yang lainnya, dia membutuhkan waktu jika akhirnya ingin mengambil kelas persiapan ujian nasional dan ujian sekolah."


Aku merasakan desiran perhatian Mulan untuk Heru, tapi kutepis jauh-jauh. Sejak kapan Mulan peduli terhadap nilai-nilai Heru dan masa depannya? Sejak kapan ia lebih memperhatikan Heru ketimbang aku? "Aku berusaha merasa tidak enak," tukasku, "tapi sepertinya kau punya kepedulian cukup besar terhadap masa depannya." Aku melangkah maju untuk meraih tangan Mulan. "Mungkin sebaiknya aku mengantarmu ke rumah Heru untuk memastikan apakah dia belajar dengan baik atau tidak." Entah kenapa aku sangat yakin jika Heru hanya memanfaatkan kepolosan dan ketulusan Mulan saja.


Mulan membebaskan tangannya dari cengkeramanku dan mundur beberapa langkah. "Kau harus tahu, ada sesuatu yang tak dapat kukatakan padamu. Sesuatu yang lebih besar dari hubungan dirimu dengan aku dan hubungan aku dengan Heru." Mulan ragu-ragu, seolah ingin menjelaskan lebih banyak lagi. Tetapi, akhirnya ia menutup mulut.


"Aku, kau, dan Heru? Sejak kapan kau mulai menyebut Heru dalam satu kalimat antara kau dan aku? Sejak kapan dia punya arti bagimu?" bentakku.


Mulan menangkupkan tangan ke belakang leher. Seperti sangat sadar, ia harus memilih kata dengan hati-hati sebelum menjawab.


Lihat selengkapnya