Kabar Duka, Teman yang Terlupakan. Curhatanku melalui pesan singkat.
Beberapa minggu setelah aku dinyatakan tidak lulus ujian Eps-Topik Korea, kabar duka dari teman SMP kembali bergaung. Ahmad Mufsih, informan terbaikku tentang perkembangan Trizeilla, kembali mengabarkan jika Vivi Vidya, teman baik Aulia semasa SMP dan SMA, meninggal dunia akibat radang selaput otak.
Sebagian besar anak laki-laki yang berteman baik dengan Vivi Vidya datang menghadiri upacara pemakaman hari itu. Termasuk teman yang sudah lama tidak bertemu; Agung, Riyu, Aliando, bahkan sampai Aulia. Mereka juga hadir untuk mengantar kepergian Vivi Vidya bertemu dengan Tuhan di surga. Suatu gambaran yang pantas untuk wanita sebaik Vivi Vidya.
Aku juga tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagiaku setelah tujuh tahun berlalu bisa bertemu dengan Aulia. Ia bersikap santun padaku setelah sifat gilaku di masa lalu yang membuatnya ketakutan, seolah di antara kami tidak terjadi apa-apa. Sinar matanya masih seperti dulu; indah dan tajam bak mata elang yang sedang mengintai mangsanya. Namun, aku hanya berani menatap mata itu secara langsung dari kejauhan. Aku pun selalu berjalan membelakanginya.
Meskipun enggan kuakui, namun upacara pemakan ini bisa dikatakan ibarat reuni besar-besaran. Sebagian besar yang datang adalah teman-teman dari kelas 3C dan 3D. Aku tidak melihat Mulan larut dalam kesedihan ketika teman-teman mengiringi kepergian Vivi Vidya hingga selesai mendoakan dan menabur bunga di atas makamnya. Kami pun larut dalam kesedihan bersama teman-teman SMA, universitas, dan semua orang yang mengenal Vivi Vidya.
Setelah proses pemakaman selesai, kami duduk membentuk sebuah lingkaran besar di teras masjid depan rumah Vivi Vidya. Ini adalah kali pertama kami saling bertatap muka setelah sekian lama tidak bertemu. Kami pun saling bercerita tentang kehidupan masing-masing dan berbagi kabar tentang kehidupan teman-teman yang tak bisa hadir karena sibuk bekerja.
Semua orang tahu jika pertemuan dengan orang yang kita cintai di masa lalu sangat berpotensi menghasilkan galau. Tapi, tidak untukku yang kini telah tumbuh dewasa menjadi seorang pria yang berkarakter. Setelah bercerita tentang kesibukannya saat ini, Aulia menceritakan kabar terbaru tentang Mulan yang pernah bersahabat baik denganya dan Vivi Vidya sewaktu duduk di kelas satu SMA.
Sementara Aulia bercerita dengan riang, aku hanya mendengarkannya sambil memejamkan mata. Hal itu membuatku terbelenggu di masa lalu.
Sudah tujuh tahun berlalu sejak kami saling mengenal satu sama lain, dimulai dari SMP hingga pertemuan tak terduga ini. Kehidupan kami sudah banyak berubah. Sifat kami pun juga sudah banyak berubah.
Mulan, perempuan yang membuatku merasakan arti "cinta pertama", namun pada akhirnya mencampakkanku tanpa alasan yang jelas, kini sudah menemukan dambaan hatinya. Cowok beruntung itu adalah Andika, salah seorang cecunguk Heru semasa SMP. Anak ini setelah menjadi seorang tentara mempunyai kepercayaandiri yang tinggi sehingga berani merayu seorang putri raja. (Sial, seandainya aku bernasib sama sepertimu, saat ini aku pasti sudah memiliki keluarga, hahaha!) Semoga hubungan kalian berdua berlanjut hingga janur kuning melengkung.
