Sejak satu minggu setelah kejadian di halte bus itu Kira tidak terlihat datang ke sekolah lagi, entah dimana dan sedang apa dia sekarang.
Rendy yang ingin menjelaskan semuanya kepada Kira, tapi tidak tahu harus mencarinya kemana. Rumah dan kedainya kosong tak ada satupun orang yang tinggal di dalamnya.
"Katakan dimana Kira sekarang!" Tanya Rendy kepada Disya yang tiba-tiba saja mengejutkannya.
"Apa kau tidak bisa lebih sopan sedikit? Suaramu sangat kencang sekali." Ucap Disya menjawabnya.
"Aku tidak ingin bercanda sekarang, ayolah kumohon katakan dimana dia."
"Kenapa kau mencarinya? Apa kau ingin menyakiti hatinya lagi? Cukup, kumohon jangan temui dia lagi."
"Apa maksudmu? Aku tidak berniat untuk menyakitinya, aku menyesali semuanya dan aku ingin meminta maaf kepadanya."
"Sudahlah jangan bersikap sok baik hati."
"Disya, aku bersumpah kepadamu demi Kira gadis yang sangat aku cintai. Aku tidak akan menyakiti hatinya lagi, kumohon katakan dimana dia? Apa dia pindah rumah?" Ucap Rendy dengan sangat memohon kepada sahabat kekasihnya.
"Kata seperti apa yang kau ucapkan kepadanya sehingga membuatnya harus mengulang hal yang sama?
"Apa maksudnya? Aku tidak mengerti sama sekali, tolong jelaskan kepadaku."
Disya yang sebelumnya enggan untuk bercerita kepada Rendy, tapi kini dia harus mengatakan semuanya demi kebaikan sahabatnya.
***
Rumah Sakit Bhakti Mulia
"Kira apa yang terjadi?" Rendy yang sangat khawatir dengan keadaan Kira.
Rendy memasukki ruang ICU, dia mendapati Kira terbaring di atas ranjang dengan beberapa alat medis di tubuhnya.
Air mata yang tidak bisa ditahan oleh Rendy itupun dia keluarkan dengan sangat menyesal karena sudah membuatnya kekasihnya terbaring di rumah sakit.
"Kira maafkan aku. Sungguh aku minta maaf kepadamu, aku sudah bertindak bodoh karena menyia-nyiakanmu. Sadarlah, aku di sini kekasihku kumohon maafkan aku."
"Sudahlah nak, bangun. Jangan meyalakan dirimu seperti itu, ini bukan salahmu. Kira memang sudah seperti ini sejak lama, jadi berhentilah menyalahkan dirimu." Ucap Ibu yang berada di dalam menemani Kira.
"Ini semua salahku bibi, seandainya saja aku tidak bertindak sebodoh ini dia pasti tidak akan berbaring di sini. Aku memang bodoh, dia benar aku memang gila mencampakkan gadis setulus dia."
"Sudahlah nak, ibu tidak pernah menyalahkan siapapun. Ini memang takdir dari yang maha kuasa, Ibu sudah berjanji tidak akan menyalahkan siapa-siapa."
"Lalu bagaimana caranya agar dia bisa sadar lagi? Katakan bi, aku akan berusaha keras menolongnya."
"Hanya menunggu kesadarannya dan niat baik dari orang yang mau memberikan hidupnya untuk putri ibu. Jika memang tidak ada, ibu snediri yang akan melakukannya."
"Sebuah hal kesil yang dibiarkan menjadi semakin besar, jika aku salah melakukan hal itu maka akan berubah menjadi hal yang besar. Jangan pernah buat aku menderita, jika sedikit saja ada yang menyakitiku aku mungkin tidak akan kembali lagi. Benarkah ini adalah maksudnya? Takdirnya hanya sampai di sini, aku memang bodoh aku tidak bisa menepati janjiku." Ucap batin Rendy mengingat kembali ucapan Kira.
"Bibi, maaf aku harus pergi sebentar. Jika nanti Kira sudah sadar kumohon hubungi aku. Aku akan segera kembali."
Rendy yang tiba-tiba mengingat sesuatu langsung saja keluar dari ruangan Kira, dan segera berlari keluar dari rumah sakit.
Tiba beberapa saat kemudian, akhirnya diapun memasukki sebuah ruangan yang serba putih. Rendy mendapati seseorang yang sedang duduk di depan komputernya.
(Rendy POV)
"Paman."
"Rendy, kau datang tepat waktu nak. Apa kau sudah memikirkannya?" Ucap Paman.
Iya, dia adalah seorang dokter sekaligus Proffesor. Hanya dialah satu-satunya keluargaku yang tersisa di sini.
"tidak paman, aku datang kemari bukan karena aku ingin melakukan operasi. Ada hal lain yang harus kulakukan."
"Kenapa? Tunggu kenapa kau menangis, ada apa denganmu?"
"Paman jelaskan kepadaku, apa kanker paru-paru bisa memperngaruhi jantung? Apakah jantungku baik-baik saja selama ini? Katakan Paman."
"Iya tentu saja, jantungmu baik-baik saja. Kankermu belum separah itu, maka dari itu segeralah lakukan operasi ini. Jika kau ingin mengejar mimpimu."