You Are My Flaky

Luca Scofish
Chapter #27

Chapter 27

Di balik kesendirianku, ada kegembiraan yang menyelimutinya. Dan bagiku yang tinggal jauh dari keluarga, teman, dan kekasih yang tak bisa kusentuh, kesendirianku bagaikan sebuah batu karang yang dihempas oleh sang ombak, dan kegembiraanku adalah berkecamuknya suara-suara ombak.


Sejujurnya, aku terlalu muda dan terlalu gelisah untuk mencari kebahagiaan yang menyelimuti kesendirianku itu. Suara-suara pertengkaran orang tua masih terngiang di telingaku dan bayangan-bayangannya yang mengerikan selalu menghantuiku, sehingga membuatku tak kuasa untuk menjauh.


Di balik gubuk sederhana milik kakek dan nenekku ini terdapat sebuah hutan kecil yang rindang, serta dipenuhi dengan alunan indah kicauan burung yang saling menyapa satu sama lain, bukannya saling sahut menyahut untuk menentukan siapa yang benar atau salah. Dan bagiku yang tinggal bersama kakek dan nenekku, kegembiraanku bagaikan seekor ikan kecil yang hidup di tengah oase dan kedamaianku seperti air yang beriak tenang dan menggelayut.


Aku terlalu muda dan terlalu pesimis untuk mencari kegembiraan dan kedamaian itu bersama keluargaku. Luka yang mengiris perih hatiku masih menguasai memori otakku, dan busur anak panah orangtuaku dan kekasih yang tak bisa kusentuh pun masih menancap erat di hatiku, sehingga aku tak kuasa meneteskan air mata setiap kali mengingatnya.


Di dalam diriku yang menderita ini, hidup sosok diriku yang bebas. Dan dari segala penderitaan yang kualami, mimpi-mimpiku adalah sebuah perjuangan panjang yang sedang kusiapkan untuk bertempur melawan ketidakpercayaandiri yang membelenggu kebebasanku.


Aku terlalu muda dan terlalu takut untuk menemukan jati diriku yang penuh kebebasan, laksana seekor anak burung elang yang ingin belajar menari-nari di angkasa. Namun, bagaimana mungkin aku mampu menjadi elang itu jika aku sendiri tak mampu membunuh penderitaanku sendiri dan menemukan jati diriku yang penuh kebebasan, kecuali jika cinta yang tak bisa kusentuh itu datang untuk menjemput dan menggandeng sayapku menuju alam bahagia.


Namun, mungkinkah sayap-sayap patahku mampu membawaku melayang dan berdendang bersama angin, lalu membumbung tinggi menuju angkasa dan meninggalkan sarang yang telah memberiku kehangatan yang tak ternilai harganya?


Saat itu adalah masa ketika aku tidak peduli pada apa pun. Periode ketika aku datang untuk menetap di desa yang menjadi saksi bisu kelahiranku ke dunia. Sebenarnya, menetap adalah ungkapan yang salah. Aku tidak memiliki keinginan untuk menetap dalam pengertian apa pun. Aku ingin segala hal di sekitarku tetap mengalir, secara temporal, karena aku merasa dengan begitulan aku dapat menyelamatkan stabilitas pribadiku, walapun aku tidak bisa mengatakan apa yang terkandung di dalamnya.

Lihat selengkapnya