Aulia, cinta gilaku yang membunuhku secara perlahan, kini sudah menjadi seorang perawat. Ia bekerja di rumah sakit Pertamina, Semarang. Ia juga berpacaran dengan seorang atlet futsal profesional setelah kisah cintanya dengan Hyuga kandas tanpa sebab yang kuketahui. Hm, selera Aulia memang sangat tinggi. Asudahlah! Semoga mereka berdua juga berbahagia.
Hasan, teman baikku yang bekerja di Jepang, kini sudah kembali ke Tanah Air dan menikah dengan gadis yang dipacarinya sejak SMK. Ia juga sudah menjadi orang sukses karena mempunyai usaha restoran cepat saji yang ia dirikan bersama rekan seperjuangannya di Jepang.
Ahmad Mufsih, informan terbaikku yang katanya tidak pernah menonton film bergambar wanita seksi dan selamanya akan berusaha untuk tidak pernah menontonnya, sekarang bekerja di industri kayu lapis dan merintis usaha kecil-kecilan bersama rekan kerjanya. Ahmad Mufsih selalu menjawab, "Sama sepertimu, aku masih suka bermain, dan satu alasan lagi; ingin menyekolahkan adik-adikku setinggi mungkin," setiap kali aku balik bertanya, "Kapan nikah?"
Hm, aku setuju dengan Ahmad Mufsih. Pernikahan memang sesuatu yang keramat bagi kebanyakan orang seperti kami. Sebab, pernikahan adalah tindakan yang sangat besar. Itu berarti menyerahkan hidup satu sama lain, meninggalkan rumah orang tua, memiliki keturunan dan bekerja tanpa henti sebagai ganti kenikmatan nasib saat ini; kegiatan rutinnya yang tenang, dan keeksentrikannya yang tenang. Bagi sebagian orang, mereka akan tercekat membayangkan harus menerima perintah dan keputusan dari orang lain yang bukan orangtuanya, yang perintah-perintahnya, betapapun kasar dan memaksa, sebenarnya merupakan permintaan yang disamarkan dengan ironi. Seperti apakah pasangannya nanti? Seberapa baik sesungguhnya ia mengenalnya? Punya bukti apakah ia bahwa pasangannya memang sabar dan manusiawi? Para pria membawakan hadiah bagi para calon istrinya, itu wajar, tapi apakah hadiah-hadiah tersebut takkan berhenti begitu tawar-menawar sudah selesai? Bagaimana kalau pasangannya itu terlalu muda dan terlalu impulsif? Ada sesuatu yang terlalu pasti pada gerak-geriknya, tanggapan-tanggapannya yang tanpa pertimbangan; dapatkah kau mempercayai seseorang yang memberikan jawaban seketika tanpa berpikir lagi? Seseorang yang tindakan dan kata-katanya lebih bernuansa puitis daripada sesuatu yang dipikirkan masak-masak? Beberapa orang mungkin merasa takut pada kecurigaan bahwa ada sesuatu yang keras dalam struktur hati mereka. Dapatkah mereka menjadi pasangan yang baik tanpa mengenali diri sendiri? Dan bagaimana mereka bisa tahu perbedaan antara nafsu dan cinta? Kesimpulannya, menikah membutuhkan banyak sekali pertimbangan-pertimbangan, rencana-rencana dan komitmen kuat untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Lho, kenapa aku jadi sok tahu tentang pernikahan? Mungkin karena aku adalah korban dari sebuah pernikahan yang dilangsungkan tanpa pertimbangan-pertimbangan tersebut. Kalau sudah begini, siapa yang patut dipersalahkan? Aku, orangtuaku, atau Tuhan yang telah menjodohkan orangtuaku?
Baiklah, kembali ke topik utama.
Zobi, teman yang selalu bertengkar dan bermusuhan denganku, kini juga sudah menentukan masa depannya. Ia sedang berjuang memperoleh ijazah ATT - III (Ahli Teknika Tingkat III) di PIP Semarang. Tahun depan, ia akan menjadi Chief Enginer. Setelah kebiadabannya memfitnah teman baiknya sendiri demi mendapatkan Aulia, kisah cintanya selalu pasang surut. Namun, ia tak pernah menyerah mencari cinta sejatinya.
