You Can Tell Me

Lilian
Chapter #1

Spinster

Aku berusia 14 tahun saat aku memergoki ibuku berselingkuh dari ayahku. Aku tidak mengerti apa-apa. Saat aku melihat ibuku tidur dengan lelaki lain, aku merasa sakit hati. Bagaimana ibuku bisa berselingkuh dari pria sebaik ayahku? Pikirku saat itu. Hal itu membuatku trauma. Aku sangat membenci orang yang berselingkuh. Ibuku bukan hanya menyakiti hati ayahku. Dia juga menyakiti hatiku. Namun, ibuku secara tidak langsung memberikan aku pelajaran tentang kehidupan. Berhati-hatilah dalam memilih pasanganmu.

Itu yang membuatku tidak menikah sampai sekarang. Aku sudah berusia 29 tahun. Terkadang orang-orang memanggilku perawan tua. Aku tidak tersinggung, hanya aku lelah mendengarnya. Aku hanya berpikir panjang untuk memulai hubungan dengan seorang pria. Aku tidak ingin menikah dengan orang yang salah seperti ayahku. Aku mengetahui hal ini terdengar sangat naif. Namun, aku ingin pernikahanku berlangsung hingga tuaku nanti. Maka dari itu, aku sangat pemilih soal pasangan. Aku tidak ingin memiliki hubungan dengan sembarang orang.

“Iya, Ayah. Aku sudah sampai!” ucapku kepada ayahku di telepon.

“Cepatlah! Ayah tidak ingin bersulang tanpa kamu,” balas ayahku.

“Iya, aku tahu. Aku akan segara naik lift.” Aku mematikan panggilan itu dan masuk ke dalam lift. Ayahku selalu saja begitu heboh dalam acara ulang tahun perusahaan. Harta paling berharga untuk ayahku, selain anak-anaknya. Setidaknya ayahku bisa bersenang-senang. Dia sangat sibuk hingga jarang bersenang-senang.

Tak lama lift terbuka, aku mengira aku sudah sampai tujuan. Ternyata itu hanya seorang pria yang ingin menggunakan lift juga. Lantai yang kami tuju sama. Mungkin dia salah satu rekan kerja ayahku. Aku pun membuka ponselku dan bertukar pesan dengan temanku. Tanpa aku sandari, lift tidak berjalan sama sekali. Aku menyadari itu karena angka yang ditunjukkan tidak berubah. Aku berusaha memencet tombol nomor lantai berkali-kali, tetapi tidak bisa.

Tiba-tiba lampu yang berada di lift mati, dan lift terguncang seperti ingin terjatuh. Dikarenakan aku memakai hak tinggi, saat lift terguncang aku hampir jatuh dan mengenai pria yang tadi masuk. Namun, saat aku menyentuh pria itu, dia langsung mendorongku. Hal itu membuatku benar-benar terjatuh. “Apa Anda tidak lihat saya ingin jatuh?! Mengapa Anda mendorong saya?!” itu membuatku sangat marah. Aku tidak bermaksud menggoda dengan menyentuhnya.

“Apa Anda baik-baik saja?” tanya pria itu yang berusaha membantuku.

“Apa Anda buta?!” tiba-tiba lampu lift menyala lagi dan pintu lift terbuka. Terdapat dua petugas yang berada di depan pintu lift. Aku langsung keluar dari lift itu dengan penuh amarah. Bokongku sangat sakit karena pria itu mendorongku. Selalu saja ada halangan, padahal aku hanya ingin bersenang-senang di acara ayahku. Sungguh menyebalkan.

***

Setelah bersulang dan basa-basi dengan orang-orang. Aku pergi ke bar yang berada di acara itu. Aku memesan segelas champagne dan meminumnya dengan sekali tegukan. Aku adalah orang yang kuat dalam meminum hal seperti ini. Aku duduk di bar sendirian, tidak ada yang menghampiriku karena mereka sibuk berbicara dengan ayahku. Semua orang di acara ini hanya sibuk berbicara dengan satu sama lain, sedangkan aku sibuk meminum alkohol di bar.

Sebenarnya aku tidak terlalu suka mendatangi acara seperti ini. Terkadang orang-orang berbicara denganku hanya untuk mencari muka di depan ayahku. Aku tidak memiliki posisi yang terlalu penting di perusahaan ayahku. Namun, orang-orang sering menghampiri aku karena aku anaknya pemilik perusahaan. Itu membuatku jengkel.

“Hai!” tiba-tiba seorang pria berada di sampingku. Bukan sembarang pria, dia adalah pria yang mendorongku hingga jatuh.

“Kamu! Berani-beraninya kamu berbicara kepadaku setelah mendorongku hingga jatuh,” ucapku dengan penuh amarah.

“Maaf-maaf. Aku menghampiri kamu untuk minta maaf. Aku tidak bermaksud mendorong kamu,” balas pria itu. Dia seperti merasa bersalah.

“Tidak. Enak saja, bokongku sudah sangat sakit karena kamu. Apa kamu pikir maaf cukup?!”

“Namun, kamu juga salah. Mengapa kamu menjatuhkan dirimu di tubuhku?”

“Apa?! Kamu kira aku bisa mengontrol arah jatuhku. Kamu ini bodoh atau apa!” Aku menyentuh kening pria itu dengan jari telunjukku.

Pria itu langsung menyingkirkan jariku. “Tolong jangan sentuh saya.” Secara tiba-tiba pria itu berbicara sangat formal. Apa sebenarnya masalah pria ini? Dia terlihat marah saat aku menaruh telunjukku di kepalanya. Dia berlaku seakan aku berusaha menyentuhnya secara seksual. Aku bahkan tidak berpikir dirinya tampan. Mengapa dia sungguh percaya diri? Itu membuatku mual.

“Alexa! Kamu sudah Bertemu anak rekan kerja Ayah, ya. Apa kalian sudah berkenalan?” ayahku tiba-tiba menghampiriku.

“Oh, ya. Aku belum memperkenalkan diriku. Aku Ryan. Anak Om sangat baik kepadaku,” ucap pria itu dengan nada ramah.

Lihat selengkapnya