"Jangan itu lah Ness, please? Gue rela bandarain lo bakso satu bulan deh," rengek Devan ketika mendengar perintah Nessa.
Yang benar saja Nessa menyuruh Devan memutuskan hubungannya dengan Cika, cuma karena taruhan sialan kemarin. Dikira ini dare apa? Ini kan cuma taruhan! Apapun bentuk gamenya, ini jelaa tidak dibolehkan.
Yang sialan itu Arka kenapa juga dia harus bersikap sok-cool begitu. Siapa sangka Arka tidak menunjukkan keramahannya dan malah membuat gadis itu benci.
"Gak ada nego, ya! Salah lo sendiri gak nyebutin mau naruhin apa! Lagian ini cuma buat 3 hari kok, habis itu lo ajak balik lagi deh, lebay amat sih hidup lo!" cerocos Nessa membuat Devan ingin menangis saat ini juga.
"Udah ah, tu Arka udah dateng, gue masuk kelas duluan!" Nessa berjalan sambil melambaikan tangannya meninggalkan Devan yang kini terduduk lemas diparkiran.
"Ngapain lo disini? Ngemis?" hardik Arka melihat Devan yang mencak-mencak sambil duduk ndelesor ditempat parkir.
"Tolongin gue, Ka?" pinta Devan dengan mata yang sudah memerah ingin menangis.
Devan itu cowok, tapi cengeng. Kadang dia pemberani, kadang dia lembut kayak pantat bayi.
"Jangan tambah masalah gue Van, gue juga lagi mumet. Ajak aja kembaran lo deh!" perkataan Arka membuat dahi Devan bergelombang.
Kembaran? Sejak kapan si Devan punya kembaraan? Memang ada yang mau jadi kembaraan Devan?
Devan langsung bangkit dari duduknya. "Lo nemuin kembaran gue, Ka? Serius?"
"Heum, udah lama gue tahu. Tuh lagi jalan sama Eis," tunjuk Arka ke arah Vano yang sedang berjalan dari arah gerbang. Devan langsung merenggut seketika. Dipikirnya Arka beneran menemukan kembarannya.
"Lagian nama kok sama. Devano. Devan-Vano. Cocok kan jadi kembaran? Sifat kalian juga gak jauh beda kok," jelas Arka.
"Beda Arka! Dia Devano G, gue Devano T!" ucap Devan sebal. Mana ada kembaran diambil dari nama doang. Terus apa kabar sama yang namanya putri se-Indonesia? Dan nama-nama yang sama lainnya? Apa mereka kembar 1000? Dasar Arka!
"Lagian mana mau gue kembaraan sama Vano, dia itu berbanding terbalik sama sifat gue. Tau gak lo kalo kemar--" Devan menghentikan ucapannya karena Arka sudah tidak ada disampingnya lagi. Melainkan sudah berjalan dengan Vano, meninggalkannya sendiri. "ARKA BRENGSEK!!!!"
Devano Tengkujaya, laki-laki tulen dengan mulut wanitanya.
***
Aurel turun dari motor cowok yang memboncengnya. Ini adalah hari pertamanya sekolah dan dia sudah merasa jadi pusat perhatian saat memasuki kawasan sekolah tadi.
"Yam, ada yang salah dari gue, kah? Belakang gue gak kenapa-napa kan?" tanya Aurel sangsi setelah dia melepas helm-nya dan melihat tatapan kakak kelas perempuan kepada dirinya, yang terlihat 'aneh'.
"Gak ada Yel!"
"Gue kok ngerasa diperhatiin ya? Gak enak nih."
"Udah ah anggep aja angin lalu! Kelas apa? Gue anterin," ajaknya sambil merangkul pundak Aurel.
"X IPA 4," jawab Aurel pada akhirnya.
Laki-laki yang bernama Liam merangkulkan tangannya di bahu Aurel dan membawanya menuju kelas nya.
"Nanti istirihat gue jemput. Duduk sama cewek aja, kalo ada yang ganggu atau godain lo ngadu sama gue. Kalau mau ke toilet jangan sendirian, ajak siapa gitu. Bahaya anak baru ditoilet sendirian," Aurel mendengar dengan malas ceramahan dari sahabatnya ini.
"Lo kayak bapak gue aja sih, gedek deh gue dengernya. Gue bukan anak kecil lagi, inget! Udah ah, sana, gue mau masuk!" Aurel mendorong pelan punggung cowok itu agar segera meninggalkannya sendiri.
"Jangan ke kantin selagi belum istirahat!" serunya sambil melihat kembali ke arah Aurel.
"Iya Liam!!" Aurel geram sendiri melihat tingkah protective sahabatnya. Tapi tetap saja itu membuat Aurel terkekeh pelan sambil masuk kedalam kelasnya.