Agung, teman baikku semasa SMP yang kini bertinggi badan 187 cm, lebih tinggi 10 cm dariku, setelah gagal menjadi seorang tentara, ia melanjutkan pendidikannya di universitas Magelang. Satu bulan yang lalu, ia sudah menjadi seorang sarjana informatika. Dan kini, ia bekerja di kantor pemerintahan Secang. (Woy! Kau harus berhasil mengkudeta posisi Kepala Suku dari bapakmu, ya! Kalau gagal, aku akan membidik kepalamu dengan anak panah. Tapi kalau berhasil, kau harus mengratisiku bermain PS 2. Kau tahu, level permainanku bermain game sudah mencapai level legend, bahkan geek! Aku yakin akan mengalahkan musuh-musuh kita 10-0 tanpa balas!) Semoga ketika membaca novel ini, ia bisa mengingat kembali masa-masa indah bersamaku.
Riyu yang suka menonton dan mengoleksi DVD bergambar wanita seksi, kini sudah mengembangkan usaha angkringannya. Ia juga mempunyai dua istri dan dua anak yang masih balita. (Woi! Jangan sekali-sekali melakukan adegan "treesome" di depan anak-anakmu, lho!)
Aliando yang masih kebingungan dengan jenis kelaminnya, menjadi anak yang paling sukses di antara kami semua. Ia bekerja di Dirjen Pajak sehingga sering berjalan-jalan ke Eropa, lalu memamerkan foto-fotonya di media sosial. Hm, kalau kata Ahmad mufsih, ia mengikuti jejak Gayus Tambunan. Wah, semoga saja tidak, ya, Bro!
Sisilia, si cewek cantik dan antik yang pernah membuat heboh satu sekolah dengan berpacaran sama si buruk rupa Nandi, kini sudah menjadi seorang perawat yang anggun dan cantik seperti Aulia. Setelah kisah cintanya dengan Nandi kandas pasca lulus dari SMP, diam-diam ia sudah menikah dengan teman kampusnya yang juga berprofesi sebagai seorang perawat.
Nandi yang arogan dan sombong telah berubah menjadi Nandi yang setia kawan dan gokil. Sejak aku melanjutkan pendidikanku lagi, ia cukup dekat denganku, sehingga kami selalu bermain bersama. Dulu, ia pernah berkata padaku, "Jika aku berhasil menjadi seorang polisi suatu hari nanti, aku akan mendatangi Sisilia dan melamarnya." Ucapan Nandi waktu itu juga kulontarkan pada Ahmad Mufsih, "Jika aku berhasil lulus ujian Eps-Topik Korea dan mendapatkan kontrak kerja dari perusahaan Korea, sebelum terbang ke Korea aku akan mendatangi Aulia dan memintanya untuk menjadi istriku." Namun, seiring berjalannya waktu, aku dan Nandi tak pernah berhasil mewujudkan cita-cita kami, sehingga kami tak pernah punya keberanian untuk melamar wanita pujaan kami. Dasar nasib!
Semua teman-temanku sudah sukses, atau setidaknya menapaki jalan kesuksesan.
Kini, tinggal aku yang masih kebingungan, dan bersikap skeptis terhadap masa depan. Seolah-olah, aku masih terjebak dalam sebuah labirin yang tidak jelas di mana pintu masuk dan keluarnya.
Semakin sore, para pelayat mulai datang dan pergi sambil mengisi kotak amal yang tergeletak di halaman rumah Vivi Vidya.
Tahu-tahu, teman-teman yang tadi masih ramai berbicara satu sama lain tiba-tiba semua terdiam.
Kami, sekelompok teman lama yang cukup akrab selama tiga tahun, terdiam membisu memandangi halaman rumah Vivi Vidya yang dipenuhi anak muda seperti kami.
"Nanti semua anak cowok berkumpul di rumahku untuk bermain playstation, yuk?" ajak Zobi, lalu ia mengangkat alis padaku.