You Are Not My Lover

Imajiner
Chapter #6

Momen - Momen Tertentu

Hari Senin adalah hari yang paling aku benci. Dengan segala kemacetan yang terjadi di jalanan hingga permasalahan yang aku alami pada malam kemarin dengan ayah. Aku sudah menduga pasti beberapa orang kantor akan membicarakan perilaku tidak terpujiku kepada ayah. Malu sekali rasanya, tapi mau bagaimana lagi. Malam itu ayah benar-benar keterlaluan.

"Selamat pagi mbak." ujar security kantor yang menyapaku.

"Pagi." jawabku ketus.

Aku berjalan masuk ke dalam kantor di mana aku dan ayah bekerja. Biasanya aku selalu berangkat bersama ayah, tapi sejak kejadian itu, kuurungkan kebiasaanku dan lebih memilih naik bus dari pada bersama ayah.

Terlihat beberapa karyawan yang masuk lebih dulu memandangku dengan sinis, ada yang melempar muka bahkan. Aku merima segala konsekuensi ini karena itu kesalahan rasa emosiku pada malam itu.

"Tumben udah datang aja lu." ucap Lana sambil membawa segelas kopi dengan merk terkenal.

"Lah elu juga tumben udah datang." balasku sinis.

"Gue kan biasanya emang jam segini kali Ra."

"Oh." balasku singkat sambil menuju ke ruang kerjaku.

Tidak menyangka, Lana mengikuti hingga masuk ke dalam ruangan.

"Kok elu cemberut sih? Nggak kayak biasanya."

Aku sebenarnya merasa malas juga bertemu dengan Lana. Memang biasanya aku selalu menumpahkan segala isi hatiku kepadanya, bahkan sebaliknya. Namun kejadian malam kemarin yang aku baru mengetahui status Lana akan menikah dengan Richard membuatku cukup kesal kepadanya.

"Gue nggak apa-apa kok."

"Yakin??" tanya Lana dengan nada sinis.

"Beneran kali Lan." balasku cuek.

"Elu kayaknya marah ke gue ya?"

"Marah? Kenapa gue harus marah ke elu?"

"Ya mungkin aja soal pertemuan malam itu. Gue nggak cerita ke elu kalau gue mau nikah sama Richard."

"Sadar juga dia rupanya." ucapku dalam hati.

"Kok bengong? Bener ya?" kembali tanya Lana.

"Menurut elu?"

"Begini Ra sebelumnya, bukannya gue nggak mau cerita ke elu. Tapi memang gue nunggu saat yang tepat untuk cerita ke elu perihal hubungan gue ini."

Aku hanya termenung mendengar cerita Lana ini.

"Suer, gue juga kaget waktu Richard ngomong gitu ke bokap elu. Padahal berulang kali gue udah peringatkan dia untuk jangan mengumbarnya dulu."

Aku masih terdiam sambil membuka laptopku.

"Ayolah Ra, jangan marah ke gue. Kita kan temenan udah sejak lama ya kan?"

Jujur aku sebenernya tidak mau marah juga kepada Lana, tapi momen malam itu, Lana dan Richard membuatku di ujung tanduk hingga akhirnya ayah menyindirku.

Lihat selengkapnya