Ketika aku duduk di kelas 3 SMA, banyak hal yang terjadi di tahun itu.
Bu Esti yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri, tidak pernah membicarakan tentang mimpi-mimpiku lagi. Hasan yang dulu pernah berjanji akan membantu membiayai kuliahku seandainya aku diterima sebagai taruna di PIP Semarang, juga tidak pernah menanyakan apa rencanaku setelah lulus SMA nanti. Meskipun aku juga merasa bersalah karena tidak menanyakan atau setidaknya menyinggung masalah itu, namun sikap diam mereka sudah menjawab segala dugaanku selama ini: Eri Trisnata dipastikan tidak akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Adikku juga tidak mungkin membiayai kuliahku hingga selesai. Orangtuaku sangat tidak bisa diandalkan; meskipun aku dan adikku sudah beranjak dewasa, mereka masih saja meributkan masalah hutang, hutang, dan hutang.
Meskipun aku mempunyai semangat serta impian yang begitu tinggi dan berusaha keras memeluk semangat dan impian tersebut, namun aku lupa jika aku tinggal bersama monster tua yang bisa menghancurkan semua itu kapan saja.
Sejak awal, tujuanku bersekolah lagi adalah untuk membuka peluang melanjutkan pendidikan ke bangku universitas. Namun, jika aku hanya lulus SMA, kehidupanku tidak akan mengalami banyak perubahan. Aku sadar jika usiaku semakin menua, dan tak sepantasnya orang sepertiku duduk di sekolah formal.
Kemudian, aku mendapat sebuah ide cemerlang, dan mungkin satu-satunya cara supaya aku bisa melanjutkan pendidikanku ke bangku universitas. Selanjutnya, aku menuliskan keinginan dan rencana-rencanaku setelah lulus nanti di binder yang menjadi tempat curhatku pada bu Esti.
Halo, bu Esti. Kita bertemu lagi lewat tulisan di binder pribadi Eri ini. Melalui tulisan ini, Eri ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting bagi masa depan Eri.
Jadi begini... bu Esti tahu kan jika Eri ingin sekali melanjutkan pendidikan ke PIP Semarang dan bercita-cita menjadi seorang pelaut? Namun, karena keluarga Eri tidak akan mampu membiayai kuliah Eri hingga selesai, jadi Eri harus mencari bantuan pada orang lain.
Bu Esti, ini kesempatan terakhir Eri untuk mengubah nasib. Eri memiliki postur tubuh yang sangat ideal untuk menjadi seorang calon Taruna, Eri juga tidak terlalu bodoh untuk bersaing dengan calon Taruna lainnya, dan Eri sangat yakin bisa lolos ujian masuk di PIP Semarang tahun depan. Jadi, tolong bantu Eri, ya, Bu?
Bu Esti percaya sama Eri, kan? Tak peduli Eri akan berhasil atau tidak suatu hari nanti, yang perlu bu Esti tahu adalah Eri pasti akan membalas budi baik bu Esti. Kalau perlu, Eri mau mengabdikan hidup Eri untuk membalas bu Esti. Mungkin bu Esti bertanya-tanya, kenapa Eri memilih bu Esti? Karena Eri melihat sosok seorang ibu yang Eri damba-dambakan ada dalam diri bu Esti.
Bu Esti, tolong pikirkan baik-baik masalah ini, ya? Bu Esti memiliki waktu 3×24 jam untuk menjawabnya. Jika bu Esti menyetujuinya, tolong balas lewat email Eri: erilliaromanisti27@gmail.com
Namun, jika bu Esti menolaknya, bu Esti tidak akan pernah melihat Eri di sekolah ini lagi. Meski begitu, bu Esti jangan pernah merasa bersalah pada Eri, ya? Eri yakin... Eri akan baik-baik saja, kok. Dan tolong, jangan mencari Eri, karena Eri akan pergi jauh untuk mencari jati diri Eri, sehingga bu Esti tidak akan pernah menemukan Eri lagi. Tolong juga jaga rahasia ini, ya? Jangan sampai bapak dan ibu guru yang lain tahu. Sekali lagi, tolong jangan membuat Eri malu.
Selamat tinggal, bu Esti. Tolong simpan baik-baik binder ini, ya. Mungkin suatu hari nanti Eri akan mengambilnya. At least, sampai bertemu lagi suatu hari nanti.
Murid bu Esti yang paling tampan
Eri Trisnata
Aku sengaja mengucapkan salam perpisahan pada bu Esti, karena aku harus siap dengan risiko terburuk yang mungkin akan terjadi.